Menjadi obyek tulisan, tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Apalagi ini menyangkut keseharian yang akan dikompetisikan. Untuk sebuah perjalanan umroh.
Biasanya, saya diwawancara karena kegiatan literasi yang memang  aktif saya lakukan. Lalu jurnalis itu menulisnya di media, koran salah satunya.
Kali ini kawan saya, sahabat kompasianer saya, guru dan penulis dari Blitar, Enik Rusmiati mengajukan izin ingin menulis tentang saya. Tidak untuk prestasi --kalau boleh saya katakan demikian -- di bidang penulisan, seperti yang biasa ditulis orang tentang saya, tapi karena kehidupan sehari-hari.
Padahal tak ada yang istimewa dari rutinitas ini. Banyak orang mengalami, sama seperti ibu-ibu single parent yang lain. Hanya saya berada di antara orang pinggiran lebih tepatnya. Ya, saya adalah bagian dari mereka. Yang untuk makan sehari-hari harus berpeluh keringat. Datar, hambar, tidak ada hal menarik untuk diceritakan.
Tetapi bu Enik ngotot, dia ingin mengangkat kisah saya dalam sebuah tulisan, diikutkan kompetisi tokoh inspiratif untuk memperoleh tiket umroh.
Berawal dari sapa sorenya kala bulan puasa Ramadhan waktu itu, saat Malang Raya harus menjalani PSBB, Pembatasan Sosial Berskala Besar.
"Lagi opo mbak?" (Sedang apa)
Tidak saya jawab langsung karena riweuh. Maka satu foto saya minta seseorang mengambilkan. Saya kirim padanya.
Foto yang menggambarkan saya sedang berjualan makanan dan minuman keliling kampung.
Pertanyaan dengan nada heran dia sampaikan.