Setiap pagi yang sunyi, ia selalu memberi ramai dengan nyayian pagi. Bukan hanya untuk saya tetapi semua pelanggannya. Sudah berkali-kali menyapa kami dengan suara nyanyian itu. Kami pun selalu terbangun, mendengar hingga penasaran ingin melihatnya. Ia pun selalu berpura-pura membelokkan motornya, atau sekedar menghitung sudah berapa
 yang laku jualannya, sudah berapa recehan yang terkumpul di sakunya. Perawakannya sederhana, tetapi celananya ia jahit sendiri, topi hingga jaket levis ia buat sendiri. Lebih-lebih kue donat yang ia jajakan tentu hasil tangannya sendiri.
Konon suatu pagi ia datang, ingin menenangkan anak-anak saya yang sedang menangis, atau sesekali hanya bermain di depan pintu. Ia mungkin tahu bahwa saya adalah pendatang di kompleks pogung itu. Terlihat dari kebingungan dari setiap nyayian yang ada. Ia beranikan diri menawarkan donat sebagai penutup mulut kepada anak kami, dan juga untuk menjanggal perut sebelum makan nasi. Pasalnya sudah menjadi tradisi bagi kami anak tani yang selalu makan nasi setiap pagi, siang dan malam. Ia menghampiri anak-anak di pintu seraya berkata selepas makan donat, berkemas, ikut om ke sekolah. Anak-anak seusaimu sudah harus ke sekolah.
Terdengar bising dari dalam kamar, mana ada sekolah menerima anak-anak di tengah atau di akhir tahun ajaran. Ia pun berani menjamin hingga anak-anak kami bisa di terima di sekolah.
***
Kurang lebih tiga tahun, sebuah pagi yang cukup cerah untuk seorang lelaki kesiangan atas kemalangannya sendiri. Ia terbangun langsung berlari ke sana-ke mari. Mencari suara nyanyian sebagaimana yang di dengarnya setiap pagi.
Mas kok kamu di sini? sapanya tanpa ragu.
Oh bapak ingat saya yah, anak-anak kamu sudah sekolah di mana? Alhamdulillah sudah di sekolah dasar ibu kandung yang satu baru kelas 1 dan yang 1 sudah kelas 3. Terima kasih bapak, atas nasehat bapak anak-anak kami dapat TK. Tahukan sekarang anak-anak tidak bisa masuk SD tanpa ada pengalaman nagis di TK, pengalaman nyanyi, atau mengenal gambar dan huruf. Bahkan sekolah sekarang hanya ingin teriam anak yang sudah TK agar tidak repot mengajarkan lagi seperti Ini itu, atau ini bapak Budi.
Kamu sendiri kuliahnya bagaimana?
Oh yah bapak, kuliah saya sudah tahun ke empat, sedang berjuang ini.