Mohon tunggu...
Andry Wibowo
Andry Wibowo Mohon Tunggu... Polisi - Salus populi suprema lex esto

Bergotong Royong Membangun Negeri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemolisian Kerumunan (Crowd Policing) pada Era Politik Pengerahan Massa

11 Oktober 2020   11:29 Diperbarui: 11 Oktober 2020   11:37 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Hampir dua puluh tujuh tahun penulis bertugas sebagai personel Polri setelah lulus dari Akademi Kepolisian tahun 1993. Dengan rentang waktu itu setidaknya penulis mengalami dua masa waktu sistem politik pemerintahan. 

Periode 1993-1999 adalah masa dimana polisi menjadi bagian dari ABRI sebagai kesatuan sistem politik Orde Baru. Pada masa ini stabilitas keamanan relatif terkendali. 

Isu keamanan hanya seputar pada persoalan separatisme yang terjadi di Aceh, Timor Timur dan Irian Jaya (kini disebut Papua). Sehingga kebijakan pemolisian diarahkan pada pemolisian yang bersifat rutin dan operasi kepolisian yang berkaitan dengan pengelolaan keamanan pada tiga wilayah tersebut .

Berikutnya hingga saat ini penulis bertugas dalam masa reformasi dan demokrasi, dimana dinamika politik dan konflik kekuasaan menjadi "driving force" utama yang mempengaruhi upaya pemolisian. 

Salah satu sebabnya adalah banyaknya aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan kerumunan massa yang diakibatkan oleh lahirnya kebijakan pemerintah, perumusan undang-undang, dan pemilihan umum.

Di masa kepemimpinan presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, ketika penulis menjabat sebagai Kepala Bagian Operasi Polres Jakarta Pusat pada tahun 2009-2010, tercatat hampir 2000-an kegiatan kerumunan massa disetiap bulannya. 

Aktivitas demonstrasi yang terjadi di wilayah hukum Jakarta Pusat dengan tujuan istana merdeka yang mengambil berbagai tema, mulai dari penuntasan kasus pelanggaran HAM (kegiatan kamisan) yang dilakukan oleh keluarga korban reformasi 98 yang dihadiri oleh 5-10 orang, sampai dengan demonstrasi penuntasan kasus bail out bank Century. 

Dalam ingatan penulis, aksi demonstrasi terkait dengan isu bank Century pernah mencapai puncaknya dengan pengumpulan massa sebanyak 80 hingga 120 ribu orang yang tesebar di 16 lokasi titik demonstrasi.

Dinamika situasi perkembangan masyarakat seperti ini terus terjadi tidak hanya di ibu kota Jakarta, tetapi menyebar di hampir seluruh kota besar di Indonesia. 

Aktivitas politik menggunakan massa seperti ini menjadi tradisi baru pasca reformasi, yang memiliki konsekuensi mahalnya pembiayaan baik dari sisi pengerahan massa maupun pengendaliannya.  

Sebagaimana yang terjadi saat penulis sebagai Kapolres Metro Jakarta Timur, terjadi mobilisasi massa dalam jumlah besar yang berkaitan dengan kasus penistaan agama Ahok, dimana kelompok 212 mengklaim menghadirkan hampir 1 juta massa di silang Monas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun