Di tanah yang merah, di laut yang membiru,
Kita berdiri, tegak, di tahun delapan puluh,
Tujuh puluh sembilan tahun telah kita ukir,
Dengan darah, dengan keringat, dengan mimpi yang hidup.
Bung Karno berteriak di ujung angin,
“Merah putih tak pernah luruh!”
Namun, lihat, di sudut-sudut pasar,
Ada anak bangsa menjaja harapan yang rapuh.
Kemerdekaan bukan hanya bendera yang berkibar,
Bukan hanya lagu di pagi yang gemetar,
Ia adalah api di dada,
Yang membakar belenggu, yang menolak tunduk pada kuasa.
Di tahun ini, 2025,
Kita tatap cakrawala, langit tak lagi kelam,
Tapi bayang-bayang penjajah baru mengintip,
Dalam layar kaca, dalam janji-janji manis yang licin.
Wahai, Indonesia, tanah airku yang perwira,
Jangan biarkan kemerdekaan jadi dongeng semata,
Kita bukan penutur kata, kita pengukir nyata,
Dengan tangan, dengan hati, kita bangun cita.
Di sawah, di laut, di jalan-jalan berdebu,
Kita junjung martabat, kita tolak ratap pilu,
Kemerdekaan adalah kita, adalah nyanyi bersama,
Di bawah langit Nusantara, kita menari, kita menang!
~aR79~
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI