Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Runtuhnya Hegemoni AS di Indonesia, Disambut Jerit Kematian Orba dan Kompradornya

31 Mei 2020   15:57 Diperbarui: 31 Mei 2020   19:49 5534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Runtuhnya Hegemoni AS di Indonesia, disambut Jerit Kematian Orba dan Kompradornya*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Dari sejak awal sudah dinyatakan oleh Bung Hatta, bahwa kita harus berani dan sekaligus cerdik dalam sikap politik luar negeri kita. Politik bebas aktif yang tertuang dalam pidato cerdas berjudul "Mendayung Diantara Dua Karang" yang beliau sampaikan di depan BP-KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) pada 2 Sept 1948.

Tarik-menarik yang jadi ketegangan dalam perang dagang antara AS dan Tiongkok sudah mulai memanas sejak administrasi Obama dulu, sekitar tahun 2015.  Saat RUU TPP (Trans Pacific Partnership) yang diajukan Presiden Obama ditolak kongres.

Aturan itu tadinya akan digunakan AS untuk membendung pengaruh ekonomi Tiongkok di Asia. Menurut Obama, Tiongkok akan menciptakan aturan-aturan baru ekonomi di Asia jika AS tak mengaturnya terlebih dahulu.

AS, sesuai kepentingannya, sangat ingin menciptakan zona perdagangan bebas Trans-Pasifik. Karenanya, AS mendorong Jepang, mengupayakan kesepakatan antara 12 negara penggerak 40 persen ekonomi dunia yang tergabung dalam TPP, yaitu AS, Jepang, Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, Singapura, Australia, Selandia Baru, Kanada, Meksiko, Cile, dan Peru.

Untuk mengimbangi itu, Tiongkok pun mendorong pemberlakuan FTAAP (Kawasan Perdagangan Bebas di Asia Pasifik) dalam KTT Ke-22 APEC di Beijing (Nov 2014) lalu. Inisiatif ini didukung para pemimpin APEC agar pencapaian FTAAP secara bertahap bisa direalisasikan sesuai kesepakatan walau persetujuan itu tak bersifat mengikat.

Sejak itu tensi hubungan AS-Tiongkok tak pernah turun. Apalagi sekarang administrasi Trump terkesan sedang membangun narasi yang lebih keras (atau cenderung kasar) terhadap Tiongkok.

Dilatarbelakangi persaingan (perang) dagang yang cukup kompetitif, bahkan cenderung ganas, membawa pula kecemburuan global. Isu-isu berbau rasialis tanpa malu-malu ikut diangkat, bahkan oleh presiden Trump, yang misalnya mengaitkan virus Corona sebagai virus berwarga Tiongkok. Dan oleh karenanya RRT mesti mempertanggung-jawabkannya secara global pula.

Lalu RRT pun membalas bahwa HIV-AIDS itu berpaspor USA, jadi Meneer Trump juga mesti ikut mempertanggung-jawabkannya secara global.

Sampai sekarang masih belum jelas apa persisnya yang dimaksud dengan pertanggung-jawaban dari masing-masing pihak itu? Yang jelas, perebutan hegemoni global ini semakin terfaksionalisasi ke beberapa sentra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun