Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Poros Maritimku di Tumasik

28 Agustus 2015   17:55 Diperbarui: 28 Agustus 2015   17:55 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika industri elektronika sedang berkembang, Batam ikut bergerak. Bahan baku untuk produk-produk elektronika mengalir deras masuk ke Batam melalui Singapura. Perusahaan-perusahaan PMA terutama Jepang dan Singapura membentuk basis produksinya di Batam. Bagi mereka, Batam adalah pilihan basis produksi yang murah dengan tenaga kerja yang berlimpah. Tentu saja tenaga kerja sangat berlimpah masuk ke Batam. Tenaga kerja tersebut yang didominasi oleh tenaga kerja perempuan yang direkrut secara massive dari Pulau Jawa.

Batam memang bergerak. Bahan baku produk elektronik masuk ke kawasan industri dengan embel-embel FTZ (free trade zone). Akibat begitu free-nya, entah apakah bea cukai memiliki administrasi yang baik untuk mencatat keluar-masuk barang dari Singapura ke kawasan industri di Batam? Apalagi kalau jelas limpahan barang masuk ke Batam hanya diterima oleh perusahaan elektronika yang bergerak di bidang jasa maklon, ibaratnya jasa tukang jahit yang tidak menanggung biaya bahan. Banyak pertanyaan tentu, apakah barang yang keluar kembali dari kawasan industri di Batam itu mendapat pengakuan product of Indonesia atau product of Singapore atau apa ?

Industri elektronika yang berkembang di Batam ketika sedang dalam puncaknya hanya sebagian kecil saja bahkan kecil sekali yang menggunakan rantai suplai dari dalam negeri Indonesia. Itu berarti sebagian besar bahkan besar sekali berasal dari impor. Akibatnya devisa hasil ekspor apapun yang dihasilkan oleh Batam mau tidak mau harus dilepas kembali keluar karena rantai suplai memang berada di luar wilayah Indonesia. Posisi Singapura sebagai salah satu pusat finansial dunia juga menyebabkan banyak perusahaan elektronika di Batam membuka current account di bank-bank papan atas yang beroperasi di Singapura. Hal tersebut untuk memudahkan pembayaran atas impor yang dilakukan. Memang betul, pada dasarnya perusahaan-perusahan eksportir bahan baku produk elektronik itu banyak yang berbasis di Singapura. Walaupun diragukan juga kalau memang bahan baku tersebut dihasilkan langsung di Singapura. Setidaknya ini jugalah yang mengukuhkan posisi Singapura sebagai pusat maritim dunia. Bahan baku produk elektronik dari berbagai kawasan di Asia masuk ke Batam melalui pintu Singapura. Batam hanya tukang jahit yang menerima pesanan. Dari cipratan kemakmuran ekonomi pusat maritim dunia itu, apa yang diperoleh Indonesia ? Penyerapan tenaga kerja ? Mungkin itulah minimal yang menguntungkan Indonesia.

Orang bilang saat ini industri elektronika Batam tidak lagi secerah tumbuh pesatnya industri galangan kapal. Tapi siapa yang tidak tahu kalau itu pun limpahan bisnis besar Singapura sebagai pusat maritim dunia. Persoalan baru mungkin muncul jika tidak berhati-hati tentang dampak lingkungan dari tumbuh pesatnya industri galangan kapal ini. Dan oh ok ini ada berita “Genjot Investasi, Jokowi Dekati Pemerintah Singapura”, begitulah salah satu pemberitaan di media online CNN Indonesia, 24 Juli 2015 lalu. “Jokowi Ajak Singapura Investasi di Batam, Bintan, dan Karimun”, demikian berita dari Pikiran Rakyat online 28 Juli 2015. “Singapura Siapkan Investasi Rp 17,5 Triliun di Batam” berita dari SindoNews.com. Diberitakan oleh SindoNews, perusahaan Singapura berminat mengembangkan kawasan industri dan pusat logistik serta maritim di Batam senilai USD 1,3 miliar atau setara dengan sekitar Rp 17,5 triliun.

Baik-baik saja dengan investasi baru dari Singapura kalau memang terealisasi. Tapi investasi adalah investasi. Apalagi yang diharapkan dari investasi? Di satu pihak pemerintah mau investasi asing masuk ke Indonesia khususnya BBK, tapi di lain pihak pemerintah juga memperluas paket tax holiday termasuk untuk industri galangan kapal. Lalu apalagi kira-kira yang akan didapat oleh Indonesia dari masuknya investasi Singapura di Indonesia? Sekadar penyerapan tenaga kerja lagi ? Alih teknologi yang sulit diharapkan? Bagaimana akan ada penghasilan masuk dari PPh badan jika nanti berlaku tax holiday? Apakah akan menggerakkan rantai suplai dalam negeri?

Lihatlah betapa perkasanya Singapura. Lama sudah BBK itu berada di bawah bayang-bayang Singapura, mengharapkan sekadar cipratan kemakmuran pusat maritim dunia. Lihatlah angka surplus perdagangan yang dicetak oleh Singapura di bidang migas terhadap lawan transaksinya: Indonesia. Telusurilah ke mana devisa hasil ekspor itu mengalir keluar dari BBK. Berdaulatkah Rupiah di kawasan BBK? Siapa sih yang sungguh-sungguh tahu kalau Batam juga terlibat mengerjakan jag-up rig, tidak demikian, karena yang tersohor di mata dunia bukanlah Batam, melainkan Singapura. Karena itu bisnis maritimnya Singapura.

Ketika dulu butir-butir pasir Kepulauan Riau mengalir ke Singapura membentuk daratan baru bagi pusat maritim dunia itu, ketika kini Pak Jokowi, presidenku merangkul Singapura untuk berinvestasi di BBK, itulah saat kusadar kembali bahwa poros maritimku itu, kini masih di Tumasik.

 

 

*) Photo Credit: www.yoursingapore.com

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun