Lapak ibu penjual kopi (sumber foto : Dokumen pribadi)
Jati dirinya belum juga ditemukan, entah dimana terakhir kali Lelaki itu meletakkannya. Dirinya sendiri pun lupa akan hal itu. Berbagai rasa coba ia pungkiri, menjauh dari keramaian, coba menestapai keadaan dengan rokok yang tinggal sebatang.Â
Kepercayaan dirinya mulai luntur seiring jarum jam terus berdetak sebelum baterai habis menyedot tenaga. Jati dirinya tak lagi bisa ia temui, seingatnya, ia masih menyimpannya rapat di dalam lemari dengan kunci yang selalu dibawa kemanapun ia beranjak pergi.Â
Satu per satu Lelaki itu coba mengingat kembali, mencari tempat berteduh saat sepeda motor perjuangan nya sudah tak sanggup menerima derasnya guyuran air dari langit. Lelaki itu memacu kendaraan nya di kecepatan 80 Kilometer, kepalanya tak fokus kedepan, tengak-tengok ke kanan dan kiri mencari tempat untuk duduk sembari menunggu air deras berhenti.Â
Tak sampai setengah jam ia mencari, ditemukannya satu tempat. Lelaki itu menghidupkan sein sepeda motornya ke arah kiri, lalu diarahkan nya sepeda motor itu ke tempat tujuannya. Yah.. Lelaki itu berteduh.Â
Mesin motor dimatikan, lalu standart motor ia turunkan. Dengan kedua sepatu berwarna biru yang sudah penuh dengan percikan lumpur ia bergegas lari ke tempat berteduh. Tepat di bawah warung kopi ia mengistirahatkan raganya. Satu kopi pahit panas ia pesan kepada si penjaga warung yang sudah renta.Â
'Buk kopi hitam pahit satu' ucapnya.Â
'Oh iya mas, sebentar' sahut ibu itu sembari melepas senyum manis.Â
Lelaki itu kemudian merogoh tas kecil yang selalu ia gendong, slerekan tas ia buka, tangannya merogoh sembari matanya ikut mencari. Apa yang ia cari? Yah.. rokok.Â
Tak lama mencari rokok dan ditemukan, Lelaki itu kemudian baru sadar, rokok terakhir sudah dihisap sewaktu ia bekerja. Mimik wajahnya seketika berubah, Lelaki itu nampak khawatir. Apalah jadinya ketika Kopi yang sudah tiba, nantinya tak bersanding dengan pasangannya, yakni rokok.Â