Mohon tunggu...
anata
anata Mohon Tunggu... apa yang kutulis tetap tertulis..

mengamati dan menuliskannya

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjemput Generasi Emas di Sisi Pangandaran

9 Agustus 2025   20:23 Diperbarui: 9 Agustus 2025   20:23 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana tepi pantai Pangandaran (dokumentasi pribadi)

Suatu pagi  di tepi pantai Pangandaran,

Perlahan sang mentari tampil di antara mega, menerangi bumi Pangandaran, deru angin pantai berhembus menyentuh wajah saya, suara ombak seolah menyapa saya. Hari semakin siang ketika saya melangkah meninggalkan area pantai menuju ke sebuah warung kecil yang menjajakan kopi dan makanan.

Saya pun singgah di warung itu, seorang ibu muda dengan sigap penuh keramahan menyambut saya, "Silakan duduk, mau pesan apa?"

Bagi saya segelas kopi pahit akan terasa menyegarkan setelah sekujur badan saya disapa angin pantai dan sinar matahari pagi, lantas saya memesan segelas kopi dan menyantap sepotong pisang rebus yang rasanya manis, sangat nikmat.

Kisah Teh Nia, Pedagang Kopi di Pangandaran

Ibu muda itu biasa dipanggil teteh (mbak) Nia, seorang pedagang kopi, kiosnya tak jauh dari pantai Pangandaran. Teh Nia biasa membuka kiosnya mulai pukul 6 pagi hingga tutup pada malam hari pukul 10.

"Ya, sehari-hari seperti ini, dagang kecil-kecilan, untuk biaya hidup dan sekolah anak," ujar Teh Nia dengan nada ramah. Percakapan kami mengalir, seolah keakraban terjadi begitu saja, kami pun saling bertukar cerita tentang kesan pantai Pangandaran.

Menikmat segelas kopi di tepi pantai (dokumentasi pribadi)
Menikmat segelas kopi di tepi pantai (dokumentasi pribadi)

Hingga Teh Nia bercerita tentang usaha yang dijalaninya ini dan sedikit mengenai keluarganya. Menurut pengakuannya, warung kopi tempat usahanya itu dirintis orang tuanya, dan kini dilanjutkan olehnya, sementara suaminya adalah nelayan.

"Jatuh bangun, kami sekeluarga mencari nafkah, pas waktu corona, itu masa yang susah banget, di sini sepi ga ada pengunjung. Waktu itu anak saya baru lahir, eh malah kena tipu investasi bodong juga, sedih kalo diinget lagi," tuturnya dengan nada getir.

Sambil menyeruput kopi dan mencicipi berbagai makanan, saya dan Teh Nia mulai berbicara soal tabungan masa depan.

 "Dari warung ini ke depan gimana teh buat biaya anak?"

Saya memberanikan diri bertanya, karena rasa penasaran

Pantai Pangandaran (dokumentasi pribadi)
Pantai Pangandaran (dokumentasi pribadi)

"Ya jujur saja, sejak kena tipu investasi bodong, saya rada takut juga, maksud pengen punya bekal buat anak, hitung-hitungan sampai dia bisa kuliah dan kerja gitu ya, eh malah ambles semua. Cuma sekarang saya mulai coba nyimpen bekal di tabungan emas sedikit-sedikit lah, ya alhamdulillah dari usaha warung ada aja rezekinya."

Kisah Teh Nia mungkin sepahit kopi yang saya minum tapi ada hikmahnya, dulu kena tipu investasi bodong, sekarang demi anaknya mencoba menabung emas. Cita-cita Teh Nia adalah berusaha sebanyak mungkin menabung emas, jika memungkinkan sebagai bekal hingga 20 tahun mendatang sampai anaknya dewasa. Saya tertegun, menyadari bukankah itu sampai tahun 2045? Jadi sesungguhnya Teh Nia memiliki mimpi membangun generasi emasnya sendiri bersamaan dengan visi Indonesia Emas di tahun 2045. Luar biasa.

"Iya, saya coba-coba, nekad sih hehehe, yah mumpung ada Tabungan Emas Pegadaian, sehari saya kumpulin 5 ribu, kalo dagang rame 10 atau 20 ribu, tergantung gimana ramenya dagang aja, jualan kopi kaya gini kan ga tentu ya."

Menjemput Generasi Emas di Sisi Pangandaran

Pangandaran adalah daerah wisata, sehingga industri pariwisata menjadi sumber pendapatan selain komoditas laut seperti ikan. Usaha kecil layaknya warung kopi yang menjadi sandaran pendapatan Teh Nia banyak tersebar di sepanjang jalan tepi pantai Pangandaran, tapi entah berapa di antaranya yang sudah berani memulai mencoba disiplin merencanakan keuangan dengan cermat seperti Teh Nia.

Teh Nia punya pandangan ke depan mulai berinvestasi emas sebagai bekal anaknya, medianya adalah Tabungan Emas Pegadaian, jika cita-citanya adalah sampai 20 tahun mendatang, upaya teh Nia bisa disebut wujud nyata  Pegadaian mengEMASkan Indonesia di kalangan masyarakat.

Tabungan Emas Pegadaian (sumber: instagram)
Tabungan Emas Pegadaian (sumber: instagram)

"Harga emas kan cenderung naik terus ya, sementara kalo beli langsung mah sebagai pedagang kecil saya ga akan sanggup lah, jadi yah hitung-hitung cicil sedikit-sedikit di Tabungan Emas Pegadaian," kata Teh nia membeberkan metodenya.

Menurut data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2025, inklusi keuangan nasional adalah 66,46% artinya teh Nia sebagai pedagang kecil sudah termasuk bagian dari masyarakat yang memiliki pemahaman  kemampuan untuk mengelola uang dan membuat keputusan keuangan yang bijak.

Harapan menjemput generasi emas di keluarganya senada dengan langkah Pegadaian mengEMASkan Indonesia, karena ternyata produk Tabungan Emas Pegadaian ini bersifat inklusif alias bisa terjangkau semua kalangan, nasabah bisa membeli emas mulai Rp10.000 atau setara dengan 0,01 gram emas (tergantung harga pasar). Sehingga sangat cocok bagi para pelaku UMKM.

Kemudahan investasi mulai dari Rp10 ribu (sumber: instagram)
Kemudahan investasi mulai dari Rp10 ribu (sumber: instagram)

Dengan rata-rata uang yang disimpan dari hasil jualan setiap hari dalam satu bulan Teh Nia berupaya bisa mengumpulkan paling tidak sekitar Rp150 ribu hingga Rp200 ribu untuk disetorkan ke tabungannya di Pegadaian.

Dan respons masyarakat terhadap Tabungan Emas Pegadaian cukup baik, menurut data Pegadaian, hingga tahun 2024 ada 3,2 juta pengguna aktif Tabungan Emas dengan total saldo mencapai 10,3 ton emas. Bahkan hingga April 2025, transaksi harian meningkat drastis dari Rp 380 miliar menjadi sekitar Rp 1,5 triliun, dan diproyeksikan meningkat hingga 10 kali lipat.

Menurut Teh Nia, proses mengurus pembukaan tabungan sangat mudah bahkan semakin praktis karena bisa diakses melalui hp miliknya.

"Ah tinggal klik tekan di hp saja," ujarnya sambil memperlihatkan hp di genggaman tangannya.

Akses mudah karena bisa melalui HP (sumber: instagram)
Akses mudah karena bisa melalui HP (sumber: instagram)

Biaya administrasinya pun tidak memberatkan karena cuma Rp30.000/tahun, kelebihan lainnya adalah emas disimpan secara digital (fisik disimpan oleh Pegadaian) sehingga tidak perlu takut hilang, dicuri, atau rusak.

Nasabah juga bisa mencantumkan ahli waris sejak awal, sehingga emas bisa diwariskan ke keluarga. Ini membangun kesadaran jangka panjang pada pelaku UMKM untuk menabung demi generasi berikutnya.

"Malahan saya berharap teman pedagang lainnya juga bisa ikutan nabung ya, dikumpulin lewat komunitas, cuma balik lagi ke orangnya lah, buat saya yang penting bekal buat anak saya ikhtiar aja, insya Allah."

Pesona alam di Pangandaran (dokumentasi pribadi)
Pesona alam di Pangandaran (dokumentasi pribadi)

Teh Nia menjadi contoh pelaku UMKM yang teredukasi dan juga bukti keberhasilan Pegadaian menjangkau semua kalangan, karena dulunya lebih dikenal masyarakat hanya sebagai tempat menggadaikan barang, ternyata berkembang pesat memfasilitasi minat masyarakat berinvestasi emas.

***

Alunan suara debur ombak dari kejauhan terdengar silih berganti memecah di bibir pantai menciptakan melodi alami, seakan menambah romansa suasana kehidupan di pesisir yang penuh harapan menuju masa depan. Tatapan mata saya pun tertuju ke arah birunya laut, membayangkan seperti apa kehidupan di Pangandaran kelak? Generasi emas bisa diciptakan dimulai dengan langkah kecil.

Cita-cita Teh Nia sangat mulia, mempersiapkan masa depan anak sedini mungkin, dari upaya yang mungkin terkesan biasa saja. Yang perlu direnungkan adalah dari niat dan usaha kecil, menyongsong generasi emas yang akan menggerakkan roda kehidupan. Rasanya kita semua perlu untuk memulainya dengan Tabungan Emas Pegadaian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun