Oleh: ANDRINA SABARIAH - Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura
Sajingan Besar, Sambas (02/05/2025) - Kehadiran PLBN Aruk yang terletak di Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat merupakan salah satu wilayah strategis yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia. Lokasi geografisnya sangat dekat dengan wilayah-wilayah produktif di Malaysia, seperti Biawak, Lundu, dan Kuching yang membuka peluang kerja harian dengan sangat menarik bagi penduduk setempat.
Setiap fajar menyingsing, ratusan warga dari Kecamatan Sajingan Besar dan sekitarnya melintasi Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk menuju Sarawak, Malaysia. Mereka bukan pelancong, melainkan tulang punggung ekonomi keluarga, buruh harian yang bekerja di kebun sawit, proyek konstruksi, atau sektor informal lainnya. Mobilitas ini bukan kebetulan, tetapi cerminan realitas perbatasan yang dipenuhi dinamika tarik-menarik antara keterbatasan lokal dan peluang lintas batas.
PLBN Aruk telah menjadi simpul penting mobilitas ekonomi, bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga Malaysia. Namun, tanpa regulasi yang adil dan perlindungan yang kuat untuk pekerja migran harian, tetap berada dalam kerentanan struktural. Kebijakan lintas negara yang berpihak pada keadilan sosial sangat dibutuhkan agar mobilitas ini tidak menjadi siklus eksploitasi, melainkan jalan menuju kesejahteraan bersama.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi dari Universitas Tanjungpura mencatat bahwa migrasi harian, mingguan, bahkan bulanan ini didorong oleh beberapa faktor pendorong dan penarik yang kuat. Informasi akurat kami dapatkan secara langsung melalui responden yang pernah menjadi pekerja migran di Malaysia salah satunya Bapak Antonius dimana aktivitasnya hingga saat ini bekerja dibidang jasa pengantaran barang dari Indonesia ke Malaysia melalui PLBN Aruk.
Sehingga, dari hasil wawancara kami dipahami ada beberapa faktor pendorong dari wilayah Negara Indonesia yaitu: Adanya keterbatasan lapangan kerja, dimana minimnya pekerjaan formal di Kabupaten Sambas, khususnya di sektor produktif, mendorong warga mencari nafkah di Sarawak. Prosedur birokrasi yang rumit, dimana jalur legal untuk menjadi pekerja migran dinilai lamban dan penuh prosedur. Pada akhirnya, memaksa banyak warga memilih migrasi nonformal melalui jalur harian atau bantuan calo, meski tanpa jaminan hukum.
Peran calo dan agen illegal membuat masyarakat sering kali mengandalkan calo sebagai "jembatan cepat", meskipun ini membuka celah eksploitasi upah dan ketidakpastian pekerjaan. Serta tekanan ekonomi keluarga untuk beban kebutuhan sehari-hari memaksa warga menerima pekerjaan apa pun yang tersedia meski tanpa legalitas dan perlindungan sosial.
"Upah yang ditawarkan untuk bekerja di Malaysia itu tinggi dibandingkan disini, selain itu juga karena ada kunjungan untuk keluarga yang berada disana" (ungkap Bapak Susanto).
Dari penjelasan beliau ada faktor penarik dari wilayah Negara Malaysia itu sendiri karena upah yang lebih tinggi, dimana gaji di sektor-sektor seperti perkebunan sawit di Sarawak bisa 2-3 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan upah di Indonesia untuk pekerjaan sejenis. Permintaan tinggi terhadap tenaga kerja Indonesia, karena pekerja Indonesia dianggap lebih disiplin dan tahan banting. Ini menjadikan mereka lebih favorit di kalangan pengusaha Malaysia.
Faktor tersebut juga didukung oleh Bapak Antonius yang mengungkapkan bahwa "Orang Malaysia lebih suka mempekerjakan orang-orang dari Indonesia karena dinilai lebih rajin".
Meskipun banyak yang bekerja secara rutin, mayoritas pekerja ini tidak memiliki izin kerja resmi. Mereka menggunakan border pass yang sah untuk keperluan kunjungan, tetapi tidak berlaku sebagai izin kerja. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan perlindungan sosial, seperti asuransi kerja, upah layak, atau akses layanan kesehatan formal. Status ini membuat mereka berada dalam zona rawan eksploitasi dimana upah sering dipotong, tidak ada kontrak kerja, dan jika terjadi kecelakaan atau penahanan, mereka sulit mencari bantuan hukum.
Dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa mayoritas responden dan masyarakat wilayah Sajingan Besar Kabupaten Sambas mendapatkan kesempatan kerja di Malaysia melalui rekomendasi keluarga yang berada disana. Ini menegaskan bahwa faktor sosial dan hubungan antarindividu memiliki peranan penting dalam akses pasar tenaga kerja lintas batas antar Negara. Sehingga dari hasil penelitian terlihat bahwa tingginya tingkat pekerja migran di perbatasan wilayah PLBN Aruk sebagian besar tanpa adanya izin resmi, dimana ini menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Kabupaten Sambas dalam memberikan peluang bekerja dan akses yang lebih baik kepada masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI