Sebaliknya, pada era Presiden Joko Widodo, mesin ekonomi lebih banyak digerakkan oleh pemerintah (state-driven economy) dengan fokus utama pada pemerataan pembangunan dan percepatan infrastruktur. Namun, konsekuensi dari strategi ini adalah meningkatnya beban fiskal seperti defisit APBN naik dari 1,18% pada era SBY menjadi 2,86%, rasio utang meningkat, penerimaan pajak menurun, dan ruang fiskal pemerintah semakin sempit.
Singkatnya, mesin ekonomi kita bekerja, tapi tidak seimbang. Ketika sektor swasta tumbuh, pemerataan lemah. Saat pemerintah aktif, pertumbuhan justru melambat. Dengan kata lain, dua mesin ekonomi itu (swasta dan negara) berjalan sendiri-sendiri, belum dalam harmoni yang saling melengkapi.
Di sinilah muncul konsep Sumitronomics, strategi ekonomi yang mulai diperbincangkan lagi sejak Menteri Keuangan saat ini menggagas arah baru pembangunan nasional.
Istilah ini terinspirasi dari Prof. Sumitro Djojohadikusumo, ekonom besar Indonesia, Menteri Keuangan era Soeharto, sekaligus ayah dari Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Dalam rapat paripurna DPR RI mengenai RUU APBN 2026 (23 September 2025), Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan arah baru pembangunan ekonomi berbasis Sumitronomics, Â strategi yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi tinggi, pemerataan pembangunan, dan stabilitas nasional yang dinamis.
Beliau menilai sinergi antara kebijakan fiskal, sektor keuangan, dan iklim investasi penting agar Indonesia mampu menembus pertumbuhan ekonomi di atas 6%, bahkan menargetkan hingga 8%Â dalam jangka menengah.
Sumitronomics menekankan pentingnya keseimbangan antara dua mesin utama ekonomi, yaitu mesin swasta (private sector) yang berperan mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui inovasi dan produktivitas, serta mesin negara/pemerintah (state-driven sector)Â yang bertugas memastikan pemerataan hasil pembangunan dan menjaga stabilitas nasional agar pertumbuhan tersebut berkelanjutan dan inklusif.
Tujuannya sederhana namun penting yaitu "Menciptakan stabilitas nasional yang dinamis, ekonomi yang tumbuh cepat sekaligus merata."
Jika dijalankan seimbang, strategi ini dapat menjadi jembatan antara kecepatan pertumbuhan dan keadilan sosial. Inilah yang disebut Sumitronomics: harmoni antara kekuatan pasar dan peran negara.
Kenapa Konsep Ini Penting Sekarang? Indonesia berada di titik krusial. Kita punya sumber daya alam besar, bonus demografi masih menguntungkan, dan infrastruktur sudah jauh lebih baik. Namun, bila pertumbuhan ekonomi tetap di kisaran 5%, butuh hampir 100 tahun untuk naik kelas jadi negara maju.
Konsep Sumitronomics mencoba mempercepatnya dengan dua langkah utama: Menghidupkan kembali sektor manufaktur dan industri bernilai tambah tinggi, bukan sekadar mengandalkan ekspor bahan mentah. Serta menggerakkan investasi swasta dan belanja negara secara seimbang agar pertumbuhan ekonomi berlangsung cepat namun tetap inklusif dan merata.
Artinya, pemerintah dan swasta tidak lagi berjalan di dua jalur terpisah. Negara menciptakan iklim yang kondusif, efisien, dan adil. Sementara swasta, menjadi motor penggerak inovasi, lapangan kerja, dan ekspor bernilai tinggi.