Mohon tunggu...
andrian yohana megantoro
andrian yohana megantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Karanganyar

memiliki hobi makan, dengan kesenangan mencari tau hal-hal unik

Selanjutnya

Tutup

Seni

Ketika Paes Ageng Bertemu Modernitas: Mengupas Riasan Luna Maya yang Mengundang Perbincangan

12 Mei 2025   21:35 Diperbarui: 12 Mei 2025   21:35 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Lunamaya dan Maxime Ketika Pernikahan (Sumber: Instagram @Lunamaya) 

Pernikahan selebriti seringkali menjadi sorotan publik, tak hanya karena kisah cinta yang terjalin, tetapi juga detail-detail perayaan, termasuk busana dan riasan pengantin. Baru-baru ini, riasan Paes Ageng yang dikenakan Luna Maya dalam pernikahannya menjadi perbincangan hangat di kalangan pemerhati budaya Jawa. Paes Ageng, sebagai salah satu riasan pengantin agung, memiliki pakem atau aturan adat yang ketat. Namun, interpretasi modern pada riasan Luna Maya memunculkan pertanyaan tentang batasan antara tradisi dan inovasi.

Paes Ageng sendiri adalah riasan yang sarat makna filosofis. Bentuk "gajahan" pada dahi melambangkan harapan akan kemakmuran, "pengapit" di sisi dahi menyimbolkan keseimbangan hidup, dan "godheg" (rambut yang ditata di depan telinga) mencerminkan keanggunan. Setiap detail, mulai dari bentuk hingga ukuran, memiliki aturan yang telah diwariskan turun-temurun.

Dalam riasan Luna Maya, terlihat beberapa modifikasi yang cukup mencolok. Alis yang dibentuk lebih tegas dan modern, misalnya, berbeda dengan alis "menjangan mangu" (menjangan yang terkejut) yang cenderung tipis dan melengkung lembut dalam pakem Paes Ageng klasik. Selain itu, penataan rambut mungkin menampilkan gaya sanggul yang lebih kontemporer, tidak sepenuhnya mengikuti bentuk sanggul bokor mengkurep yang menjadi ciri khas Paes Ageng.

Perbedaan ini memicu diskusi tentang sejauh mana pengantin boleh melakukan penyesuaian pada riasan adat. Di satu sisi, modernisasi dianggap sebagai bentuk apresiasi terhadap budaya yang relevan dengan perkembangan zaman. Pengantin memiliki hak untuk mengekspresikan diri dan merasa percaya diri di hari bahagia mereka. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa modifikasi yang berlebihan dapat menggerus nilai sakral dan filosofi luhur yang terkandung dalam Paes Ageng.

Penting untuk diingat bahwa pernikahan adalah momen sakral yang menggabungkan tradisi dan individualitas. Mencari titik temu antara keduanya membutuhkan kebijaksanaan dan pemahaman yang mendalam tentang makna di balik setiap detail adat. Riasan Paes Ageng, sebagai warisan budaya yang berharga, selayaknya dijunjung tinggi, tetapi bukan berarti menutup diri dari sentuhan kreativitas yang bertanggung jawab.

Riasan Luna Maya mungkin menjadi contoh menarik tentang bagaimana tradisi dan modernitas dapat bertemu dalam satu bingkai. Perbincangan yang muncul darinya diharapkan dapat memperkaya wawasan kita tentang kekayaan budaya Indonesia dan bagaimana melestarikannya di tengah arus perubahan zaman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun