Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral selama ini memiliki mandat utama menjaga stabilitas nilai rupiah, baik dari sisi inflasi maupun stabilitas sistem keuangan. Namun, wacana pemerintah untuk memperluas mandat BI agar juga mencakup pertumbuhan ekonomi menimbulkan perdebatan serius. Di satu sisi, perluasan mandat ini dipandang dapat memperkuat sinergi kebijakan moneter dan fiskal demi pembangunan nasional. Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa hal ini justru mengurangi independensi BI dan menurunkan kredibilitasnya di mata investor.
Perbandingan dengan negara lain menunjukkan adanya variasi mandat bank sentral. Federal Reserve di Amerika Serikat menganut dual mandate, yakni menjaga stabilitas harga sekaligus mendorong kesempatan kerja. Sementara itu, Bank Sentral Eropa (ECB) memiliki mandat tunggal yang sangat ketat, hanya berfokus pada inflasi. Bank Indonesia masih berada pada model mandat tunggal, sehingga perubahan mandat menuju ganda akan membawa implikasi besar baik secara ekonomi maupun politik. Pertanyaan yang mengemuka adalah: apakah perubahan mandat ini akan memperkuat peran BI dalam pembangunan, atau malah melemahkan independensinya sebagai bank sentral?
Mandat Tunggal vs Mandat Ganda
Dalam literatur kebijakan moneter, terdapat dua pendekatan utama:
1. Mandat Tunggal fokus pada stabilitas moneter, terutama menjaga inflasi agar tetap terkendali. Contohnya, Bank Sentral Eropa yang secara ketat berorientasi pada inflasi di bawah 2%.
2. Mandat Ganda selain stabilitas harga, juga mencakup penciptaan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Contoh paling menonjol adalah Federal Reserve di AS, yang mempertimbangkan inflasi sekaligus tingkat pengangguran.
Negara dengan mandat ganda umumnya memiliki fleksibilitas lebih tinggi dalam menghadapi krisis. Namun, fleksibilitas ini juga membuka dilema kebijakan: antara menjaga inflasi tetap rendah atau memberikan stimulus demi pertumbuhan.
Konteks Indonesia: UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) membawa perubahan signifikan terhadap arsitektur keuangan Indonesia, termasuk peran Bank Indonesia.
Beberapa poin relevan terkait mandat BI dalam UU ini adalah:
1. Penguatan peran stabilitas sistem keuangan BI tidak hanya berfokus pada inflasi, tetapi juga didorong berperan lebih aktif dalam menjaga stabilitas sistem pembayaran dan sistem keuangan digital.
2. Sinergi kelembagaan UU P2SK menegaskan kerja sama BI dengan OJK dan LPS dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), memperluas tanggung jawab BI dalam koordinasi lintas otoritas.
3. Dukungan terhadap pertumbuhan meskipun mandat utama tetap stabilitas rupiah, pasal-pasal dalam UU P2SK membuka ruang bagi BI untuk menjalankan kebijakan makroprudensial yang mendukung pertumbuhan sektor riil, termasuk UMKM dan pembiayaan berkelanjutan.
Dengan demikian, wacana perubahan mandat BI sebenarnya sudah "disiapkan" secara gradual melalui UU P2SK. Hanya saja, UU ini tetap menjaga prinsip bahwa pertumbuhan ekonomi bukan mandat langsung BI, melainkan tujuan turunan dari stabilitas sistem keuangan.
Potensi Keuntungan Perubahan Mandat
Perluasan mandat BI berpotensi menghadirkan manfaat berikut:
1. Mendukung agenda pembangunan ekonomi nasional dengan menyelaraskan kebijakan moneter dan fiskal.
2. Memperkuat peran BI dalam ekosistem keuangan digital sebagaimana diatur dalam UU P2SK, sehingga kebijakan moneter lebih adaptif terhadap inovasi.
3. Memberi ruang fleksibilitas saat krisis, misalnya dengan intervensi likuiditas untuk menjaga kredit tetap tumbuh.
4. Meningkatkan relevansi kebijakan BI bagi sektor riil dan masyarakat luas, tidak hanya sektor keuangan.
Risiko dan Tantangan
Namun, perubahan mandat ini juga menyimpan sejumlah risiko:
1. Independensi Bank Sentral terancam apabila BI mendapat tekanan politik untuk mendukung program ekonomi jangka pendek yang populis.
2. Kredibilitas kebijakan menurun, terutama di mata investor global, sehingga bisa meningkatkan risiko investasi di Indonesia.
3. Potensi inflasi lebih tinggi, akibat tarik menarik antara menjaga harga dan mengejar pertumbuhan.
4. UU P2SK memberi ruang, tetapi juga batasan, sehingga jika mandat ganda dipaksakan secara politis tanpa kerangka hukum yang kuat, justru dapat menimbulkan tumpang tindih dengan OJK atau Kementerian Keuangan.
Implikasi Sosial-Ekonomi
Jika berhasil, kebijakan ini bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, terutama dengan akses pembiayaan yang lebih luas bagi sektor produktif. Namun, jika gagal, justru akan memunculkan instabilitas makroekonomi, memperburuk daya beli masyarakat, dan pada akhirnya memperlebar kesenjangan sosial.
Kesimpulan
Perubahan mandat Bank Indonesia menjadi dual mandate merupakan gagasan strategis yang bisa memperkuat peran bank sentral dalam mendukung pembangunan nasional. Namun, perluasan mandat ini harus diposisikan secara hati-hati dalam kerangka hukum yang ada, khususnya UU P2SK. UU tersebut sudah memberi ruang bagi BI untuk mendorong pertumbuhan melalui stabilitas sistem keuangan, tetapi tidak secara eksplisit menjadikannya mandat utama.
Dengan demikian, jika wacana perluasan mandat tetap dilanjutkan, kuncinya ada pada:
1.Menjaga independensi BI dari tekanan politik.
2.Mengintegrasikan mandat ganda dalam kerangka UU P2SK tanpa menimbulkan tumpang tindih kewenangan.
3.Menguatkan tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas kebijakan moneter.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI