Mohon tunggu...
Andrew Ramadhan
Andrew Ramadhan Mohon Tunggu... Lainnya - Keterangan

Mahasiswa linguistik yang tertarik dengan berita internasional dan dunia jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Eropa, Tiongkok, dan Covid-19 sebagai Babak Baru Tantangan Uni Eropa

3 April 2020   16:01 Diperbarui: 3 April 2020   16:45 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Angela Merkel (Kiri) & Emmanuel Macron (Kanan) dalam pertemuan bersama Xi Jinping di Paris, Maret 2019 (Sumber: SCMP)

Pada akhir tahun 2019 kasus epidemi di dataran Tiongkok, khususnya di Provinsi Hubei di kota Wuhan terdeteksi oleh dokter setempat. Epidemi ini terus berkembang menjadi Pandemi yang menyebar di 206 negara berdasarkan data WHO. Per 2 April 2020, benua Eropa saat ini menjadi episenter dari Covid-19.

WHO juga merilis negara-negara dengan jumlah daftar kasus terkonfirmasi. Per 2 April 2020, kasus terkonfirmasi yang dilaporkan oleh WHO merincikan laporan berikut:

  1. Amerika Serikat---187.302 kasus, 3.846 kematian;
  2. Italia---105.792 kasus, 12.430 kematian;
  3. Spanyol---94.417 kasus, 8.189 kematian;
  4. China---82.724 kasus, 3.327 kematian;
  5. Jerman---67.366 kasus, 732 kematian;
  6. Prancis---51.477 kasus, 3.514 kematian.

Melihat data tersebut, 6 besar negara dengan kasus terkonfirmasi Covid-19, 4 di antaranya adalah negara-negara Eropa. Mengutip berita BBC dari pernyataan ofisial direktur umum WHO, Dr. Tedros Adhanom, benua Eropa saat ini menjadi episenter dari Covid-19. Data kasus terkonfirmasi di benua Eropa telah melampaui jumlah data yang terinfeksi Covid-19 di daratan utama Tiongkok.

Kedekatan Relasi Eropa-Tiongkok

Berdasarkan data statistik Trademap dan OEC menyatakan bahwa tingginya kegiatan perdagangan antara Tiongkok dengan negara Eropa daratan dari empat negara yang menjadi negara terbesar di Eropa dengan penyebaran kasus Covid-19 menunjukan aktifitas perdagangan dan mitra kerjasama yang aktif selama tahun 2016--2018.

Baik Jerman, Prancis, Italia, dan Spanyol memiliki share import yang tinggi dengan Tiongkok dengan rata-rata di atas 7% dari mitra dagang negara tersebut dengan negara-negara lainnya. Tiongkok juga menempati peringkat ketiga dari import ke-empat negara tersebut setelah umumnya didominasi oleh Prancis dan Jerman sebagai mitra dagang negara-negara di Eropa maupun melalui institusi Uni Eropa sebagai wadah aktifitas ekonomi terkait kegiatan perdagangan. Walaupun Amerika Serikat memiliki persentase import yang tidak besar dibandingkan Tiongkok dengan negara-negara Eropa, namun Amerika Serikat masih jadi tujuan eksportir dari negara-negara Eropa tersebut.

Hubungan mitra dagang yang kuat antara negara-negara Eropa dengan Tiongkok dapat dipengaruhi dari berbagai macam aspek politik yang dilakukan oleh Donald Trump yang mempengaruhi relasinya terhadap negara-negara di Eropa. Seperti penarikan diri Amerika Serikat dalam pakta pertahanan dan aliansi NATO, serta penarikan diri Amerika Serikat dalam konferensi Paris tahun 2015 mengenai lingkungan. Celah inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh Tiongkok untuk mendekatkan diri dengan negara-negara Eropa, baik melalui Belt and Road Initiative (BRI) serta CEE 16+1 dengan negara-negara Eropa tengah.

Besarnya aktifitas perdagangan antara negara-negara Eropa dengan Tiongkok mendorong kegiatan serta mobilitas individu yang tinggi dalam rangka memenuhi kegiatan bisnis melalui perjalanan antara Eropa daratan dengan wilayah Tiongkok.

Mengisi Celah

Negara Eropa sadar dengan kebijakan yang diambil oleh Donald Trump harus mendorong Eropa bersama institusinya melakukan kemitraan strategis yang menguntungkan. Tiongkok dianggap dapat mengisi kursi yang ditinggalkan oleh AS dan melihat peluang kemitraan strategis dengan berlandaskan asas fair trade dibanding menganggap Tiongkok sebagai rival. Pertemuan antara Emmanuel Macron, Angela Merkel, serta Jean-Claude Juncker dengan Xi Jinping pada Maret 2019 membuka peluang kepada Tiongkok dimana Uni Eropa ingin membangun strategi baru dalam sektor perdagangan dan lingkungan.

Melalui jurnal yang ditulis oleh lembaga think-tank Prancis, IFRI (Institute francais des relations internationales) menjelaskan bahwa Prancis tidak ingin terjebak problematika geopolitik serta rivalitas yang terjadi antara US dan Tiongkok. Prancis juga menginginkan politik kebijakan luar negri yang independen dengan tidak bergantung terhadap siapapun. Namun, Prancis mendorong kekuatan politik berlandaskan dialog serta aturan internasional melalui forum-forum multilateral dimana Prancis berperan dalam G5, G7, G20 dan forum internasional lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun