Lelaki itu terlahir kembali, menjadi pribadi yang lain, bukan dirinya yang sebenarnya. Meninggalkan bukanlah sebuah keputusan yang tepat, terlebih sang kekasih setiap harinya semakin menarik perhatian lelaki lain.Â
Terkadang, dalam hatinya ada rasa menyesal yang begitu dalam, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hanya menyayat luka setiap mengingat, tanpa pernah disadari hal itulah yang membuat ia makin terpuruk.Â
Lelaki itu menikmati nestapa yang diciptakannya sendiri. Mengapa dahulu sang kekasih ditinggalkan begitu saja karena sebuah hal sepele, padahal sebenarnya begitu mudah untuk dicarikan solusi.Â
Amarah yang menyala kala itu, sudah tak bisa dibendung, sikap, karakter dan sifat sang kekasih dijadikan pancingan agar lelaki itu bisa meninggalkan kekasihnya dalam kesepian.Â
Setelah tersadar, barulah ia menyesal, lelaki itu bak kursi kosong tanpa pemilik, berdebu dan tak ada yang mau merawat dan membersihkan dari debu.Â
Nestapanya semakin menjadi, ketika mendengar sekelebat kabar jika sang mantan kekasih dekat dengan orang lain. Marah, sedih, cemburu bercampur jadi satu dalam benaknya.Â
Ingin mencoba melarang, tapi sepintas ia sadar, bahwa ia bukan satu sosok yang spesial lagi.Â
Paras manis sang kekasih kini hampir menjadi milik orang lain, tinggal menunggu waktu saja sampai akhirnya lelaki itu melepaskan semua masa lalu indah yang diukir dalam.Â
Kemampuannya untuk berdiplomasi soal cinta seolah tak berguna, menunjukkan ia sudah rapuh, tak mampu berdiri di kaki sendiri.Â
Rusuk yang semula ia kira adalah rusuk yang hilang, ternyata bukan kepunyaannya. Ketika sang mantan kekasih akhirnya dimiliki orang lain, yang terlintas dalam pikirannya hanyalah sebuah kata 'Selamat Tinggal dan Selamat Bahagia'. Nestapa kian menyemai dalam dirinya, tak mampu dibendung.Â