Namun, seperti teori ekonomi lainnya, Sumitronomics hanya akan berhasil bila dijalankan dengan disiplin, transparansi, dan integritas.
Pemerintah harus berani memangkas birokrasi, memperkuat pajak, menjaga defisit, dan memastikan anggaran publik digunakan produktif, bukan konsumtif. Sementara sektor swasta perlu lebih inovatif dan berorientasi ekspor, bukan sekadar bermain di pasar konsumsi domestik.
Jika terlalu condong ke negara, risiko utang meningkat. Tapi bila menyerahkan sepenuhnya pada pasar, pemerataan akan terabaikan. Tantangan terbesar Sumitronomics sendiri adalah menemukan titik keseimbangan antara pertumbuhan cepat dan pemerataan berkelanjutan.
Jika keseimbangan ini berhasil, Indonesia bisa meniru jejak Korea Selatan, dari negara berkembang menjadi ekonomi industri kuat dalam waktu dua generasi. Tapi jika tidak, kita akan tetap berada di "zona nyaman" middle income trap, dengan ekonomi yang tumbuh tapi tak pernah benar-benar lepas landas.
Selain itu, pemerintah juga harus belajar dari masa lalu. Dulu, saat sektor manufaktur kuat, Indonesia pernah mencatat pertumbuhan dua digit. Tapi ketika industri dilemahkan oleh impor besar-besaran dan minim inovasi, kita kembali tertahan. Maka, hilirisasi yang kini digalakkan harus benar-benar menghidupkan manufaktur dalam negeri, bukan sekadar ekspor bahan mentah dengan label baru.
Sumitronomics memang menawarkan arah baru bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Tapi sehebat apapun konsepnya, tidak akan berarti jika tidak dijalankan dengan komitmen, kejujuran, dan keberpihakan pada rakyat kecil.
Negara maju bukan hanya soal angka PDB tinggi, tapi tentang bagaimana setiap warganya hidup sejahtera, produktif, dan punya kesempatan yang sama untuk tumbuh.
Jika Sumitronomics mampu menyalakan dua mesin ekonomi (pemerintah dan swasta) dengan keseimbangan bijak, maka bukan mustahil Indonesia akhirnya keluar dari middle income trap dan benar-benar berdiri sejajar dengan negara maju lainnya.
Harapan kita sederhana: semoga konsep Sumitronomics benar-benar bisa menjadi jembatan keluar dari middle income trap, bukan sekadar slogan politik yang akan terlupakan, tapi menjadi semangat nyata untuk membangun negeri.Karena seperti kata pepatah lama,
"Negara yang kuat bukan karena kaya sumber daya, melainkan karena kaya ide dan niat untuk membangunnya."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI