Hukum ekonomi terjadi, pelari eksis di lapangan, bergaya di media sosial, penyelenggara mengambil cuan. Menurut data kompas.id, sepanjang tahun 2024 terselenggara 420 lomba lari nasional dengan, jauh lebih banyak dari 161 di 2023 dan hanya 95 di 2022. Gairah ini hanya sempat sunyi pada masa pandemi 2020-2021 silam.
Terhitung dari 6 besar ajang lari ada 72.924 pelari, belum ajang lain yang lebih kecil. Data ini tentu menunjukkan pasar bisnis olahraga lari bukan ecek-ecek. Jika menghitung ajang menengah dengan jumlah peserta 2.000 pelari dengan harga tiket rata-rata Rp300 ribu, omzetnya bisa mencapai Rp600 juta, jika digabung sponsor dan merchandise disinyalir tembus Rp1 miliar. Jika ajang besar, macam Jakarta International Marathon yang menggaet 31.000 orang, angkanya mencapai Rp9--15miliar. Gurih kan cuan dari keringat.
Persaingan Bisnis dan Potensi Kejenuhan
Mode bisnis lari masa kini layak disebut experience economy, lantaran membidik minat para pelari mencari pengalaman dan tantangan. Selain mengandalkan penjualan tiket, penyelenggara juga dibantu oleh sponsor dan kerja sama dengan pihak lokal. Skema saling menguntungkan.
Tapi perlu diperhatikan, maraknya ajang lari sangat menimbulkan potensi pelari kebingungan memilih ajang, bisa juga jenuh karena tingginya repetisi. Sebagai strategi, acara lari dikemas dengan merek dan tema tersendiri sebagai pembeda. Diferensiasi membuat identitas pembeda, upaya mengatasi persaingan, tema seperti heritage, fun run atau alam bahkan berani mengambil tema budaya. Jadi pelari harus pintar memilih supaya kantong tidak ngos-ngosan.
Faktor keamanan, keselamatan dan kenyamanan juga sangat penting. Over capacity, kerumunan peserta berlebihan, salah memilih tempat dapat memicu berbagai keluhan dan masalah. Risiko reputasi bagi ajang lari dan penyelenggara jika ini terjadi. Manajemen logistik harus diatur saksama, mengatur puluhan ribu orang di waktu bersamaan bukan pekerjaan mudah. Coba ada peserta tidak dapat medali, pasti akan ngomel di media sosial, itu sudah terjadi.
Ada aspek penting lain yang harus dipersiapkan agar ajang lari berjalan lancar dan profesional, Â harus ada sistem operasional standar (SOP) jelas, komunikasi dengan pemerintah daerah untuk perizinan dan relasi dengan komunitas lari.
Optimalkan teknologi untuk pendaftaran dan administrasi data, hal ini sangat berguna mengurangi waktu tunggu dan mengurai kerumunan. Perhatikan rencana darurat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kelengkapan petugas medis, antisipasi  cuaca atau gangguan lain.