Mohon tunggu...
Anisa Zahrani
Anisa Zahrani Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

~Anisa Zahrani~ SMA N 2 MAGELANG Pelajar Indonesia 🎈

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidak Dianggap

20 November 2020   23:08 Diperbarui: 20 November 2020   23:29 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh : Anisa Zahra Khaerani

.....................................................................

Sinar mentari pagi menyapa seluruh penjuru kamar, menyinari kedua mataku yang masih tertutup rapat. “Kringggggg,,,,,,” Suara dering alarm pun ikut menyertai pagi ini. Dengan mata yang masih terpejam, aku matikan dering alarm yang berada diatas meja sebelah tempat tidurku. Aku terduduk diatas kasur dan mulai membuka kedua kelopak mataku. Dengan nyawa yang belum seutuhnya terkumpul, aku berjalan menuju meja belajar mengambil ponselku. Terpapar dilayar ponselku 08.30/10 Desember 2023 hari ini tepat berumur 19 tahun. Aku bersiap-siap untuk mandi, selesai mandi aku keluar kamar untuk sarapan. Terlihat didapur mamaku sedang sibuk mempersiapkan makanan, aku duduk dimeja makan bersama mama dan segera menghabiskan sarapanku. 

Seperti biasa, aku berangkat kuliah ke kampus diantar mama mengendarai mobil milik mamaku tentunya. Tidak butuh waktu lama aku sampai ke kampus, hanya butuh waktu 15 menit aku sampai tepat didepan fakultasku. “ Nanti jam 6 selesai kuliah mama jemput kamu, mama tunggu di loby ” ucap mama sebelum aku membuka pintu mobil. 


Ku langkahkan kedua kakiku melewati lorong-lorong fakultas. Hari ini jadwal mata kuliahku cukup padat, ada 4 mata perkuliahan yang harus diikuti dalam sehari. Sampai  didepan pintu kelas tiba-tiba terdengar suara seseorang yang memanggilku, “ Zoya, ntar siang makan dikantin yuk” ucap Daffa menatapku sambil tersenyum. Oh iya lupa, namaku Zoya Anastasya anak tunggal dari mama juga papa, tapi papa udah meninggal sejak aku duduk di bangku sekolah dasar. Aku kuliah di Universitas Kartika Bangsa, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Hukum Internasional bersama dengan Daffa juga. Daffa adalah teman sekolahku sejak bangku SMP dan dilanjut SMA juga kuliah. Tahun ini kita masuk semester 3, mahasiswa baru di univeritas ini bisa disebut juga Maba, Oke skip. Aku membalas senyuman Daffa “Boleh deh, yuk masuk kelas bentar lagi dosennya dateng” Daffa pun mengangguk dan mengikutiku masuk ke dalam kelas. 


Tepat pukul 06.00 pm aku keluar kelas, dan tepat didepan pintu kelasku sudah terlihat mama yang berdiri menungguku. Saat dimobil mama mengajakku berbicara, “ Sayang, hari ini ulang tahunmu bukan, apa kamu ingin merayakannya dengan makan diluar bersama ibu?” Aku menatap mama dengan tatapan dengan tersenyum, “ Aku ikut mama aja”. Sejujurnya aku merasa iri dengan teman-temanku yang pada umur yang bisa dibilang menuju dewasa ini merayakan ulang tahunnya dengan membuat pesta tengah malam di sebuat restaurant dan bermain kembang api bersama. Ingin rasanya meminta mama untuk merayakan ulang tahunku bersama teman-teman sekedar makan bersama diluar, tetapi aku tau bahwa mama tidak akan mengizinkan. Ulang tahun dua tahun yang lalu, aku pernah meminta izin mama untuk makan bersama teman-teman memperingati ulang tahunku yang ke 17 tahun tetapi mama tidak izinkan, mama bilang perayaan ulang tahun bersama teman itu hanya membuang waktu saja dan mama bilang kalau aku tidak pantas melakukan hal yang sama seperti mereka.


Sejak kecil, aku dituntut oleh mama menjadi anak yang menurut tetapi juga harus pandai, tidak salah jika sejak kecil aku selalu menjadi juara 1 dikelas juga juara umum lainnya. Melihat potensi yang ada dalam diriku, mama selalu ingin aku tetap berada di posisiku untuk menjadi yang paling unggul dari temanku yang lain dan mama selalu menyuruhku menuruti kemauan mama walaupun belum tentu aku menyukainya. Masa kecilku hanya dipenuhi oleh belajar, belajar, dan belajar. Oleh karena itu, banyak teman-teman yang menjauhiku karena aku selalu tergantung dengan keputusan mama. 


Seminggu berlalu, aku bersama Gita ditaman belakang sekolah. Gita adalah satu-satunya teman perempuan yang paling mengertiku, walau tidak bisa dipungkiri sifatnya 180 derajat jauh berbeda dariku. Ditaman dengan ditemani secangkir teh dan makanan ringan aku bersama gita berbincang, “ Eh Ya. lusa fakultas bakal ngadain dinner rame-rame loh di Cafe Begarlist, kamu ikutkan?” tanya Gita. Aku diam seribu bahasa, aku bingung harus menjawab ya atau tidak pertanyaan Gita,” Ayolah Ya,,,,mulainya juga lebih awal kok, gabakal pulang malem-malem” Tatapan Gita yang begitu dalam membuatku akhirnya menyerah, “ Yaudah deh, iya aku ikut. Tapi aku gak janji pulang sampai acara selesai ya” Gita menatapku sambil tersenyum  kemudian menganggukkan kepalanya. Jujur aku takut dengan keputusanku, yang aku pikirkan hanyalah bagaimana aku meminta izin kepada mama agar aku bisa ikut acara itu.


Pada saat malam, aku masih saja memikirkan bagaimana cara agar aku bisa keluar menghadiri acara itu. Aku keluar kamar dan duduk disamping mama yang sedang menatap lurus ke arah tv. “ Zoya, udah jam sepuluh kok belum tidur?” tanya mama menatapku bingung,“ Gapapa Ma, Cuma mau duduk bareng sama mama aja” mama menatapku tersenyum,” Ada masalah apa? kayaknya ada yang mau diomongin sama mama, cerita dong” mama yang menatapku penuh tanya pun membuatku gugup, “ Gini Ma. dikampus Fakultas Zoya mau ngadain acara makan bareng besok lusa, Zoya boleh ikutkan Ma?” ucapku memberanikan diri,” Acaranya jam berapa? tempatnya dimana?” tanya mama yang sambil menatap lurus kearah tv. Aku diam, aku tau mama pasti akan marah kalau malam-malam, “ Acaranya di luar kampus, Ma. Mulai jam setengah delapan malam” Mama menatapku kaget, muka mama memerah seakan ingin marah padaku, “ Malam! Diluar kampus! kamu itu anak perempuan, malam-malam cuma mau ikut makan bareng kesana! Gak! Mama gak ngizinin kamu ikut”  benar dugaanku mama akan marah dan tidak mengizinkan. “ Ma, acaranya cuma sebentar, ada Gita juga yang ikut” aku menjawab mama dipenuhi rasa takut,” Udah berapa kali mama bilang! kamu itu beda dari Gita dan temanmu yang lain, kamu harus belajar biar bisa ambil Beasiswa kuliah ke Harvard. Pokoknya sekali enggak ya enggak” mama dengan tatapan marah. Aku berlari kearah kamar membanting pintu, air mataku tidak bisa dibendung lagi aku terduduk disamping kasur memeluk bantal sambil menangis. Entah mengapa mama selalu mementingkan keputusan mama sendiri, mama selalu memperlakukanku selayaknya anak kecil meski aku sudah menginjak usia ke 19 tahun. 


Hari ini tepat acara diadakan, dikelas terdapat banyak anak-anak kelas yang berkumpul mendaftarkan diri untuk ikut acara. Daffa yang berdiri disampingku melihat mataku menatap kerah kerumunan, “Kamu ga ikut daftar Ya?” tanya Daffa memecah lamunanku. Saat aku ingin menjawab, terdengar suara laki-laki berdiri dibelakangku menjawab pertanyaan Daffa.” Yaelah Daf, mana mungkin Zoya ikut. Dia kan anak rumahan, kerjaannya belajar terus. Mana mungkin ikut acara kayak beginian”. Itu suara Andi, teman sekelasku sejak SMP yang suka mencampuri hidup orang lain. Dia tau semua permasalahanku dengan mama, karena itu juga dia selalu meremehkan aku. Aku tidak menanggapi perkataan Andi dan memilih untuk duduk diam tanpa menatapnya. 


Setelah selesai mata kuliah, aku membuka ponsel dan terlihat pesan dari mama. Mama mengirim pesan kalau akan menjempuku agak telat, karena urusan kantor mama belum selesai dan aku disuruh pulang dengan angkutan umum. Terlintas sesuatu dipikiranku, aku pulang kerumah menaiki angkutan. Dikamar aku memikirkan cara untuk tetap dapat menghadiri cara itu meski dilarang mama. “ Ini kesempatan yang bagus untukku menghadiri acara itu, tanpa harus diketahui mama”. Aku bersiap-siap dengan pakaian kasual kemudian  pergi ke Cafe Begarlist lebih awal, terlihat Gita menungguku di depan pintu sambil melambaikan tangan kearahku. “ Udah lama nunggu ya?” tanyaku pada Gita,” Enggak juga aku juga baru dateng kok, yuk masuk”. Aku dan Gita masuk kedalam, terlihat banyak sekali orang yang datang kesini begitu juga dengan Daffa yang terlihat sedang bersama teman laki-lakinya. 


Sekarang pukul 9 malam, sudah sekitar 2 jam lebih aku berada disini sejak berangkat tadi. Ponselku tiba-tiba berdering, aku baru sadar terlihat ada 4 panggilan tidak terjawab dari mama. Aku takut untuk menjawab panggilan dari mama, aku memutuskan untuk tidak mengangkatnya dan memilih fokus dengan acara ini. Belum sampai 5 menit ponselku kembali berdering, membuat Daffa, Gita dan teman lainnya menatap kearahku.” Kalau ga diizinin kesini gausah ikut lah, cuma ngerusak suasana aja. Lagian biasanya juga belajar dirumah” Ujar Andi dengan tatapan meremehkan. Gita pun membalas perkataan Andi dengan tatapan sebal,” Apaan sih Ndi, gausah ikut campur urusan orang deh”. Daffa yang melihatku murung kemudian berkata,” Kalau kamu engga bisa sampai selesai gapapa kok, yuk aku anterin pulang aja” aku melihat Daffa kemudian menggelengkan kepala. “ Eh zo Zo ya ya Zoya,,,mending kamu pulang aja deh daripada mama kamu nyariin sampe kesini terus ngerusak suasana ntar nyusahin banyak orang, lagian kamu ada atau engga juga gak penting kok” ujar Andi lagi, entah mengapa aku merasakan panas di bagian mataku. Aku memilih berlari keluar sambil meneteskan air mata, tatapanku tertuju pada satu mobil yang kukenal. Dari luar terlihat mama mendatangiku dengan tatapan yang sangat marah dan tangannya mengepal. Didepan temanku dan semua orang yang berjalan lalu lalang mama menamparku dengan keras,“ Kamu! ngapain kamu kesini! Mama udah bilang ga usah ikut acara yang enggak penting kayak gini!” mama menyeretku masuk dalam mobil dan membawaku pulang ke rumah. Sesampainya dirumah aku memilih untuk masuk kamar dan menguncinya. 


Pagi ini, aku menemui bu Nita untuk mengumpulkan tugas yang kemarin belum sempat ku kumpulkan karena aku tidak berangkat setelah kejadian malam itu. “ Permisi Bu, maaf saya ingin mengumpulkan tugas makalah, maaf terlambat mengumpulkan” ucapku pada bu Nita sembari memberikan makalah yang kubuat,” Lho bukannya sudah dikumpulkan ya? Daffa yang mengumpulkan tugas kamu ke ibu. Kalau ini tugas kamu, yang kemarin terus tugas siapa?” ucap bu Nita menatapku heran. Aku terkejut mendengar jawaban bu Nita,” ini tugas punya saya, Bu. Memasukkan nilai melalui tugas yang ini saja, terimakasih, Bu” setelah itu aku meninggalkan bu Nita dan mencari keberadaan Daffa. 


Kulihat Daffa sedang bergurau dengan temannya di kantin sekolah. Aku mendekati Daffa,” Daff, aku mau bicara sama kamu” Daffa menatapku kemudian mengganggukkan kepalanya. Aku membawa Daffa menuju taman belakang sekolah, “ Kamu kenapa ngerjain tugas aku lagi sih?” ucapku pada Daffa dengan tatapan tidak suka, “ Aku Cuma mau bantu kamu aja, aku tau kamu pasti belum ngerjain makalah gara-gara kejadian malam itu. Aku Cuma gak mau nilai kamu kosong” ucap Daffa sambil menatapku dalam. Aku menatapnya dengan amarah,” Aku bisa ngerjain tugasku sendiri, kamu tuh dari dulu selalu bantu buatin tugas aku terus. Aku bisa selesain tugasku sendiri tanpa bantuan kamu!”. Daffa memegang kedua bahuku dengan tangannya,” Aku cuma takut nilai kamu turun, aku tau kamu pasti bakal kena marah mama kamu kalau dia tau itu. Nilai kamu bakal selalu bagus kalau ada aku” Aku menatap Daffa dengan kemarahan,” Cukup ya Daff, aku bisa urus hidupku sendiri tanpa terus bergantung sama kamu. Aku gak suka cara kamu yang terus bantuin aku kayak gini”. Aku pergi meninggalkan Daffa yang menatapku mulai menjauh. Jujur aku tidak suka denga cara Daffa yang selalu menganggap remeh kemampuanku, walaupun aku juga tau dia lebih pintar dariku. Aku tidak ingin nilaiku bagus dengan cara yang tidak benar. Sama saja selama ini aku telah membohongi mama. 


Sudah sebulan aku mencoba menjaga jarak dengan Daffa. Gita juga tau apa permasalahan antara aku dengan  Daffa, dan dia juga setuju dengan keputusanku untuk menjauh terlebih dahulu dari Daffa. Aku hanya ingin dia sadar bahwa yang dilakukannya itu merugikan dirinya sendiri juga merugikan diri. Sejak aku menjauh dari Daffa, aku melakukan semua tugasku sendiri. Mungkin  hasilnya memang tidak sebaik jika dibantu dengan Daffa, tetapi aku jauh lebih senang karena itu hasil dari kerja kerasku sendiri. Sudah tidak terasa lamanya, sampai juga pada pengambilan nilai semesterku. Mama datang menghadiri pengambilan nilaiku juga, aku gugup dengan hasil nilai semesterku ini. Aku menunggu diluar kelas, sementara mama sedang menunggu panggilan untuk mengambil nilaiku didalam kelas. Tak lama kemudian, mama keluar membawa nilai milikku. Mama menarikku ke gudang belakang sekolah dan menamparku, “ Apa-apaan ini! kenapa nilai kamu bisa sampai seperti ini? kamu tau kan kalau nilaimu ada yang C satu saja, kamu tidak akan bisa mengambil beasiswa kuliah keluar negeri! “ aku terkejut dengan tindakan mama barusan, aku hanya menunduk tidak berani memandang mama. “ Mama akan menemui dosen mapelmu untuk mengganti nilaimu yang satu ini, mama akan lakukan apapun agar nilaimu tetap bagus. Meski itu harus dengan cara menyogok rektor sekalipun!” sebelum mama melangkahkan kakinya menuju ruangan rektor, aku sudah lebih dahulu menahan tangan mama,” Ma, jangan begitu! aku mohon, jangan lakukan cara kotor demi bisa mengambil beasiswa kel luar negeri, Ma” aku sujud sambil menangis dihadapan mama. ” Kalau tidak dengan cara begitu bagaimana? kamu saja tidak bisa membuat nilaimu tetap stabil! apa yang akan mama banggakan kalau kamu tidak dapat beasiswa itu?” mama melihatku dengan tatapan marah,” Aku tidak harus mengambil beasiswa itu, Ma. Aku tidak mau kuliah diluar negeri” aku menatap mama dengan air mata yang masih mengalir deras. “ Apa yang kamu bicarakan? mama sudah melakukan apapun untuk kamu. Dengan gampangnya kamu bilang tidak mau kuliah kesana!” mama menatapku dengan wajah yang sangat merah. “ Ma! aku sudah besar, aku bukan anak kecil lagi! aku ingin menjalani hidup dengan keputusan ku sendiri. Aku sudah cukup menuruti kemauan mama selama ini! aku ingin memilih pilihan yang aku suka sendiri, Ma” amarah ku sudah tidak bisa ditahan lagi, aku tau aku salah telah membentak mama. Tapi aku ingin menjalani semua dengan pilihan ku sendiri tanpa ada bantuan siapapun dan tidak selalu  menuruti kemauan mama yang aku tidak sukai. “ Berani kamu membentak mama!” mama menatapku kaget setelah apa yang aku lakukan tadi. Semua tubuhku melemas, aku jatuh kebawah dengan air mata yang semakin deras dan kepala yang sangat pusing, “ Biarin Zoya memilih apa yang Zoya mau, Ma. Zoya ingin hidup seperti teman-teman yang lain, yang bisa bebas menjalani dengan pilihannya sendiri. Zoya sudah dewasa, Ma “. Mama sudah lelah berdebat denganku kemudian menyerah,” Oke, terserah apa yang kamu mau sekarang mama tidak akan larang apapun. Terserah apa yang kamu mau dan kamu jalani sekarang” mama pergi meninggalkan aku yang masih terduduk lemas di lantai. 


Beberapa tahun kemudian, tibalah waktunya kelulusan kuliahku. Aku gugup duduk bersebelahan dengan Daffa, ya kita sudah bermaafan setelah beberapa bulan kita marahan. Mama bilang tidak bisa mengikuti acara ini dari awal karena urusan kantor, aku paham karena mama memang sibuk dengan urusan kantor meski aku merasa kecewa. Rektor telah memanggil siswa jurusan ilmu politik, tiba saatnya memanggil nama siswa dari jurusanku. Daffa dipanggil terlebih dahulu maju kedepan, dia menadapat nilai sempurna dan menjadi siswa terbaik di jurusanku. Dan saat yang ditunggupun tiba, rektor memanggil namaku kedepan,” Selamat kepada Zoya Anastasya lulus dengan nilai ipk 3,99” Aku tersenyum bahagia, aku sangat bahagia mendengarkanya. Aku tidak menyangka bahwa aku bisa melakukan semua nya sendiri dan mendapatkan hasil maksimal. “ Terimakasih, Pak” aku menjabat tangan rektor didepanku sambil tersenyum. 


Setelah acara selesai dan dilanjut foto bersama, ada yang berfoto bersama teman juga keluarga masing-masing yang datang. Aku masih belum melihat keberadaan mama disini,  tiba-tiba ada yang memegang pundakku dari belakang. Aku terkujut mama berdiri dibelakangku sambil membawa sebucket bunga mawar merah yang sangat cantik. “ Selamat ya sayang, kamu dapat nilai yang sangat bagus. Mama bangga sama kamu Zoya” Mama menatapku dengan mata berkaca-kaca dan wajah tersenyum. “ Makasih, Ma. Maaf Zoya nggak bisa nurutin kemauan mama untuk kuliah ke luar negeri” Mama memelukku,” Maafin mama selama ini selalu ngelarang apa yang kamu mau, mama selalu mementingkan keinginan mama sendiri. Maaf karena mama selalu meremehkan kemampuan kamu, maafin mama ya sayang” Aku menangis mendengar ucapan dari mama. Hari itu adalah hari yang paling bahagia dalam hidupku selama ini. 


Setelah semua yang dilalui selama ini, akhirnya aku bisa bebas menentukan dan melakukan apa yang aku mau tanpa harus dilarang oleh mama. Mama juga selalu mendukung keputusan yang aku pilih, tanpa harus takut aku gagal. Mama sadar bahwa melarang apa yang aku mau juga selalu menuntut anak untuk menuruti kemauan kita bukanlah hal yang benar. Mama juga sadar bahwa menghalalkan segala cara untuk kepentingan sendiri tidak akan merubah keadaan yang sebenarnya. Aku jadi mengerti bahwa kita bisa melakukan dan mendapatkan apa yang kita mau tanpa bantuan orang lain apabila kita bersungguh-sungguh dan yakin dengan apa yang kita pilih.
              

                                    TAMAT

.............................................................................

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun