Mohon tunggu...
Andrea Ardi Ananda
Andrea Ardi Ananda Mohon Tunggu... Pustakawan - Man Jadda Wajada

Pustakawan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Lombok Timur yang hobi travelling dan menjelajah cakrawala literasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Permainan Tradisional Anak dari Lombok

27 Januari 2023   09:18 Diperbarui: 31 Januari 2023   08:06 6961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi permainan Kideng. Sumber: Permainan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat. Depdikbud. 1984

Dunia anak adalah dunia yang penuh dengan keceriaan dan bermain. Permainan anak semakin berkembang dengan seiring kemajuan teknologi. Pada era 90-an masih banyak anak-anak usia sekolah bermain permainan tradisional yang seru dan menyenangkan. Namun saat ini kebanyakan sudah bermain gadget karena sedari dini mereka tidak diperkenalkan dengan permainan tradisional. 

Padahal dengan permainan tradisonal dirasa mampu mengasah kreatifitas dan ketangkasan anak serta belajar menerima setiap hasil baik menang maupun kalah dengan rendah hati dan keikhlasan.

Sebagai orang Lombok, penulis berusaha menyajikan tulisan tentang permainan tradisional anak dari Lombok yang dihimpun dari berbagai literatur. Harapannya agar anak zaman now dapat mengetahui dan mau mencoba permainan tradisional tersebut. Berikut beberapa di antaranya:

1.  BELANJAKAN

Permainan ini lebih mengutamakan kekuatan fisik dari para pemainnya sehingga biasanya hanya dimainkan oleh para anak laki-laki. Fokus permainan ini pada teknik bantingan, tendangan dan tangkisan. Memang sedikit mirip dengan sumo di Jepang namun bedanya sumo hanya dorongan dan bantingan. Belanjakan lazimnya diadakan dalam tiga babak. 

Di mana peserta dianggap kalah jika melakukan permintaan sendiri untuk dihentikan atau sudah meminta dua kali "cop". Apabila cop dikatakan salah satu pemain maka permainan akan dihentikan sementara. Selain itu juri bisa menghentikan permainan jika dianggap sudah mengarah pada membahayakan keselamatan pemain.

2.  BEBAGEQAN

Bebageqan/bage'an adalah permainan anak yang memanfaatkan biji bageq atau biji asam. Setiap peserta yang bermain menyiapkan biji asam dengan jumlah yang sama banyaknya yang kemudian dimasukkan ke dalam lubang yang berbentuk silinder dengan kedalaman tertentu. 

Sebelum bermain kedua pemain mengundi atau biasa disebut dengan istilah "sut". Pihak yang menang akan terlebih dahulu memukul biji asam yang telah diletakkan di dalam lubang tadi dengan menggunakan biji asam yang ukurannya lebih besar, lazimnya disebut dengan istilah "katuq". 

Apabila katuq bisa mengeluarkan biji asam di dalam lubang dan katuq tertinggal di dalam lubang maka semua biji asam di dalam lubang menjadi milik pemenang.

3.  PERISAIAN

Perisaian menjadi salah satu warisan pendahulu suku Sasak di Lombok yang identik dengan seni bela diri. Permainan ini merupakan adu ketangkasan antara dua pemain. Setiap pemain dibekali dengan alat yang fungsinya untuk melindungi dirinya yang umumnya disebut "ende" yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau. 

Sedangkan alat pemukulnya disebut "penjalin" yang lazimnya terbuat dari rotan. Para pemainnya juga dilengkapi dengan "sapuq" atau ikat kepala khas Lombok dan kain panjang. 

Para pemain akan saling beradu pukul selama pertandingan dengan penilaian dari juri. Seorang pemain dikatakan kalah apabila sudah terluka di kepala atau kalah angka berdasarkan penilaian juri.

4.  BESILOQAN

Permainan besiloqan dilakukan dengan berkelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang. Diawali dengan penentuan siapa yang akan bertugas sebagai penjaga dan yang dijaga. Kelompok yang dijaga berada di dalam garis sedangkan yang dijaga berusaha keluar dari halangan anggota kelompok penjaga. 

Apabila ada yang berhasil keluar dari garis penjagaan dan bisa kembali ke tempat awal permainan tanpa ada anggota lain yang tertangkap maka permainan dianggap berakhir atau "siloq".

5.  KEDUK KEKE

Permainan ini diikuti minimal dua orang dan maksimal empat orang peserta. Alat yang dibutuhkan yaitu lidi atau kayu yang ditancapkan ke tanah atau pasir. Kemudian dengan bantuan kayu, lidi ataupun jari tangan sendiri setiap pemain berusaha mengeruk gundukan tanah/pasir  sambil menyanyikan "keduk keke lendang bajo, sai ngepe ie kado". Apabila ada salah seorang yang menjatuhkan lidi/kayu yang tertancap tadi maka dia dianggap kalah.

6.  CIPUCI-PUCI

Permainan ini minimal diikuti oleh tiga orang pemain yang salah satunya akan ditunjuk menjadi pemimpin permainan. Setiap peserta mengulurkan tangannya kedepan dilanjut dimulainya permainan oleh pemimpin dengan menunjuk tangan pemain lain sembari menyanyikan "cipuci puci enjang-enjang bidaderi, njelepong njelejet kamu minta kembang apa". 

Jika kata apa tepat menunjuk pada salah seorang anak, maka ia harus menyebutkan nama bunga. Misalnya: Duren lantas dijawab Laq (nama orang) minta kembang duren, Bapaknya Presiden. Bunga Melati lantas dijawab Loq (nama orang) minta kembang melati, Bapaknya Bupati. Keterangan Laq digunakan untuk anak perempuan dan Loq untuk anak laki-laki.

7.   JUMPRINGAN

Permainan ini minimal diikuti oleh lima orang anak dengan diawali pengundian atau "ompimpa". Bagi anak yang kalah harus telungkup di tanah sambil menutup matanya. Sedangkan yang menang akan memimpin permainan. 

Dengan kerikil di tangannya, pemimpin memulai permainan dengan menepuk tangan pemain lainnya yang berada di atas punggung yang kalah sambil menyanyikan "jumpring cet-ecet kribu dondong, aji pire telo' spook", begitu selesai batu kerikil yang dipegang tadi lalu diletakkan dalam genggaman salah seorang pemain, kemudian semua mengucapkan "aleem-aleem" secara berulang-ulang. 

Anak yang telungkup lantas bangkit dan harus menebak siapa yang menggenggam batu kerikil tadi.  Apabila ia tidak bisa menebak dengan benar maka ia telungkup kembali, sebaliknya bila tebakannya benar maka anak yang ditebak dinyatakan kalah dan kena hukuman untuk bergantian telungkup.

8.  BEGASINGAN

Permainan ini membutuhkan alat berupa kayu yang dibentuk bulat dengan ukuran 5-15 cm yang lazimnya disebut gasing. Kemudian tali yang terbuat dari sejenis rumput yang dianyam sedemikian rupa sebagai alat pemutar gasing yang disebut "alit". Tidak ada jumlah minimal untuk bermain gasing ini. Setiap pemain harus melilitkan tali dengan rapi tanpa saling bertindihan di bagian atas gasing. 

Lantas jika sudah siap pemain harus melempar gasing dengan teknik khusus sehingga bagian bawah gasing yang akan menyentuh tanah dan berputar. Penilaian permainan ini ditentukan berdasarkan lama perputaran gasing dan ada pula yang saling mengadu gasingnya untuk ditentukan yang paling lama berputar.

9.  BELOMPONGAN

Belompongan berasal dari kata "belompong" atau "begelompong" yang artinya menggelinding. Permainan ini harus beregu dengan jumlahnya yang tidak tertentu namun setiap regu jumlah pemainnya sama. 

Alat yang dibutuhkan adalah bola dan batu/kayu sebagai penanda di tengah arena permainan yang disebut "patok". Bola yang digunakan bisa berupa bola kasti atau tenis. Namun jaman dahulu digunakan buah jeruk muda sebesar bola kasti. Bisa juga menggunakan daun pisang kering yang digulung-gulung kemudian diikat. 

Ada juga yang memakai sobekan-sobekan kain yang digulung membulat membentuk bola. Permainan dimulai dengan pengundian siapa yang bertugas sebagai pihak dalam dan pihak luar. Biasanya pihak dalam akan bertugas memukul bola dan pihak luar yang berusaha menangkap bolanya untuk kemudian digelindingkan ke arah patok. 

Permainan dianggap selesai jika pihak luar dapat menangkap bola yang dipukul pihak dalam tanpa menyentuh tanah sebelumnya, jika pihak luar bisa menggelindingkan bola mengenai patok dan bola yang dipukul pihak dalam tidak sampai garis "mati" yang sudah ditentukan sebelumnya.

10. KIDENG

Kideng diartikan sebagai mencari sesuatu dengan hati-hati. Jumlah pemainnya tidak tertentu sesuai berapa anak yang ingin ikut bermain, setidaknya minimal ada 6-10 anak agar permainan lebih seru. 

Permainan diawali dengan pengundian atau "ompimpa" dan bagi yang paling terakhir kalah akan "jari" atau istilah untuk jadi. Mata anak yang jadi itu harus ditutup dengan sepotong kain atau penutup mata lainnya. Sebelum matanya ditutup, ia akan berusaha mengingat ciri-ciri pemain lainnya, baik dari bentuk wajah, hidung, rambut hingga pakaian yang digunakan. 

Setelah matanya ditutup, maka pemain lain akan berjalan memutari pemain yang jadi sambil menyanyikan "ore-ore terong masak, ringga nganjeng, rasa bente rasa siap, pak deng tombek ndaq beng saling oyek". 

Setelah lagu selesai serentak mereka jongkok, kemudian pemain yang jadi tadi mendekati salah seorang yang jongkok untuk ditebak. Ia akan berusaha mengenalinya dengan cara meraba-raba. Semua pemain lain harus diam terkadang sambil menahan geli melihat temannya diraba-raba. 

Pemain yang diraba pun harus diam sebab jika bersuara akan mudah dikenali dan jika tertebak maka dia yang akan kena hukuman untuk menggantikan anak yang jadi sebelumnya. Andai tebakannya salah, maka mereka akan berjalan melingkarinya lagi seperti di awal.

11.  KUDUNG

Kudung diartikan tutup, di Desa Sakra permainan ini disebut juga "tambe", filosofinya pemain harus berusaha menutup jalan lawannya agar tidak lolos. Jumlah pemain kudung setidaknya terdiri dari 4 sampai 8 orang agar seru. Tidak dibutuhkan peralatan khusus, yang penting dibuat sebuah garis lingkaran besar di tanah. 

Permainan dimulai dengan pengundian atau "ompimpa" bagi yang kalah paling terakhir akan "jari" atau istilah untuk anak yang jadi. Anak yang jadi tadi berada di luar garis lingkaran dan yang lainnya di dalam lingkaran. 

Pemain yang jadi tadi harus berusaha menyentuh pemain di dalam baik anggota tubuh maupun pakaiannya dengan syarat kedua kaki si "jari" atau pemain yang jadi harus menyentuh tanah atau tidak terangkat. Bagi yang tersentuh maka ia akan "jari" dan menggantikan di luar garis. Bagi pemain di dalam lingkaran jika keluar dari lingkaran pun berarti kena hukuman untuk menggantikan yang jadi.

12.  BERAU

Berau berarti melakukan/menirukan bunyi "au u u...". Bunyi itu adalah menirukan suara "sendero" yaitu alat kecil yang biasanya dipasang di leher burung merpati. Ketika merpati terbang maka akan mengeluarkan suara au u u dari alat itu. Permain ini beregu yang jumlah tidak tertentu yang penting sama tiap regunya. 

Permainan diawali dengan pengundian melalui "sut" untuk menentukan pihak dalam dan pihak luar. Setelah sut lalu dilanjut dengan membuat perjanjian tentang daerah bebas, ketentuan pemenang dan ketentuan hukuman bagi yang kalah. Daerah bebas biasanya berupa garis, tongkat atau pohon sebagai penanda. 

Setelah ditentukan daerah bebas, maka semua anggota pihak dalam masuk ke daerah bebas. Dilanjutkan oleh pihak dalam yang berusah mengejar anggota pihak luar untuk ditangkap sembari berbunyi "au..u..u". Jika saat mengejar napasnya tidak kuat maka ia harus kembali ke daerah bebas dan anggota pihak luar boleh mengejar balik untuk ditangkap. 

Jika ia tertangkap sebelum sampai daerah bebas maka ia akan masuk menjadi anggota pihak luar dan berlaku sebaliknya. Permainan ditentukan pemenangnya jika jumlah yang tertangkap sudah memenuhi persyaratan saat perjanjian di awal. Bagi yang kalah akan mendapat hukuman yang lazimnya di kalangan anak-anak suku Sasak biasa disebut "nyenggeq" yang artinya pihak yang kalah harus menggendong pihak yang menang di atas punggung.

13. TEK-TEKAN

Permainan tek-tekan memanfaatkan alat dari bahan kayu yang sudah dikelupas atau dihilangkan kulitnya. Satu bagian kayu lebih panjang dengan ukuran 30-35 cm dan bagian kayu yang pendek dengan ukuran 10-12 cm. Permainan diawali dengan pengundian untuk menentukan pihak yang pemenang yang bertugas mengungkit (tim pengungkit) kayu yang pendek untuk dilempar sejauh-jauhnya dan pihak yang kalah (tim penangkap) bertugas menangkap kayu tersebut. Jika pihak kayu dari tim pengungkit berhasil ditangkap tim penangkap maka tim pengungkit dianggap kalah, namun bila gagal ditangkap maka tim penangkap harus melemparkan kayu pendek tadi ke kayu yang lebih panjang di mana sebelumnya diletakkan terlebih dahulu di tanah. Apabila kena maka permainan berhenti dan sebaliknya maka permainan dilanjutkan.

Salah satu lembaga/institusi yang bisa melestarikan khazanah permainan tradisional anak adalah perpustakaan, khususnya Perpustakaan Umum/Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota. Belum lama ini ada program PISA (Pusat Informasi Sahabat Anak) yang digagas oleh Kementerian PPPA yang mana perpustakaan menjadi ikonnya. 

Ketersediaan sarana permainan tradisional anak menjadi salah satu indikator penilaiannya menuju PISA yang ramah anak dan terstandardisasi. Tidak hanya dari segi koleksi buku bacaan anaknya, kegiatan permainan tradisonal anak ini pun bisa saja dicoba dan dihidupkan kembali melalui kegiatan-kegiatan di perpustakaan yang melibatkan peran aktif anak-anak yang berkunjung. Ayo ke perpustakaan.


DAFTAR BACAAN:

Siradz, Umar, dkk. Permainan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984.

Sudirman. Gumi Sasak Dalam Sejarah (Bagian 2). Pringgabaya: KSU "Primaguna" kerjasama PUSAKANDA, 2012.

Sudirman, dkk. Kerajinan dan Kesenian Tradisional Lombok. Pringgabaya: KSU "Primaguna" kerjasama PUSAKANDA, 2012.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun