Kondisi seperti ini sebetulnya cukup rawan. Diperlukan kelihaian para bankir untuk mengelola likuiditas dan menganilisis debitur serta sektor usaha yang akan dibiayai.
Perihal lainnya adalah kenaikan biaya operasional dan biaya bunga. Tinggi suku bunga simpanan yang ditawarkan kepada nasabah akan menggerus pendapatan bunga atau net interest margin.Â
Suku bunga pinjaman mungkin akan ditingkatkan pula, namun kenaikan suku bunga pinjaman yang terlalu tinggi berpotensi akan menyulitkan debitur untuk membayar kewajibannya. Dan jika banyak debitur mengalami permasalahan serupa, posisi bank juga menjadi sulit.
Kondisi politik yang belum pasti membuat para pemilik dana menunggu, selama mereka masih enggan untuk terlalu banyak menggelontorkan dananya, maka dunia usaha belum terlalu bergairah. Hal ini memiliki efek domino terhadap potensi kegagalan kredit. Karena pergerakan modal belum terlalu banyak, maka transaksi yang berjalan tidak akan optimal. Akan terjadi potensi gangguan cash flow debitur, sehingga berakibat kemampuan membayar kewajiban kepada bank menjadi terhambat.
Persaingan dengan financial technology (fintech), ini hal menarik, karena perbankan menghadapi pesaing yang cenderung tidak terlihat alias kasat mata. Transaksi fintech yang masih dilakukan melalui smartphone memang menjadi ancaman cukup serius.
Jika meninjau dari aspek peer to peer lending, kondisi ini memang tidak mengkhawatirkan, tetapi dari aspek fee-based income seperti halnya pendapatan dari hasil penjualan pulsa atau pembayaran tagihan, hal ini cukup berpengaruh. Karena fintech memiliki pola transaksi dan sarana yang mirip dengan bank. Dalam hal ini, perbankan harus cermat untuk lebih menjaga dan meningkatkan pelayanan kepada nasabahnya, termasuk untuk nasabah kecil.
Persolan kebisingan masa kampanye pemilu memang membuat pelaku usaha perlu memikirkan langkah dan strategi tersendiri, dan bagi perbankan hal ini juga merupakan tantangan agar bank mampu mengelola dan menjaga likuiditasnya dengan baik. Manajemen likuiditas akan menjadi kunci bagi perbankan untuk menghadapi panas dingin tahun politik.
Ekspansi pembukaan kantor cabang rasanya tidak akan banyak ditemui, karena pola dan tren usaha saat ini sudah mulai  beralih ke ranah teknologi. Media seperti branchless banking, internet dan mobile banking menjadi fondasi bagi bank untuk bersaing, terutama dengan fintech.
Seusai pemilu pada April 2019, masyarakat Indonesia akan memasuki masa ramadhan dan idul fitri. Diharapkan pada saat ini perekonomian mulai kembali bergairah, pelaku usaha mulai berani menyalurkan modalnya dan sektor usaha juga terdorong naik. Artinya bagi bank peluang permintaan kredit sudah mulai akan kembali masuk.