Mohon tunggu...
Andri Imam Fauzi
Andri Imam Fauzi Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Traveler

Explore the outdoor

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Membidik Baduy Dalam dengan Mata Tanpa Lensa

13 Desember 2018   15:38 Diperbarui: 13 Desember 2018   17:05 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri
Dokpri
Sekedar info, medan atau jalan yang dilalui bukan jalan tanah lurus yang bisa kita liat ujungnya dari pelupuk mata. Bukan. Jalan yang dilalui itu jalan setapak yang naik-turun, tanjakan-turunan, kanan-kiri lembah dan jurang, yang kemiringan medannya bisa mencapai 70 derajat kali. Bisa kebayang gimana kalo jalan itu dilalui pas musim ujan? 

Bukannya nakut-nakutin, tapi emang begitu keadannya. Kalo kalian mau cari aman, dan meminimalisir resiko, mending ke sana pas musim panas.

Ya, tetep ada resikonya sih, apalagi kalo bukan kepanasan yang efeknya bikin item. Terserah kalian pilih yang mana. Apapun itu, pasti seru kok.

Tongkat kayu, sandal atau sepatu hiking jadi piranti yang bisa dibilang wajib buat dipake saat menuju Baduy Dalam. Jangan pernah kepikiran buat pake sepatu boots, atau "sepatu-sepatu manja" jenis lainnya. Itu salah besar, karena selain jadi penghambat buat jalan, sepatu kalian juga bakal bisa rusak pas sampe tujuan. Yang tujuan awalnya pake sepatu jenis itu buat style, biar pas difoto makin hits ternyata salah besar. Itu bakal jadi boomerang buat kalian sendiri.

Perjalanan kami terus berlanjut. Tanjakan, turunan, jembatan, anak sungai, lembah, dan hutan kami lewati. Matahari makin menuju ufuknya. Obrolan ini-itu terus terdengar. Langkah kami yang makin melemah, terus dipecut sama motivasi buat terus jalan oleh warga Baduy Dalam yang menuntun langkah kami. Mereka yang menuntun kami bukan cuma orang dewasa.

Ada beberapa anak-anak dan remaja Baduy Dalam yang juga menemani dan menyemangati kami supaya terus jalan. Kaki-kaki mereka keliatannya sangat kuat. Entah terbuat dari apa. Berjalan tanpa alas kaki di medan yang terjal, panas, dan berbatu. Mereka berjalan tetap kayak biasa, seolah mereka pake alas kaki khusus mendaki.

Mereka juga gak kelihatan capek, semburat senyum, tawa, dan candaan sesama mereka terus mengiringi perjalanan kami. Obrolan dan candaan yang mungkin hanya mereka sendiri yang paham.

Saat mereka berbicara dan bercanda sepanjang perjalanan, mereka pake bahasa yang mungkin hanya mereka yang paham. Saya hanya mengenal beberapa kata dalam bahasa Sunda yang mereka pake saat berbicara. Selebihnya? Hanya mereka yang paham.

Di lain kesempatan, mereka juga mengikutsertakan kami dalam obrolan mereka, begitu pula sebaliknya. Kami saling bercakap, bercanda, dan berfoto sama mereka. buat urusan foto, mereka juga gak malu buat bergaya kok.

Ketika mereka berbicara dengan kami, mereka pake bahasa Indonesia yang kami paham sepenuhnya. Senyum, tawa, dan candaan anak-anak Baduy Dalam saat menemani perjalanan kami, jadi obat lelah dan penyemangat bagi kami.

Dokpri
Dokpri
Perjalanan kami terus lanjutkan, keringat mulai bercucuran, haus mengundang. Saat haus, kita gak perlu kekurangan minum, karena selama perjalanan -- setiap grup atau kelompok trip -- paling gak ada satu penjual air minum yang mengiringi perjalanan kami. Jadi, gak perlu mikir bawa air berliter-liter karena takut kehausan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun