Bahkan beberapa sumber daya penting jadi hilang (misalnya, sumber pemasukan dari pajak, daya beli masyarakat menurun, dll). Inilah situasi krisis yang bernuansa kedaruratan (emergency).
Maka dalam situasi kedaruratan, diperlukan sikap kepemimpinan yang lebih responsif (lebih cepat dan trengginas) ditopang oleh keutamaan kepemimpinan yaitu: keberanian!
Keberanian untuk memutuskan (mengambil sikap) dan keberanian untuk bertanggungjawab. Setiap keputusan selalu membawa risiko, selalu ada konsekuensi. Bisa berhasil, namun juga bisa gagal.
Dinamika kepemimpinan selalu ada dalam continuum (keberlanjutan). Karenanya pemimpin harus berani merevisi keputusan manakala dirasa salah. Ini perlu kerendahan hati dan kebesaran jiwa. Revisi, lalu move-on!
Yang penting tidak ada niat jahat (mens-rea) yang jadi latar belakang kebijakan (keputusan)nya. Karenanya butuh keutamaan berikutnya, yaitu: loyalitas!
Loyalitasnya kepada nilai-nilai (values) seorang profesional. Jadi hubungan antara anggota tim (kabinet) dengan presidennya adalah senantiasa relasi segitiga. Presiden, para pembantunya dan dengan nilai (values)nya.
Values lah yang mengikat loyalitas. Dan sumpah jabatan adalah suatu deklarasi loyalitas terhadap nilai profesi. Profesi juga berarti ikrar, 'to profess', janji di hadapan publik untuk setia melakukan ini dan itu.
Situasi krisis yang ekstra membuat banyak sumber daya yang tadinya diperkirakan bisa dikelola jadi semakin jauh untuk dijangkau. Ini membuat situasinya jadi darurat (emergency).
Karenanya diperlukan penambahan kecepatan (speed) dalam unjuk kinerja. Agar momentum berputarnya roda PDCA tadi tetap terjaga seoptimal mungkin. Dan bagi pemimpin artinya juga kecepatan (dan keberanian) dalam memutuskan (decision making process).
Maka kalau dirunut kembali dari belakang, kriteria seleksi dalam rangka reshuffle kabinet, adalah memilih mereka yang: loyal, berani (bertanggungjawab), dan mesti punya keterampilan sebagai manager-leader.
Loyalitas, keberanian, Manager-Leader dan kelincahan (responsif). Itu prioritasnya, sedangkan kriteria soal kader partai politik adalah sekunder. Ingat, tidak ada lagi beban politik!