"Tentu saja aku tahu apa yang kamu pikirkan sejak pertama kali kita bertemu. Kutu, bukan? Di panti asuhan lama, di tenda pengungsian, aku sudah terbiasa dengan tatapan itu. Jadi aku memutuskan memintamu menyisir rambutku," Maryam berkata santai, dengan suara nyaring khasnya. (hlm. 82)
"Kita harus segera memperingatkan kota di hilir sungai, Komandan. Jika bendungan itu jebol, hanya butuh waktu dua jam, air bah tiba di sana."
Tapi bagaimana melakukannya? Komandan teda pengungsian menatap seluruh tenda. Hening, menyisakan suara hujan deras, guntur dan petir bersahut-sahutan.
"Kami yang akan ke sana, memberikan peringatan," Maryam berkata mantap. (hlm. 145-146)
"Aku sudah mempelajari protokol relawan," Maryam tidak menyerah. "Dalam kondisi tertentu, usia dini bisa diterima menjadi relawan."
Petugas itu mengangguk. "Kamu benar. Tapi itu dalam kasus yang sangat spesial. Ketika tidak ada relawan, kebutuhan sangat mendesak, situasi sangat darurat, dan situasi khusus lainnya."
"Ini situasi khusus," Maryam menjawab cepat. (hlm. 108)
Maryam merupakan seorang yang humoris dan sedikit jahil. Tak jarang ia menjahili Lail mengenai hubungan Lail dan Esok atau tentang hal lain. Maryam tak pernah kehilangan sifat humorisnya bahkan saat Lail mengabarkan suatu keadaan yang serius. Hal inilah yang membuat persahabatan mereka berjalan baik.
"Aku sepertinya butuh tidur cepat, Lail. Rambut kriboku akan mengembang tidak terkendali kalau aku semakin memikirkan ceritamu," Maryam akhirnya bicara.
Lail tersenyum. Maryam tidak pernah kehilangan selera humor dalam situasi apa pun. (hlm. 283)