Mohon tunggu...
Angela Gina
Angela Gina Mohon Tunggu... Lainnya - Comm '18

Enjoy my writing! Appreciate any feedback.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Tren Baru Jurnalisme: Jurnalisme Pengecekan Fakta

25 Oktober 2020   23:46 Diperbarui: 25 Oktober 2020   23:48 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tau ga sih kalau misalnya jurnalis jaman sekarang udah kayak detektif loh! Eits tapi bukan seorang mencari penjahat ya.

Apakah kalian pernah mendengar tentang banjir informasi? Kalau belum, banjir informasi merupakan banyaknya informasi yang diterima oleh masyarakat melalui media sosial atau media berbasis internet. Adanya banjir informasi dapat membawa dampak negatif karena terdapat berita yang belum diketahui kebenarannya dan dapat dikatakan sebagai berita bohong atau hoax. Hal tersebut bukan hanya terjadi di Indonesia namun terjadi secara global. UNESCO menyadari bahwa pengecekan fakta merupakan "keterampilan abad ke-21" yang diperlukan.

Terdapat dua jejak historis yang menyebutkan awal kemunculan yang menjadi titik tolak perkembangan jurnalisme pengecekan fakta. Awalnya muncul fenomena "jurnalisme contong" ("muckracking journalism") pada awal abad ke-20 yang berarti jurnalisme mendalam untuk mengulas pemberitaan kontroversial dengan menggunakan laporan investigasi. Terdapat sumber lain yang menyebutkan bahwa praktik jurnalisme ini berkembang sejak era Ad-Watch Advertising yang mengaburkan wilayah jurnalisme dengan kampanye politik (Nurlatifah, 2019). Adanya jejak jurnalisme memberikan gambaran tentang proses pengecekan fakta melalui proses verifikasi dari berbagai data dan sumber informasi.

Pada tahun 2017, Duke Reporters Lab menghitung terdapat sebanyak 114 tim pemeriksa fakta aktif (Brandtzaeg and Folstad, 2017). Layanan pengecekan fakta merupakan individu atau organisasi yang menganalisis dan menentukan keakuratan klaim dan konten di domain publik dan memberi tahu pengguna tentang kredibilitas konten online. Pada skala global terdapat StopFake, FactCheck.org, Snopes, dan Google News yang menjadi layanan pengecekan fakta dengan menyediakan analisis dan penilaian klaim dan konten di domain publik.

Di Indonesia ada dua kategori organisasi pemeriksa data sampai saat ini. Kategori pertama merupakan organisasi media yang melakukan pemeriksaan fakta dengan menyediakan kanal khusus untuk fact- checking journalism, misalnya Tirto.id, Liputan6.com, Tempo.co yang sudah disetujui oleh International Fact Checking Network (IFCN). Lalu terdapat kategori kedua merupakan organisasi sosiasi, baik dari media maupun non media, misalnya CekFakta.com. Hadirnya CekFakta.com berkat kerja sama Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan 22 media publikasi.

Fenomena jurnalisme pengecekan fakta yang berkembang di Indonesia merupakan manifestasi dari organisasi hipermedia (Nurlatifah, 2019). Selain memberikan informasi yang akurat, jurnalisme pengecekan fakta juga melibatkan masyarakat dalam proses verifikasi informasi yang berlangsung. Terdapat pengguna yang merupakan pengakses, pembaca, dan penilai di dalam aplikasi digital yang menjadi ekosistem untuk menjembatani publik dan jurnalis. Tidak hanya sebaagai watchdog, platform informasi, edukasi, dan sebagainya, tetapi sistem media juga dibangun untuk mengembangkan dan memfasilitasi kecerdasan manusia.


Faktualitas dan verifikasi informasi pada platform jurnalisme merupakan jantung jurnalisme. Menurut kode etik jurnalistik Pasal 4, Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul sehingga jurnalis berkomitmen tinggi pada kebenaran. Kebenaran merupakan tujuan dari faktualitas. Melaporkan peristiwa yang sesuai dengan kejadian lapangan sehingga pembaca dapat memahami kronologi suatu peristiwa secara benar dan sistematis. Salah satu prinsip jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Adanya disiplin verifikasi membedakan jurnalisme dengan bentuk- bentuk komunikasi yang lain (Ishwara, 2005).

Seiring berjalannya waktu, pengecekan fakta bukan hanya sekedar aktivitas jurnalisme pada media digital, namun mendorong jurnalisme pengecekan fakta menjadi salah satu bentuk jurnalisme baru dalam jurnalisme digital. Jurnalisme pengecekan fakta bukanlah isu baru dalam perkembangan jurnalisme. Setiap proses jurnalisme pada dasarnya membutuhkan pengecekan fakta dan tetap berpegang pada nilai- nilai jurnalisme.

Cek Fakta Liputan6.com

Tangkapan layar dari www.liputan6.com/cek-fakta
Tangkapan layar dari www.liputan6.com/cek-fakta
Liputan6 menyadari bahwa untuk memerangi hoaks tidak bisa dilakukan sendiri oleh para jurnalis. Dengan memberikan literasi pada masyarakat luas, perang melawan hoaks dapat dilakukan secara masih dan lebih efektif. Liputan6 juga bekerja sama dengan semua pihak yang memiliki komitmen untuk memerangi hoaks. Pada Juli 2018, Cek Fakta Liputan6 bergabung dalam Jaringan Periksa Fakta Internasional atau IFCN dan Facebook. Selain itu juga bekerja sama dengan Google News Initiative dan 24 media nasional dalam CekFakta.com. Masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan mengirimkan email ke cek fakta liputan6.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun