Whoosh juga menjadi contoh moda transportasi massal modern yang terintegrasi, membantu meningkatkan konektivitas antar-kota. Stasiunnya terhubung dengan sarana transportasi umum LRT, TransJakarta dan feeder commuter.
Inovasi dan layanan mempermudah akses pembelian tiket serta berbagai layanan rombongan, hingga edutrip dan kemudahan pembelian turut meningkatkan minat. Dan energi yang digunakan ramah lingkungan karena menggunakan listrik.
Keberadaan stasiun Whoosh menciptakan lapangan kerja dan pengembangan kawasan bisnis, hunian berikut fasilitas pendukung di sekitarnya, membawa dampak pertumbuhan ekonomi baru bagi UMKM.
Ditinjau seluruh aspek yang sudah dibahas, dari sisi ekonomi branding, Whoosh hingga saat ini cukup sukses, karena berhasil membangun citra transportasi modern dengan teknologi canggih, membawa nama Indonesia sebagai negara yang memilikinya di kancah internasional, sejajar dengan Jepang dan China.
Whoosh berdampak positif secara strategis dari sudut pandang sosial, politik, dan simbolik, bahkan ada wacana melanjutkan rute hingga kota Surabaya, artinya trayek awal menjadi fondasi  pembangunan berkelanjutan.
Rugi Besar dan Menjadi Beban
Lalu bagaimana jika ditinjau dari sisi ekonomi finansial? Mengutip Kompas.com, Whoosh malah memberikan kerugian kepada pemegang sahamnya, yaitu konsorsium empat BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Laporan keuangan per 30 Juni 2025 (unaudited), pada tahun 2024 PSBI rugi Rp4,195 triliun, dan selama kurun satu semester tahun 2025 bertambah Rp1,625 triliun.
Yang semakin mempersulit keadaan adalah, awalnya proyek ini ditujukan dengan konsep business to business (B2B), dengan mayoritas pendanaan dari pinjaman China Development Bank, biaya proyek yang awalnya diperkirakan  Rp85 triliun meleset menjadi sekitar Rp116 triliun, belum lagi beban bunga utang yang harus dibayarkan setiap tahun sekitar Rp2 triliun.
Masalah biaya awal disebut Direktur Utama KAI sebagai "bom waktu" yang bisa membahayakan jika tidak ditangani dengan baik. Dengan harga tiket mulai dari Rp150 ribu hingga Rp650 ribu, tergantung kelas dan waktu keberangkatan, pendapatan dari tiket belum bisa menutupi biaya operasional.