Mohon tunggu...
andra nuryadi
andra nuryadi Mohon Tunggu... Konsultan - bekerja 20 tahun lebih di media, memiliki laboratorium kreativitas konten

Creative Addiction; Media Practitioner; Journalist

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dari Mana Datangnya Uang untuk Podcast?

1 Januari 2021   00:29 Diperbarui: 1 Januari 2021   17:07 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Kate Oseen on Unsplash

Podcast (dalam bahasa Indonesia disebut dengan siniar) adalah bintang platform digital sepanjang 2020. Kendati di Indonesia kemudian muncul "podcast" dalam format video, namun platform podcast yang sesungguhnya (audio, merupakan akronim iPod broadcasting yang dirancang Apple untuk memperkaya konten audio di perangkat iPod-nya) terus mendaki.

Jajaran puncak podcaster memang masih didominasi oleh para pesohor sebagai ruang baru untuk menjaga eksistensi dirinya di dunia hiburan. Namun podcaster warga biasa juga terus membanyak. 

Mereka hadir dengan segala kreativitasnya, satu-dua bahkan bersaing dengan kaum selebriti. Mereka harus berjuang dengan kreativitas tinggi dalam menghasilkan konten. Itu makanya mengapa podcaster tertinggi didominasi oleh Rintik Sedu.

Terlepas dari produktivitas dan selebritas para podcaster, platform podcast tengah "mencari" pola dalam model bisnisnya. Belum seperti YouTube atau Facebook, namun aplikasi atau platform seperti Spotify yang menguasai lebih dari 50 persen podcast di dunia telah membayar hak siar bagi podcast-podcast eksklusif. Yang termahal adalah podcast nomor satu sedunia, The Joe Rogan Experience senilai 100 juta dolar.

Seperti kita tahu pendapatan Spotify berasal dari pelanggan berbayarnya yang tercatat telah menembus 150 juta dan pendapatan dari iklan. Tak sulit bagi Spotify untuk membayar hak eksklusif podcast-podcast di seluruh dunia. Bahkan kanal podcast bakal dibuat dengan skema berlangganan layaknya kategori musik.

Sejumlah podcaster mulai memonetisasi dengan model persis seperti yang dilakukan oleh media konvensional. Pendapatan diperoleh berasal dari advertiser.

Hal ini membuat rate podcast sangat bervariasi. Tergantung kepada siapa membuka harga berapa. Namun rata-rata, seperti di Amerika menggunakan pola CPM (cost per mille), di mana rate iklan podcast sebesar 15 dolar per 1.000 pendengar. 

Harga ini berlaku untuk iklan jenis pre atau post roll (iklan di awal atau di akhir tayangan) dengan durasi 15 detik. Jika memilih di tengah tayangan atau mid roll untuk 1.000 pendengar senilai 25 dolar. Bahkan ada yang berani mematok harga 50 dolar.

Pendapatan dari sisi ini belum sepenuhnya memikat para pengiklan baik agensi maupun prinsipal. Tetapi podcaster yang sadar konten membuat kebijakan sendiri. Umpamanya dalam bentuk iklan-iklan soft sell yang terintegrasi ke dalam konten. 

Sejumlah kementerian di Indonesia tampaknya mulai melirik paket yang packaging-nya kira-kira seperti sebuah advertorial. Untuk paket seperti ini belum ada standarisasi, sehingga skema harga bisa suka-suka alias tidak seperti pre roll atau mid roll.

Potensi pendapatan lain adalah melalui paket-paket konten premium. Di Amerika tren ini sudah dikembangkan. Salah satunya adalah apa yang ditawarkan oleh The Last Podcast on the Left. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun