Mohon tunggu...
Andre Barahamin
Andre Barahamin Mohon Tunggu... -

Penulis amatir.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fakta Utopis, Kekerasan yang Berulang dan Trauma yang Didiamkan

30 Agustus 2013   11:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:36 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mari mengurai agar jangan terperangkap pada kusut benang. Biar juga tidak ada prasangka bahwa para pekerja media terlalu melebih-lebihkan sesuatu, apalagi jika jurnalis yang jadi korban.

Soalnya sederhana.

Ada seorang warga negara, punya Kartu Tanda Penduduk (KTP), membayar pajak juga menaati hukum. Ini berarti ia seharusnya mendapatkan rasa aman dan perlindungan hukum, namun ternyata menjadi korban hingga harus meregang nyawa. 14 tusukan jelas bukan nominal yang sedikit. Kehilangan hidup akibat ulah para remaja yang sedang dipengaruhi alkohol, juga belum cukup untuk jadi alasan seorang perempuan menjanda dan seorang anak jadi yatim.

Di sisi lain, spanduk bertebaran di hampir seluruh sudut kota. Tulisan yang dicetak dengan huruf agak besar, cukup membuat semua pelintas dapat sekejap membacanya: Brenti Jo Bagate. Sponsor di bawahnya: Kepolisian Daerah Sulawesi Utara.

Plus, di berbagai media cetak, audio visual hingga online, para politisi dan tokoh masyarakat mengumbar cerita tentang sebuah kota yang nyaman. Kota yang bertepian dengan pantai dan dihuni oleh penduduk yang ramah serta santun. Belum lagi dengan bombastisnya seluruh utopi mengenai kerukunan, hingga sering digembar-gemborkan agar layak dicontoh seluruh wilayah republik garuda.

Lalu ada pertanyaan yang ingin disodorkan kepada kita semua.

Jika memang benar, ruang geografis ini aman dan layak sebagai tempat berteduh secara biologis dan psikologis, mengapa angka kekerasan terus meningkat di kurva imajiner masing-masing kita?

Mengapa perasaan setiap individu sering dihantui ketidaknyamanan untuk beraktifitas, terutama ketika matahari mulai terlelap? Kenapa gemerlapnya lampu kota di malam hari justru menampilkan muramnya teror?

Masing-masing kita mungkin dapat berbohong, tapi air muka tidak dapat menipu.

Bukankah ada rasa khawatir ketika kita bertemu dengan orang asing? Bahwa tiap-tiap orang sering merasa tak nyaman ketika secara fisik dekat dengan mereka yang tidak kita kenal? Dan ada ketakutan yang sering hadir saat kita berpapasan dengan sekelompok orang, apalagi ketika hari telah larut?

Sekarang mari bicara sesuatu yang baru saja terjadi. Fakta yang masih hangat di ingatan semua kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun