Mohon tunggu...
Anisa Lastari
Anisa Lastari Mohon Tunggu... Story hunter

Menulis adalah validasi diri. -Pramoedya Ananta Toer-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Benarkah Cancel Culture Tidak Laku di Indonesia?

12 Februari 2025   10:17 Diperbarui: 13 Februari 2025   08:22 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cancel Culture (Sumber: Pexels/Markus Winkler)

Belakangan istilah cancel culture menjadi familier di tengah masyarakat Indonesia, terutama warganet yang memopulerkan istilah tersebut dalam berbagai ruang percakapan digital. 

Cancel culture merupakan fenomena yang mencerminkan kekuatan media sosial dalam membentuk opini publik dan menuntut akuntabilitas.

Apa Itu Cancel Culture?

Cancel culture adalah fenomena sosial di mana seseorang atau suatu entitas (misalnya selebritas, tokoh publik, atau merek) mengalami boikot atau pengucilan akibat tindakan atau pernyataan yang dianggap tidak pantas atau kontroversial. 

Fenomena ini banyak terjadi di media sosial, di mana opini publik dapat dengan cepat membentuk gelombang kritik yang berdampak besar.

Sejarah dan Perkembangan

Konsep cancel culture mulai populer pada era 2010-an, seiring dengan meningkatnya kekuatan media sosial dalam membentuk opini publik. 

Awalnya, fenomena ini berkembang sebagai bentuk akuntabilitas sosial, di mana individu atau organisasi yang melakukan kesalahan dimintai pertanggungjawaban oleh masyarakat. 

Namun, seiring berjalannya waktu, cancel culture juga mendapat kritik karena dianggap berlebihan dan tidak selalu memberikan ruang bagi individu untuk memperbaiki kesalahan mereka.

Dampak Positif Cancel Culture

Meski terkesan menyeramkan, cancel culture  memiliki dampak positif dalam kehidupan sosial. Berikut beberapa dampak positif cancel culture:

  • Akuntabilitas Sosial

Cancel culture dapat menjadi alat untuk menuntut pertanggungjawaban dari tokoh publik atau perusahaan yang melakukan tindakan tidak etis.

  • Kesadaran Sosial

Fenomena ini membantu meningkatkan kesadaran tentang berbagai isu sosial seperti rasisme, seksisme, dan pelecehan seksual.

  • Perubahan Perilaku

Dengan adanya cancel culture, individu dan perusahaan menjadi lebih berhati-hati dalam bersikap dan berbicara di ruang publik.

Dampak Negatif Cancel Culture

Cancel culture juga memiliki dampak negatif yang membahayakan bila tidak disikapi secara bijak. Berikut dampak negatif yang dapat ditimbulkan:

  • Hilangnya Kesempatan untuk Menebus Kesalahan

Seseorang yang telah terkena cancel culture sering kali kesulitan mendapatkan kesempatan kedua meskipun telah meminta maaf atau berusaha memperbaiki diri.

  • Trial by Social Media 

Opini publik di media sosial sering kali terbentuk tanpa investigasi yang mendalam, sehingga seseorang bisa dihukum secara tidak adil. 

Kecepatan informasi kadang tidak dibarengi data valid sehingga hoaks merajalela dan bisa jadi merugikan seseorang atas pemberitaan yang salah dan merugikan.

  • Efek Psikologis

Individu yang terkena cancel culture dapat mengalami tekanan mental, kecemasan, hingga depresi akibat serangan dan hujatan di media sosial. 

Seperti yang kita tahu, kita hidup di era personality branding menjadi amat penting dan bisa jadi menentukan kehidupan seseorang. Perasaan cemas karena kehilangan simpati publik bisa jadi mendorong seseorang terpuruk dan melakukan hal-hal nekat.

Public Figure yang Pernah Mengalami Cancel Culture

Beberapa tokoh publik, baik di Indonesia maupun luar negeri pernah mengalami cancel culture. Berikut daftarnya.

  • J.K. Rowling, penulis Harry Potter yang mengalami cancel culture akibat komentarnya yang dianggap transphobic.
  • Kevin Hart, komedian dan aktor yang batal menjadi pembawa acara Oscar karena cuitan lamanya yang dianggap homophobic.
  • Kanye West, rapper yang menghadapi cancel culture setelah berbagai komentar kontroversial mengenai politik dan isu sosial.
  • Jerinx SID, musisi yang pernah menghadapi cancel culture sekaligus tuntuntan hukum karena pernyataannya mengenai COVID-19 dan vaksinasi.
  • Gofar Hilman, penyiar radio dan influencer yang dikecam akibat tuduhan pelecehan seksual. Di akhir cerita, "korban" meminta maaf dan mengklarifikasi bahwa tuduhannya tidak benar.
  • Saipul Jamil, penyanyi dangdut yang mendapat kecaman dan boikot setelah bebas dari penjara karena kasus pelecehan seksual.
  • Abidzar Al Ghifari, pemain film yang baru-baru ini menuai kontroversi karena dianggap arogan dan kurang beretika. Film terbarunya diberitakan sepi penonton akibat reaksi masyarakat terhadap perilakunya.

Meski cancel culture dialamatkan pada tokoh-tokoh tersebut, tidak sedikit yang masih memberi dukungan bahkan membela. Masyarakat Indonesia terkenal pemaaf meskipun seringnya fomo (fear of missing out) terkait isu yang sedang naik daun.

Cukup mudah menghindari cancel culture di Indonesia. Cara ini bahkan sudah terbukti berhasil diterapkan oleh beberapa selebritas kontroversial dalam negeri. Syaratnya hanya satu, tunjukkan penyesalan.

Saat permasalahan sedang memuncak, segera ambil langkah meminta maaf dan tunjukkan penyesalan mendalam. Selanjutnya, cukup menghilang beberapa waktu dari peredaran. 

Kalau bisa selama waktu-waktu tersebut, posting kegiatan-kegiatan positif di media sosial untuk membangun branding. Jangan pernah sekali pun membela diri apalagi mempertontonkan arogansi di depan khalayak.

Lalu, perlahan-lahan mulailah kembali tampil di muka publik dengan "packaging" yang lebih baik. Tunjukkan bahwa kesalahan yang dilakukan menjadi pelajaran berharga. 

Bisa ditebak yang terjadi selanjutnya, masyarakat akan membuka pintu maaf dan kembali memberi dukungan, seolah-olah masalah yang dulu muncul tidak pernah ada.

Masyarakat Indonesia pada umumnya memang baik hati dan pemaaf. "Kalau Tuhan saja memaafkan, mengapa kita harus mendendam?" Begitu kira-kira slogannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun