Mohon tunggu...
Ando Ajo
Ando Ajo Mohon Tunggu... Administrasi - Freelance Writer

Asli berdarah Minang kelahiran Melayu Riau. Penulis Novel Fantasytopia (2014) dan, Fantasytopia: Pulau Larangan dan Si Iblis Putih (2016). Find me at: andoajo.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ia

24 Desember 2015   13:53 Diperbarui: 24 Desember 2015   13:53 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kusyairkan kembali…

Pada masa di mana hati tak lagi berperi. Lewat setengah milenium waktu diberi, semenjak Isa putra Maryam menjadi penyejuk bumi.

Sebab ajaran tak lagi menjadi tameng diri, ketika moral diperjual-beli, lengkingan serunai panjang lantang bebunyi. Menebar takut tak terperi, bala bencana datang menjadi-jadi. Adalah Abrahah menunggang gajah mengumbar sakti. Niat menaklukan Mekkah begitulah ambisi. Malang kecongkakan menguasai diri, hujan kerikil dari kaki-kaki Ababil meluluhlantakkan setiap jengkal diri.

Bukan satu kebetulan, ianya settingan dari Tuhan, menyambut mulianya kelahiran. Api suci yang dibangga-banggakan, yang selalu menyala ratusan tahun dalam hitungan, tetiba padam tanpa siapa pun mengerti keadaan, kecuali hati-hati yang berhiaskan kesucian, seperti Pendeta Buhaira yang teladan.

“Kenapa api suci kami padam? Padahal tiada angin kencang berhembus…” lolong mereka dalam ketakutan.

Kegelapan memayungi malam, Mekkah mencekam. Ka’bah tersiksa gelap kelam, rumah suci pertama yang dibangun anak manusia setelah Adam, oleh Bapak umat Ibrahim ‘alayhisallam.

Kegusaran dan bayang keributan jatuh hening. Tenang. Tiada derik jangkrik, tiada nyanyian burung malam. Tidak pula kepak sayap kelelawar. Sunyi…

Alam… tertunduk.

Keheningan dipecah suara tangisan, lengkingan dari mulut bayi merah tak berayah seakan harapan dalam kegelapan yang membungkam.

Ia, yang lahir dalam gendongan para bidadari

Ia, yang terlahir tanpa sosok ayahanda di sisi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun