Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Desa Rejosari Kraton, dari "WTS" hingga "CTR"

19 Maret 2020   11:53 Diperbarui: 19 Maret 2020   21:39 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. M Awaluddin Adam, doc istimewa


 Sesuatu  yang tak lazim,  memang akan diperhatikan, lekat di kepala, berkesan dalam ingatan.  Termasuk pilihan akronim,  kepanjangan singkatan.  Hanya demi mudah diingat, orang rela menabrak kelayakan. Ini yang saya temukan di desa Rejosari Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan Jatim.Satu tempat  diberi nama WTS oleh kepala desanya H. Rofiq.  

Ini membuat saya tersedak saat saya diberi suguhan minuman. Terbelalak mata saya menatap Pak Inggih, panggilan untuk  Kepala Desa yang masih muda dan patut dilihat mata itu. Dia tersenyum,  sambil buru-buru minta maaf. Lalu menjelaskan maksudnya.  

Anis Hidayatie, doc.pri
Anis Hidayatie, doc.pri
"WTS itu singkatan bu,  Warung Tengah Sawah.  Satu tempat yang saya bangun untuk memancing warga datang ke sana. Ada kegiatan perekonomian,  tidak harus keluar desa untuk sekedar menikmati kuliner sambil melihat pemandangan alam."

Owh begitu. Penasaran, saya datang menyaksikan.  Betul ada warung di sana,  tapi bukan di tengah seperti singkatannya, melainkan di pinggir jalan raya. Warung Bakso  dan es degan ada di sana.  Dengan tampilan  ala kadarnya. Asal diberi atap,  dan papan atau bangku untuk duduk sudah.

Ramai memang,  banyak orang membeli. Dilayani warga,  dengan customer warga pula.  Saya menikmati, asik pula melihat pemandangan hamparan padi ditingkah terbenam matahari. Senja yang eksotis.  Saya menikmati. Semangkuk bakso panas dengan isi penthol besar dan tahu goreng lalu ada minuman air kelapa muda menjadi pencuci mulut. Memenuhi perut,  tak ingin makan lagi.

Senyum mengembang tersungging di bibir Pak Inggi Rofik, panggilan akrab penguasa desa Rejosari. "Jadi begini bu,  yang saya lakukan ini adalah memikat. Ada warung, ada kegiatan warga disini. Nanti rencana saya,  akan saya buatkan yang benar-benar di tengah sawah. Sesuai dengan sebutannnya. WTS,  Warung Tengah Sawah."

Anis Hidayatie, doc. pri | Kades H. Rofik ( bertopi) menjelaskan dengan senyum tentang WTS pada tim pengembangan desa wisata, Fatur, bu Lestari, dan saya
Anis Hidayatie, doc. pri | Kades H. Rofik ( bertopi) menjelaskan dengan senyum tentang WTS pada tim pengembangan desa wisata, Fatur, bu Lestari, dan saya
 Ih,  sungguh tak nyaman telinga saya mendengar. Apa an sih,  singkatan begitu amat. Risih menjalari pori-pori. Hingga dia jelaskan maunya untuk membangun lokasi wisata di desanya. Berbasis kepentingan warga. Dari rakyat,  untuk keuntungan rakyat pula.  Agar ada alternatif penghasilan. Supaya tidak berebut miskin ketika ada pendataan. Dengan alasan lazim. Miskin karena hanya mengandalkan penghasilan dari pertanian.

Itulah yang menjadi pemikiran Kades,  Kepala Desa. Saya tertegun karenannya,  ide itu untuk  warga bukan untuk kepentingan dirinya.  Maka, saya yang diajak pak Kades berbincang tentang kemungkinan mengadakan destinasi wisata desa segera saja berpikir keras. Apa yang bisa saya lakukan untuknya. Dalam kapasitas  sebagai penulis,  jurnalis juga freelance tourguide.

Ajakan teman HPI, Himpunan Pariwisata Indonesia, Ojin untuk ikut mewujudkan keinginan Kades saya setujui.  Segera observasi,  menginventarisir hal- hal yang bisa ditawarkan menjadi  obyek wisata. Mulai dari keberadaan WTS --duh,  sungguh tak nyaman benar menyebut singkatan itu,  harus diganti saya akan usulkan pada Kades untuk ini--,  kekayaan alam yang dimiliki --bentang sawah indah--, profesi berbeda warga --petani jamur dan pelukis bakar,  fire painting--hingga kemungkinan menjadikan satu lokasi angker yang warga enggan menginjaknya menjadi kawasan wisata permanen. Layak jual sebagaimana destinasi daerah lain.

Selain 7 konsep yang saya utarakan pada rapat desa, seperti yang saya tulis di Kompasiana , Selasa,  18/3/2020, ada satu hal yang tak terpisahkan dan muncul di benak Dr. Moh. Awaludin Adam, MP. dosen Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Ibrahimy Situbondo.  Yakni memanfaatkan daya ke magis an daerah angker tersebut. Yang di sana tetiba muncul kepala masjid.  Hanya kepalanya saja tanpa badan.  Kubah tanpa bangunan. Tak ada yang tahu siapa yang meletakkan. Masyarakat tiada yang berani mendatangi.

Dr. Moh. Awaluddin Adam MP doc. pri | Play Ground, salah satu yang disukai Pak Kades H. Rofik
Dr. Moh. Awaluddin Adam MP doc. pri | Play Ground, salah satu yang disukai Pak Kades H. Rofik
Dr.  Moh. Awaludin Adam, MP.  yang memunculkan ide membuat Cafe Tiban. Pak Adam menyebutnya CTR,  Cafe Tiban Rejosari. Sebuah kafe yang terletak di kawasan yang dianggap angker,  karena tiba- tiba ada satu kepala masjid di sana. CTR inilah yang akan menjadi lokomotif penggerak perkembangan ekonomi masyarakat desa Rejosari yang didalamnya mencakup wisata kuliner khas desa Rejosari, wisata pemancingan, wisata edukasi dan sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun