Mamat Cuma tersenyum sambil menyerahkan surat ijin masuk.
″Terima kasih, Bu″, Mamat melangkah ke bangkunya sambil sesekali matanya mencuri pandang ke arah Latifah, dan dia mendesah saat gadis berjilbab putih itu tetap menunduk. Ah...
****
Saat istirahat, setangkai mawar tergeletak di atas bangku Latifah. Latifah, gadis manis, cerdas, sopan dan pendiam itu hanya tersenyum sambil mencium mawar itu sekilas, tak ada riak terkejut mendapati setangkai mawar itu di sana, karena sudah beberapa kali seseorang yang entah siapa meletakkan mawar di bangkunya. Kelas dalam keadaan sepi, hanya dua anak yang sibuk mengerjakan tugas kimia yang berada di kelas. Latifah memasukkan mawar itu ke dalam tasnya dan hendak melangkah keluar, tetapi seseorang menahan langkahnya.
″Kamu suka mawar itu, Latif ? ″ Latifah tengadah, memandang orang yang menhalangi langkahnya, sekilas.
″Kamu...Mat?. apakah kamu yang meletakkan mawar-mawar itu?″ tanya Latifah terkejut setengah mati, mengetahui si misterius pemberi mawar.
″Kalau ya kenapa ? Kalau tidak kenapa ? canda Mamat menirukan iklan.
Latifah tersenyum.
″Em...kamu tidak suka mawar ?″ Latifah mengeleng dan menunduk makin dalam.
Terbayang kembali masa lalu yang semu, seperti sebuah film yang diputar kembali di depannya. Kisah sedih yang membuatnya terluka teramat dalam. Setiap malam Minggu, Rendy selalu membawakan setangkai mawar merah untuknya, Latifah yang lugu memaknai mawar itu sebagai lambang kasih dan setia milik Rendy untuknya, tetapi mawar itu tak mampu menjelaskan apapun ketika ia melihat Rendy juga memberikannya pada Maya. Ah, bodohnya ia kenapa mempercayai setangkai bunga mawar.
″Aku bela-belain sampai terlambat mencari mawar itu, Latif″