Perkenalkan, saya Andre Kusuma. Seperti ribuan lulusan sekolah perhotelan lainnya, saya pernah menaruh harapan besar pada industri ini. Dengan latar belakang pendidikan formal dan semangat untuk belajar, saya melangkah masuk melalui pintu yang paling umum bagi pemula: magang. Namun, pengalaman magang tanpa gaji itulah yang justru membuka mata saya pada realita pahit di balik kemewahan hotel: sebuah sistem yang tampaknya sengaja dirancang untuk membuatmu tidak punya jenjang karier.
Ini bukan cerita tentang tidak kuat kerja keras. Ini adalah cerita tentang kerja keras yang tidak pernah dihargai dengan masa depan. Inilah alasan utama saya tidak akan pernah kembali.
Pintu Masuk Bernama 'Daily Worker', Gerbang Keluar yang Tak Pernah Ada
Bagi kebanyakan orang yang ingin masuk ke industri hotel tanpa koneksi, hampir pasti jalur yang harus ditempuh adalah menjadi Daily Worker (DW) atau Pekerja Harian. Di permukaan, ini terdengar seperti batu loncatan. Kenyataannya, bagi banyak orang, ini adalah pasir hisap.
Sistem DW adalah model yang sangat menguntungkan bagi hotel, tapi merugikan bagi pekerja. Inilah faktanya:
Tidak Ada Kepastian: Kamu hanya dipanggil saat hotel ramai. Saat sepi, kamu dirumahkan tanpa pendapatan. Tidak ada gaji bulanan yang stabil.
Tidak Ada Tunjangan: Lupakan BPJS, THR, atau hak cuti. Statusmu sebagai pekerja harian membebaskan perusahaan dari semua kewajiban itu.
Tidak Ada Jenjang Karier: Inilah poin paling krusial. Janji bahwa "jika rajin, kamu akan diangkat jadi staf" seringkali hanyalah mitos. Banyak DW yang sudah bekerja bertahun-tahun, tenaganya terus dimanfaatkan, namun statusnya tidak pernah naik. Kamu selamanya menjadi "cadangan".
Hotel lebih suka mempertahankan sistem ini karena efisien. Mereka mendapatkan tenaga kerja murah yang bisa dipanggil dan dilepas kapan saja tanpa komitmen jangka panjang. Bagi pekerja, ini adalah penjara modern: bekerja di lingkungan mewah dengan masa depan yang suram.
Pengalaman Pribadi: Dari Magang Tanpa Gaji Hingga Melihat Rekan Tanpa Masa Depan
Saya sendiri merasakan "versi gratis" dari eksploitasi ini saat menjalani magang tanpa dibayar. Selama berbulan-bulan, saya bekerja layaknya karyawan penuh waktu, mengikuti ritme dan tekanan yang sama, namun tanpa upah sepeser pun. Dari posisi itulah saya melihat dengan jelas bagaimana sistem ini bekerja.
Saya melihat rekan-rekan DW yang jauh lebih senior dari saya. Mereka adalah tulang punggung operasional saat ada acara besar. Mereka gesit, terampil, dan hafal seluk-beluk hotel. Namun, setiap kali ada rekrutmen untuk posisi staf tetap, nama mereka seolah tidak pernah ada dalam daftar. Posisi itu seringkali diisi oleh orang baru dari luar, atau lebih buruk lagi, oleh "koneksi" dari dalam.
"Kamu bisa menjadi DW paling rajin dan paling loyal selama tiga tahun, tapi statusmu tidak akan berubah. Hotel tidak melihatmu sebagai aset untuk dikembangkan, melainkan sebagai sumber daya sekali pakai."
Melihat mereka, saya sadar bahwa jalan ini adalah jalan buntu. Jika mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi saja tidak diberi kepastian, harapan apa yang saya miliki sebagai anak baru? Magang tanpa gaji itu menjadi pelajaran paling berharga: saya harus keluar sebelum benar-benar terjebak.
Informasi Praktis: Memahami Hak Pekerja Harian (DW)
Meskipun pengalaman di atas banyak terjadi, penting untuk mengetahui bahwa ada aturan hukum yang melindungi pekerja harian lepas di Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP-100/MEN/VI/2004, status pekerja harian lepas memiliki batasan:
Seorang pekerja harian lepas dapat bekerja kurang dari 21 hari dalam satu bulan.
Jika seorang pekerja bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut, maka statusnya secara hukum harus diubah menjadi Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau karyawan tetap.
Mengetahui hak ini penting sebagai bekal jika Anda merasa terjebak dalam sistem yang eksploitatif.
Penutup: Kerja Keras Anda Layak Mendapatkan Masa Depan
Saya menulis ini bukan untuk mematahkan semangat semua orang. Saya menulis ini agar ada kejujuran tentang apa yang menanti di depan. Industri perhotelan bukanlah tempat yang buruk, tetapi sistem ketenagakerjaannya, terutama terkait DW, seringkali predatoris.
Bagi yang sedang terjebak dalam siklus DW abadi, ketahuilah: ini bukan salahmu. Kamu tidak malas atau tidak kompeten. Kamu hanya berada dalam sistem yang memang tidak dirancang untuk mengangkatmu.
Pada akhirnya, keputusan ada di tanganmu. Terus berharap pada ketidakpastian, atau mulai membangun jalan keluar sendiri. Bagi saya, pilihan itu sudah jelas.
Keluar bukanlah tanda menyerah, melainkan sebuah pernyataan bahwa kerja keras kita layak mendapatkan kepastian dan masa depan.
Bagaimana menurutmu? Apakah kamu punya pengalaman serupa? Mari berdiskusi di kolom komentar.
Yuk, mampir dan ngobrol lebih banyak di blog pribadi saya, Coretan Liar Gue, tempat saya menuangkan semua isi kepala dan jejak langkah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI