Mohon tunggu...
Anggie D. Widowati
Anggie D. Widowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Psikolog, Pegiat Literasi

Penulis Novel: Ibuku(Tidak)Gila, Laras, Langit Merah Jakarta | Psikolog | Mantan Wartawan Jawa Pos, | http://www.anggiedwidowati.com | @anggiedwidowati | Literasi Bintaro (Founder)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kehampaan Linda

14 Januari 2018   06:03 Diperbarui: 14 Januari 2018   08:32 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Menderita? Plis deh, kamu punya pekerjaan dan karir yang bagus, kamu punya suami yang sukses dan tiga anak-anakmu cantik, ganteng dan sehat-sehat."

"Selama ini aku selalu bersembunyi di situ. Aku berusaha mensyukuri apa yang aku miliki, aku menyerahkan semuanya kepada Tuhan."

Matanya berkaca-kaca. Aku meraih tisu dan aku berikan kepadanya. Tangan-tangan mungilnya meraih tisu itu, lalu mulai mengusap air matanya dengan lembaran putih itu. Aku menunduk. Mengiris croisant dan mengalihkan pandanganku dari isakan tangisnya.

Jujur saja,  aku merasa sedikit asing dengan Linda kali ini. Selama ini, Linda yang aku kenal adalah seorang perempuan yang periang, ramah dan pandai bergaul. Temannya sangat banyak dan mereka sangat menyayangi Linda. Keceriaannya selalu merubah situasi yang buruk menjadi sangat indah, dimana pun dia berada.

Tetapi kali ini, dia menangis terisak-isak. Berkali-kali bibirnya mengatup menahan perih. Aku tak tahu harus bagaimana. Aku pernah berbincang dengan seorang psikolog, bila berhadapan orang yang sedang bersedih, biarkan saja dia menangis sepuasnya, sebab menangis adalah salah satu cara untuk melepaskan kekesalan. Karena itu aku diam saja, menunggu sampai tangisnya mereda.

"Suzan, aku merasa hidupku hampa," tuturnya.


Aku memandanginya. Masih diam. Fokus pada pembicaraannya. Matanya mengisyaratkan beban. Dan mata itu seakan menutup sebuah rahasia yang ingin disembunyikannya sendiri. Tetapi siapa yang sanggup menanggungkan beban penderitaan itu sendiri. Sebagai istri, harusnya pasangan hidup mampu menjadi pendamping dalam suka dan duka, tetapi kalau masalah justru muncul dari suami, apa harus dikata.

"Apakah aku pernah cerita kalau Jo seorang pencemburu, Zan?"

Aku mengingat sejenak, lalu menggeleng.

"Semuanya berawal dari situ."

"Apa karena kamu terlalu ramah?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun