Mohon tunggu...
anindyaputrid
anindyaputrid Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang mahasiswi yang menyukai bahasa dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Dibalik 'Hati-hati Ibu!': Kajian Pragmatik terhadap Video yang Viral di Tiktok

14 Juni 2025   15:29 Diperbarui: 14 Juni 2025   15:29 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tiktok @juraganlemon24

Padahal, menurut Yule (1996), presuposisi adalah asumsi yang dianggap benar oleh pembicara dan pendengar, meski belum tentu disepakati bersama. Dalam kasus ini, Ibu pembeli membawa asumsi pribadinya tentang makna "hati-hati" tanpa memahami maksud sebenarnya dari Ibu penjual, sehingga terjadi kesalahpahaman.

Lebih lanjut, terdapat pula aspek implikatur dalam ujaran sang Ibu pembeli. Menurut Grice (1975), implikatur terjadi ketika makna yang dimaksud oleh penutur tidak sepenuhnya tersurat, melainkan tersirat berdasarkan konteks dan prinsip kerja sama. Misalnya, ketika ia berkata "Kamu teroris ISIS bukan?" yang secara literal berupa pertanyaan, namun secara implikatur justru dimaksudkan sebagai bentuk kecaman atau tuduhan terselubung.

Keseluruhan peristiwa ini juga dapat dibaca sebagai kegagalan dalam menjaga kesantunan berbahasa. Leech (1983) menjelaskan bahwa kesantunan bukan hanya tentang kata-kata yang digunakan, tetapi juga tentang menjaga hubungan sosial yang harmonis. Dalam kasus ini, ucapan sederhana yang bermaksud baik berubah menjadi konflik karena perbedaan interpretasi, kurangnya konteks bersama (shared context), dan emosi yang tidak terkendali.

Pada akhirnya, kejadian ini menunjukkan bahwa dalam komunikasi sehari-hari, bahkan frasa yang dianggap "biasa" pun dapat memicu konflik jika tidak dikelola dengan sensitivitas pragmatik. Penting untuk memahami bahwa kata-kata membawa makna lebih dari yang terlihat, dan bahwa keberhasilan komunikasi sangat ditentukan oleh kemampuan kita membaca konteks, asumsi, dan niat di balik sebuah tuturan.

Selain dari pendekatan teoritis, penting juga melihat bagaimana makna frasa ini tertanam dalam budaya Indonesia. Secara harfiah, frasa "hati-hati" dalam bahasa Inggris berarti "be careful," "take care," atau "precautionary"---semuanya mengarah pada makna kehati-hatian, kepedulian, dan perlindungan dari bahaya (Cambridge University Press, n,d). Tidak ada satupun definisi dalam kamus yang menyiratkan makna negatif, mengancam, atau berkaitan dengan kekerasan. Artinya, secara makna dasar saja, frasa ini sudah membawa konotasi yang netral bahkan cenderung positif.

Kalau kita telusuri lebih dalam, kata "hati" dalam bahasa Indonesia punya muatan budaya dan emosional yang sangat kuat. Banyak idiom yang menggunakan kata ini untuk menggambarkan perasaan dan sifat manusia, seperti "jatuh hati" untuk cinta, "rendah hati" untuk kerendahan diri, "tinggi hati" untuk kesombongan, hingga "makan hati" untuk rasa kecewa atau sakit hati (Niswi, 2022). Dari sini terlihat bahwa kata "hati" bukan cuma bagian dari kosakata, tapi juga mencerminkan cara berpikir dan merasa dalam budaya kita. Jadi wajar kalau frasa "hati-hati" juga punya tempat yang spesial dalam kebiasaan tutur masyarakat Indonesia.

Dalam kehidupan sehari-hari, "hati-hati" sering kita dengar saat lagi berpisah sama orang lain. Entah itu ke teman, pasangan, keluarga, atau bahkan ke orang asing---ucapan ini jadi semacam doa kecil yang penuh harapan baik. Fungsinya setara dengan ucapan "take care" atau "be careful" dalam budaya Barat, yang esensinya adalah perhatian dan empati, bukan tuduhan, hinaan, apalagi bentuk penyerangan (IndonesianPod101, 2011). Di Indonesia, frasa ini berdiri sejajar dengan salam perpisahan lainnya seperti "selamat jalan," "sampai jumpa," atau "sampai nanti", semuanya mencerminkan kehangatan dan keakraban (Saxena, n.d.).

Selain itu, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa frasa "hati-hati" berkaitan dengan retorika radikal atau dikaitkan dengan kelompok teroris. Tuduhan semacam itu tidak hanya keliru, tapi juga berpotensi menyesatkan publik dan memperkeruh suasana sosial. Justru, "hati-hati" adalah ungkapan tulus yang sudah sangat mengakar dalam budaya tutur Indonesia. Ucapan ini menyampaikan kepedulian dan harapan agar orang lain sampai tujuan dengan selamat. Kalau ditarik ke fungsi sosialnya, jelas bahwa frasa ini punya peran penting dalam memperkuat hubungan antarmanusia dalam interaksi sehari-hari. Dan karenanya, menarik frasa ini ke wilayah tafsir ekstrem jelas merupakan tindakan yang terlalu jauh dan sangat tidak berdasar.

Penilaian bahwa kata "hati-hati" berkaitan dengan ISIS jelas tak berdasar. Tidak ada temuan dalam Country Reports on Terrorism 2022 dari Departemen Luar Negeri AS yang menyebut frasa umum seperti itu pernah dipakai kelompok ekstremis di Indonesia (Department of State, 2023). Bahkan, dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa propaganda ISIS di Indonesia lebih banyak menggunakan media daring, seperti majalah online, media sosial, dan situs khusus untuk menyebarkan ideologi mereka (Aly, Macdonald, Jarvis, & Chen, 2017; Badawy & Ferrara, 2017). Itu artinya, kalau pun terjadi upaya penyusupan bahasa ekstrem ke ranah publik, mereka memakai strategi yang kompleks, bukan sekadar mengubah makna frasa "hati-hati".

Selain itu, studi akademik oleh Tasnim (2023) tentang propaganda dan radikalisasi secara online menegaskan bahwa bahasa radikal biasanya dikemas berlapis lewat ujaran teologis, video retorik kontekstual, atau narasi ideologis yang eksplisit. Artinya, kata umum tanpa konotasi ideologis seperti "hati-hati", bukan target utama strategi propaganda. Sebaliknya, mereka menyasar kalangan tertentu menggunakan istilah-istilah eksklusif atau simbol-simbol khusus (Suheri, 2023).

Secara ringkas, mengaitkan "hati-hati" dengan ISIS adalah bentuk kesalahan tafsir pragmatik. Mengubah makna budaya frasa yang sudah lazim itu menjadi narasi ekstrem memerlukan bukti konkret, yang sampai sekarang tidak ada. Jadi tuduhan tersebut bukan hanya "ngawur", tapi juga bisa memperkeruh suasana sosial tanpa dasar yang jelas (Syamsurrijal et al., 2024).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun