Mohon tunggu...
Anis Ceha
Anis Ceha Mohon Tunggu... Guru - Belajar dari setiap ceruk ukiran peristiwa

Belajar dari setiap ceruk ukiran peristiwa

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya (2): Mengambil Kebaikan Bingkai "Penjara Eropa Timur"

23 September 2022   08:08 Diperbarui: 23 September 2022   08:26 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

"Ada perempuan yang sangat saya hormati, perempuan yang sangat Tangguh. Sudah lama saya tidak bertemu dengannya. Namanya Tasha Simkova. Ia berkebangsaan Ceko, bekerja sebagai pekerja social bagi tahanan di penjara-penjara Australia. Kisahnya pada tahun 1967, ketika ia masih seorang pemudi berumur 18-19 tahun.

 

Tank-tank Rusia menyerbu Praha dan memadamkan revolusi yang dipimpin Alexander Dubbest. Tasha pun melakukan unjuk rasa, memprotes aksi ini. Ia sangat idealis. Seorang pemudi, berunjuk rasa menuntut hak bagi bangsanya, masyarakatnya, mengungkapkan sedikit kebebasan yang masih tersisa, ketika tantara Rusia menangkap para siswa yang berunjuk rasa. Kalau Anda ditangkap pada masa itu, maka tidak ada pengadilan. Ketika Anda masuk penjara, Anda akan berada di sana selama bertahun-tahun. Ia pun dimasukkan ke dalam salah satu penjara di Praha, di Eropa Timur, selama 16 tahun karena berunjuk rasa demi bangsanya.

 

Ia bercerita kepada saya bahwa dipukuli adalah hal rutin dan tidak ada organisasi Amnesti Internasional saat itu. Tiap kali dianiaya, ia tidak pernah mengizinkan dirinya menaruh amarah dan benci kepada para penyiksanya. Ia berkata bahwa itu adalah satu-satunya hal yang tidak bisa mereka renggut dari dirinya: kemampuan untuk menjadi dirinya sendiri. Mereka bisa menganiayanya, meukainya, namun ia tidak akan pernah membiarkan mereka merebut kebebasannya.

 

Hal ini mengingatkan saya akan pepatahsederhana yang benar-benar bisa diterapkan dengan mendalam: jangan pernah izinkan orang lain merenggut kebahagiaanmu. Begitu pula, ia tidak akan biarkan bahkan para penyiksanya mengendalikan kebahagiaannya, karena kebahagiaanku adalah urusanku, mereka tidak bisa merenggutnya dariku. Ia adalah perempuan  yag luar biasa Tangguh.

Itulah mengapa ia berkata bahwa tiap kali ada tahanan mana pun di penjara Freemantle, tempatnya bekerja, mulai mengeluh mengenai kondisi di penjara tua itu, ia akan berkata, “Sini, biar kuceritakan padamu bagaimana penjara yang sesungguhnya.” Dan ketika ia menceritakan kisahnya, tahanan itu akan berkata, “Penjara ini luar biasa bagus! Aku tak akan pernah mengekuh lagi!” Dibandingkan dengan penjara di Eropa Timur, penjara di Perth sungguh Indah.

 

Akhirnya ia pun dibebaskan dari penjara. Ketika keluar dari sana ia ingat betapa luar biasanya rasa terbebas itu. Kini ia sudah melewati duka, penyiksaan, kini semuanya telah berlalu. Harus diakui bahwa ia telah kehilangan masa mudanya. Kemudian ia menaiki trem untuk pergi ke rumah keluarganya. Di sana, ia merasa sangat kecewa ketika orang-orang di trem berdesakan, saling dorong, bahkan mendesaknya keluar dari kereta. Mereka saling memaksa lewat dan sangat tidak berbaik hati satu sama lain. Hal itu sangat mengejutkannya. Ia mencurahkan perasaannya, “Hei! Kita semua ditindas rezim mengerikan ini! Mengapa kita tidak bisa saling berbaik hati?

 

Ia pun menyadari bahwa ini adalah bagian dari situasinya. Ia menyadari bahwa karena setiap orang tertindas dan tidak Bahagia, penuh ketakutan, tidak berdaya memprotes rezim, mereka akhirnya melampiaskan amarah kepada sesama, saling tidak baik hati kepada sesama rakyat, karena perasaan terluka hati, setiap hari.

 

Benar-benar menjadi jelas bagi saya bahwa kadang kita ingin menghukum orang lain karena kita sendiri berduka. Kita terluka dan kita ingin orang lain pun ikut merasakan sakit. Dan tentu saja ini hanya menciptakan lebih banyak luka dan duka di dunia ini. Tidak pernah ada solusi untuk menciptakan kebahagiaan dengan jalan seperti itu. Sayangnya, makin banyak hukuman, makin banyak derita, makin banyak luka, makin banyak air mata, mungkin itulah sebabnya mengapa semua lautan jadi asin.

 

Namun ada jalan lain. Dalam Buddhisme sama sekali tidak ada gagasan mengenai hukuman. :Singkirkan tongkat! Singkirkan hukuman!” kata Buddha. Ketika kita meneliti cara Buddha menatakomunitas siswa, di sana tidak ada hukuman, yang ada malah kebaikannya: menyemangati. 

 

Kita beralasan bahwa kita perlu menghukum untuk memunculkan sifat terbaik orang. Ketika saya masih mahasiswa, saya selalu tertarik pada psikologi dan sains. Psikologi bagi saya adalah sains pikiran, terutama ketika saya menjadi guru sekolah. Saat itulah kadang saya bertanya-tanya, “Apakah kita seharusnya menghukum mereka atau menyemangati mereka?” Sebab ketika kita memimpin kelas anak-anak, kita harus mengajar mereka. Kadang ada anak nakal atau pembuat onar, bagaimana kita menangani masalah ini?

 

Para pakar psikologi selalu memberitahu saya, berulang-ulang, bahwa semua yang pernah mereka uji dan praktikkan selalu menunjukkan bahwa pemberian semangat dan pujian selalu jauh lebih efektif ketimbang hukuman. Bahkan orang-orang di bidang militer bercerita kepada saya bahwa ketika mereka mendapati prajurit yang berprilaku salah dan menciptakan keonaran, maka yang harus dilakukan adalah mempromosikan mereka menjadi kopral. Aneh memang, tapi itu efektif! Ini adalah kebijaksanaan di Angkatan bersenjata. Bahkan di militer pun mereka memahami hal ini: ketika kita menyemangati dan memuji orang hingga ke taraf yang baru, mereka cenderung tidak berperilaku orang lagi.” (Brahm, 2019: 264-267)

Apa yang dapat kita ambil dari cerita “Penjara Eropa Timur”, tentu banyak sekali meski hanya satu cerita. Meski hanya satu judul saja yang saya ambil dari buku kedua Ajahn Brahm “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”, tetapi makna yang terkandung di dalamnya sangat luar biasa. Bagaimana perjuangan seorang perempuan yang tangguh dan siap berkorban demi bangsanya dan rakyat yang diperjuangkannya.

Hal baik kedua yang dapat kita serap adalah, bagaimanapun kehidupan yang merdeka akan membawa dampak yang baik daripada hidup terpenjara, di dalamnya akan merasakan menderita dalam duka dan segala siksaan selama di dalam “penjara”. Ibaratnya ketika kita melakukan sesuatu tidak berdasarkan kemauan kita maka posisi kita adalah sedang terjajah. Melakukan saja tanpa memaknai yang dilakukan maka hasilnya sia-sia. Seperti halnya ketika kita menjalankan perintah Tuhan tanpa paham apa tujuannya, maka kita akan sekedarnya saja. Misalnya saja melakukan ibadah sholat yang sehari wajib lima waktu sholat, karena sholat bagi umat Islam adalah berserah pada Allah bukan sekedar menggugurkan kewajiban. Maka bentuk penyerahan sepenuhnya bagi seorang hamba di waktu-waktu wajib tersebut akan berdampak pada keniscayaan sehari-hari dari hamba itu sendiri. Nah… ini jelas ada kajian tersendiri dari kitab-kitab yang membahas tentang bagaiman bentuk menyerahkan diri sepenuhnya ketika beribadah kepada Tuhan agar kita dalam posisi yang tidak terjajah atau terpenjara dalam aturan yang bukan sekedar aturan.

Jika kita amati lagi dalam cerita tersebut, terdapat bagian yang menyatakan “bahwa kadang kita ingin menghukum orang lain karena kita sendiri berduka”. Hal ini benar adanya, secara kita adalah manusia biasa bukan nabi bukan pula malaikat. Tetapi di dalam diri setiap manusia ada bersemayam Sebagian atau sedikit dari sifat-sifat ketuhanan, manusia yang baik hati dan welas asih pun di dalamnya sudah ada disematkan sifat-sifat ketuhanan jika kita mau memahaminya secara khusus.

Sebaliknya, memang secara tak langsung ada sebagian dari kita merasa bahwa orang lain harus paham penderitaan/kesusahan yang sedang kita alami karena kita mengharapkan simpati/empati juga belas kasihan dalam berbagai hal. Ini tak dapat kita pungkiri. Mungkin hanya sebagian orang saja yang benar-benar cuek dan masa bodoh dengan kesusahannya ketika fokus melibatkan diri ke dalam suatu perkumpulan atau komunitas yang membawanya pada dampak positif. Mau tidak mau, marilah kita merenungkan sejenak dan menyadari bahwa hal seperti ini kerapkali terjadi pada diri kita. Untuk selanjutnya, belajar menyadari dan memaafkan diri sendiri adalah kunci.

Sedangkan di bagian akhir cerita tersebut, kita seyogyanya belajar memberikan pujian kepada siapapun yang kita anggap nakal, karena anggapan belum tentu benar. Susah memang, tetapi belajar memberikan sesuatu yang positif dalam hal ini “pujian baik” akan memberikan dampak yang luar biasa bahkan kepada yang kita anggap “buruk/salah” sekalipun. Tentu kita yang merasa “baik/benar” akan berat melakukannya. Tetapi percayalah semuanya adalah proses belajar. Bahkan belajar meratakan pundak bahwa kita pun belum tentu baik dan benar dari apa yang kita anggap buruk dan salah. Dengan pujian, hidup akan menjadi lebih damai, baik dari si pemberi pujian apalagi si penerima pujian. Sooo… pujilah tulisanku ini yaaa agar terus bersemangat menuliskan kebaikan-kebaikan. Salam😊

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun