Beberapa waktu lalu di sebuah media online sempat memuat berita mengenai Dylan Sada, model asal Indonesia yang diduga mengalami kekerasan oleh pasangannya. Model yang kini tengah berkarir di Amerika tersebut menunjukkan beberapa memar dan luka di tubunya, yang ia tunjukan di media sosialnya. Dylan juga mengaku dipukuli, dijambak, dan diikat oleh pasangannya. Kasus ini merupakan satu dari banyak kasus yang berhasil diungkapkan oleh si korban.
Kekerasan dalam sebuah hubungan selalu menjadi isu besar. Kenyataannya sebanyak dua ribuan kasus kekerasan dalam hubungan telah terjadi di Indonesia, seperti data yang diperoleh dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2017 lalu. Mengejutkan bukan?Â
Sayangnya beberapa perempuan masih belum sadar terhadap kekerasan tersebut. Dilansir dari CNNIndonesia berikut tiga tipe kekerasan dalam hubungan yang perlu untuk Anda ketahui, jika tidak ingin mengalami hal yang sama seperti Dylan.Â
Kekerasan Fisik. Biasanya kekerasan fisik lebih mudah terlihat dampaknya. Soalnya kekerasan fisik sering meninggalkan bekas. Beberapa korban kekerasan menutupi bekasnya misalnya dengan menggunakan make up, kerudung ataupun tato agar orang lain tidak melihatnya. Kekerasan fisik berupa menjambak, memukul, mencekik, menampar maupun melukai tubuh pasangan.Â
Kekerasan Seksual. Meraba bagian tubuh tertentu, memaksa melakukan hubungan seksual dan sejenisnya merupakan bentuk dari kekerasan seksual. Â Kekerasan seksual sendiri merupakan kekerasan yang dilakukan untuk memuaskan hasrat fisik dan verbal. Secara verbal misalnya membuat julukan atau gurauan porno yang sifatnya melecehkan atau menghina korban.
Kekerasan Emosional. Kekerasan satu ini menurut saya paling mengerikan. Mengapa? Sebab sifatnya tersembunyi dan korban paling sering tidak menyadari kekerasan satu ini. Bentuk kekerasan emosional misalnya mengancam, menghina, melontarkan julukan kasar, memarahi Anda di depan umum, dikontrol secara penuh seperti tidak boleh berhubungan dengan orang tertentu dan sebagainya. Kebanyakan korban baru menyadarinya ketika ia mulai merasa di teror, tertekan bahkan berkeinginan bunuh diri.Â
"Sebelum semuanya terlambat, sebagai perempuan sudah seharusnya kita bisa lebih tegas. Jangan terus mengikuti perasaan, sementara diri dan keselamatan terancam"