Ijtihād dalam Ushūl al-Fiqh
( الاجتهاد في أصول الفقه)
Ijtihād merupakan ruh dari keberlangsungan hukum Islam. Tanpa adanya ijtihad, syariat akan berhenti pada teks tanpa makna kontekstual. Dalam ushūl al-fiqh, ijtihad dipahami sebagai usaha intelektual seorang mujtahid untuk menggali hukum syar‘i terhadap suatu perkara yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam al-Qur’an dan Sunnah. Di era modern yang diwarnai perkembangan teknologi, sosial, dan budaya, peranan ijtihad semakin penting sebagai jembatan antara nash dan realitas.
Pengertian Ijtihād Menurut Para Ulama
Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata اجتهد – يجتهد – اجتهادًا, yang berarti mengerahkan segala kemampuan dalam mencapai sesuatu yang sulit. Sedangkan secara istilah, para ulama ushul fiqh memberikan beberapa definisi:
1. Imam al-Ghazālī dalam al-Mustashfā menjelaskan bahwa ijtihad adalah pengerahan seluruh kemampuan untuk memperoleh hukum syar‘i yang bersifat zhannī (dugaan kuat).
2. Imam al-Syāfi‘ī dalam al-Risālah menyatakan bahwa ijtihad merupakan upaya menggunakan seluruh pengetahuan dalam mencari hukum syar‘i melalui qiyās (analogi) dan istidlāl (pengambilan dalil).
3. Al-Amidi dalam al-Ihkām fi Ushūl al-Ahkām mendefinisikannya sebagai usaha sungguh-sungguh seorang faqīh untuk memperoleh hukum syar‘i amali dari dalil yang terperinci.
Dari berbagai pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ijtihad adalah aktivitas ilmiah yang bersandar pada kemampuan intelektual, penguasaan dalil, dan ketelitian dalam memahami maqāṣid al-syarī‘ah.
Kedudukan dan Urgensi Ijtihād dalam Ushūl Fiqh
Ijtihad menempati posisi sangat penting karena menjadi dasar pembentukan hukum Islam setelah berhentinya wahyu. Allah ﷻ berfirman: