Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Reshuffle Kabinet, Kiat Memilih Formasi Tim yang Efektif

29 Juni 2020   00:28 Diperbarui: 29 Juni 2020   08:17 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI, Joko Widodo memperkenalkan menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju dan pejabat setingkat menteri sebelum pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Presiden RI Joko Widodo mengumumkan dan melantik Menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju serta pejabat setingkat menteri.(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Kegundahan Presiden Jokowi yang nampak saat rapat kabinet baru-baru ini bisa kita pahami. Pandemi Covid-19 memerlukan sikap cepat tanggap menghadapi krisis. Ada situasi kedaruratan di sini. Bahkan wacana reshuffle kabinet pun mencuat kembali.

Kabinet Jokowi seharusnya jadi tempat berbagi beban tanggungjawab kepresidenan, bukan malah menambah-nambahi beban bagi presiden.

Maka kalau memilih para pembantunya adalah hak prerogatif presiden dan Pak Jokowi bilang sudah tidak ada beban politik, buktikan sekarang!

Jokowi sudah berangkat dari visi, lalu dipikirkan strategi pencapaiannya. Kemudian menyusun formasi tim (kabinet) yang bisa satu visi dengannya. Strategi pencapaian visi diturunkan jadi berbagai program kerja untuk dieksekusi secara efektif dan seefisien mungkin oleh kabinetnya.

Sasaran (goals) program kerja kementerian disusun berdasarkan kaidah SMART. Specific (jelas), Measurable (ada ukuran kinerja), Attainable (mungkin dicapai), Realiable (bisa diandalkan) dan Time-phase (ada ukuran waktu mulai dan selesainya).

Kaidah SMART adalah refleksi keterampilan manajerial (managerial-skills). Kecerdasan dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mencapai hasil maksimal.

Sedangkan aspek kepemimpinan (leadership) tercermin dalam proses eksekusi. Mulai sejak perencanaan bersama tim (proses Plan), lalu pelaksanaan (Do), evaluasi (Check) sampai aksi tindak lanjut (Act) dari hasil evaluasi.

Kepemimpinan adalah kemampuan mengorkestrasi berputarnya roda PDCA (Plan, Do, Check, Act) agar terus bergerak naik ke atas (growth).

Maka kriteria formasi tim yang dibutuhkan presiden sebagai supreme-leader adalah orang-orang yang punya sifat kepemimpinan (leader yang mumpuni), serta sekaligus mampu mengelola (manajer yang baik). Manager-Leader istilahnya.

Leader (pemimpin) adalah mereka yang mampu mengerjakan yang benar (do the right things). Sedangkan manajer adalah mereka yang mampu mengerjakan dengan baik (do the things right).

Maka kombinasi Manager-Leader adalah mereka yang mampu mengerjakan yang benar dengan sebaik-baiknya. Do the right things right. Komplit.

Dalam pengelolaan mutu menyeluruh (total quality management) dikenal konsep: do the right things right the first time. Lakukan yang benar dengan baik sejak awal.

Jangan pernah menggeser problem, tapi pecahkan masalahnya (solve the problem). Karena proses berikutnya adalah juga pelanggan (customer) kita. Dan pelanggan adalah raja.

Maka mentalitasnya adalah jadi seorang pemecah masalah (problem solver), bukan penggeser masalah (problem shifter). Atau cuma jadi pelapor masalah (problem reporter). Kedua yang terakhir itu adalah para 'trouble-maker' bin 'problem-creator', alias racun (toxic) organisasi.

Seorang manager-leader akan mampu mengorkestrasi jalinan jejaring dalam setiap struktur organisasi maupun dalam relasi organisasional.

Baik itu relasi intra-organisasi maupun extra-organisasi. Karena dalam setiap struktur senantiasa ada relasi. Keduanya mesti dengan baik dipahami jalinannya.

Maka keterampilan berkomunikasi serta kemampuan melatih (coaching) dan membimbing (counselling) sangatlah krusial. Ini penting untuk membaca dan memahami (menginterpretasi) dinamika kepemimpinan secara faktual.

Lalu bagaimana saat terjadi krisis?

Krisis adalah suatu situasi kedaruratan. Ada sesuatu yang di luar kebiasaan (extra-ordinary). Maka sikap dan segala tingkah laku kepemimpinan serta pengelolaannya pun mesti extra-ordinary, sesuai dengan derajat kedaruratannya. Kalau tidak, maka gap (kesenjangan) akan semakin lebar.

Definisi krisis itu sebetulnya sama dengan masalah (problem), yaitu situasi kesenjangan (gap). Dalam situasi 'normal' pun kita biasa, bahkan sengaja menciptakan kesenjangan, yaitu gap antara yang ideal (di masa depan) versus kondisi faktual (di masa kini).

Gap (kesenjangan) yang sengaja dibuat ini adalah dalam rangka menciptakan problem (situasi krisis) yang terkelola demi pertumbuhan (growth).

Disebut terkelola lantaran semua sumber-daya (resources) yang ada sudah diperhitungkan atau diperkirakan mampu dikelola (managable). Managable dalam rangka menopang segala program yang sasarannya telah dibuat dengan kaidah SMART tadi.

Namun, manakala situasi normal tadi didisrupsi oleh faktor eksternal, seperti misalnya pandemi Covid-19 ini, akibatnya segala sumber-daya tadi tiba-tiba jadi terlalu jauh untuk dikelola.

Bahkan beberapa sumber daya penting jadi hilang (misalnya, sumber pemasukan dari pajak, daya beli masyarakat menurun, dll). Inilah situasi krisis yang bernuansa kedaruratan (emergency).

Maka dalam situasi kedaruratan, diperlukan sikap kepemimpinan yang lebih responsif (lebih cepat dan trengginas) ditopang oleh keutamaan kepemimpinan yaitu: keberanian!

Keberanian untuk memutuskan (mengambil sikap) dan keberanian untuk bertanggungjawab. Setiap keputusan selalu membawa risiko, selalu ada konsekuensi. Bisa berhasil, namun juga bisa gagal.

Dinamika kepemimpinan selalu ada dalam continuum (keberlanjutan). Karenanya pemimpin harus berani merevisi keputusan manakala dirasa salah. Ini perlu kerendahan hati dan kebesaran jiwa. Revisi, lalu move-on!

Yang penting tidak ada niat jahat (mens-rea) yang jadi latar belakang kebijakan (keputusan)nya. Karenanya butuh keutamaan berikutnya, yaitu: loyalitas!

Loyalitasnya kepada nilai-nilai (values) seorang profesional. Jadi hubungan antara anggota tim (kabinet) dengan presidennya adalah senantiasa relasi segitiga. Presiden, para pembantunya dan dengan nilai (values)nya.

Values lah yang mengikat loyalitas. Dan sumpah jabatan adalah suatu deklarasi loyalitas terhadap nilai profesi. Profesi juga berarti ikrar, 'to profess', janji di hadapan publik untuk setia melakukan ini dan itu.

Situasi krisis yang ekstra membuat banyak sumber daya yang tadinya diperkirakan bisa dikelola jadi semakin jauh untuk dijangkau. Ini membuat situasinya jadi darurat (emergency).

Karenanya diperlukan penambahan kecepatan (speed) dalam unjuk kinerja. Agar momentum berputarnya roda PDCA tadi tetap terjaga seoptimal mungkin. Dan bagi pemimpin artinya juga kecepatan (dan keberanian) dalam memutuskan (decision making process).

Maka kalau dirunut kembali dari belakang, kriteria seleksi dalam rangka reshuffle kabinet, adalah memilih mereka yang: loyal, berani (bertanggungjawab), dan mesti punya keterampilan sebagai manager-leader.

Loyalitas, keberanian, Manager-Leader dan kelincahan (responsif). Itu prioritasnya, sedangkan kriteria soal kader partai politik adalah sekunder. Ingat, tidak ada lagi beban politik!

Loyalitas dan keberanian (bertanggungjawab) pada sumpah jabatan sudah mencakup semua norma moral (etika). Saat ia disumpah, maka loyalitasnya bukan lagi kepada partai atau institusi asalnya. Namun pada tugas dan kewajibannya yang baru.

Semoga kali ini Presiden Jokowi bisa membentuk super-team yang efektif. Bukan lagi sekedar mozaik (tempelan berbagai serpihan) hasil titipan partai. Itu sudah terbukti rapuh, lantaran loyalitasnya jadi ganda, bias. Loyalitas ganda adalah juga bentuk perselingkuhan.

Tak heran jika mereka jadi oportunis yang selalu main aman (safety-player). Maka kinerjanya pun nol besar.

29/06/2020

*Andre Vincent Wenas*, Sekjen 'Kawal Indonesia' -- Komunitas Anak Bangsa

Sumber

dok. pribadi
dok. pribadi
dok. pribadi
dok. pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun