Dilema BPR Menghadapi Persaingan dan Tuntutan RegulasiÂ
Bulan Agustus 2019 OJK menutup ijin usaha BPR di Bali. Itulah fakta terbaru dari perkembangan usaha BPR. Jumlah BPR dalam kurun 2014-2019 mengalami penurunan, pada 2014 berjumlah 1.643 dan Januari 2019 menyusut 1.593, ke depan OJK memperkirakan jumlah BPR akan berkurang sebanyak 40%.
Dari aspek regulasi, hal memberatkan bagi BPR adalah persoalan kewajiban untuk memenuhi modal minimum. OJK mengharuskan modal minimum BPR adalah Rp. 6 miliar, dan pada 2024 semua BPR harus memenuhi ketentuan modal minimum. Dengan sendirinya hal ini menjadi salah satu pemicu utama jumlah BPR akan tereliminasi.
Jika dihadapkan dengan fintech, BPR tergolong cukup berat karena tidak dapat mengakomodasi kebutuhan nasabah terkait transaksi lalu lintas pembayaran atau transfer uang, sementara di sisi penyaluran kredit fintech justru menawarkan mekanisme lebih praktis dibandingkan dengan BPR karena BPR membutuhkan proses administrasi dan analisis yang harus dipenuhi jika akan memberikan kredit kepada calon debiturnya. BPR juga terkendala oleh jaringan kantor yang pasti lebih terbatas jika dibandingkan dengan jaringan berbasis teknologi semacam fintech.
Dalam kondisi seperti ini, nampaknya sangat sulit bagi BPR untuk berekspansi, kecuali memiliki modal yang cukup, berani berinovasi serta menguasai kondisi pangsa pasar nasabahnya. Faktanya, memang ada BPR dengan modal, infrastruktur serta penguasaan pangsa pasar yang mumpuni, tetapi jumlahnya tidak banyak. Dan BPR dengan jumlah minoritas ini yang justru dapat bersaing.
Peluang BPR Dalam Persaingan di Industri Keuangan
Telah disinggung sebelumnya bahwa kekuatan utama dari BPR adalah memiliki kedekatan dan mengenal profil serta demografi nasabah di sekitarnya. Karena ruang lingkup BPR cenderung sempit dan terbatas. Ini adalah potensi yang sebetulnya menjadi keunggulan serta hal yang sulit ditandingi dan digerus begitu saja oleh pesaingnya termasuk fintech.
Banyak bank umum memberikan fasilitas pembiayaan berupa modal kerja kepada BPR karena melihat keunggulannya dalam menggarap potensi pasar di sekitarnya. Kiranya aspek ini pula menjadi modal bagi BPR untuk bertahan dan bersaing, tanpa mengabaikan inovasi terutama di aspek teknologi.
Di tengah ancaman dari fintech dan tuntutan regulasi, data LPS pada Januari 2019 mencatat penyaluran kredit mencapai Rp. 98,6 triliun, naik jika dibandingkan tahun 2014 hanya mencapai Rp. 68,3 triliun. Dan diprediksi akan tumbuh 12%.