Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Imigran dalam Himpitan Mulitilingual di Kota Makassar

27 Januari 2023   17:11 Diperbarui: 27 Januari 2023   17:19 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota Makassar menjadi kota persinggahan sementara bagi sebagian kelompok Imigran asal Timur Tengah. Kota Makassar menjadi salah satu kota pilihan bagi mereka sebelum (di)berangkat(kan) ke negara tujuan seperti Amerika dan Australia. Tak banyak diantaranya telah memenuhi persyaratan menjadi kewarganegaraan di negara tujuan dan telah diberangkatkan secara resmi melalui lembaga/ organisasi yang menanganinya. Namun sebagian besar dari mereka masih tinggal di Kota Makassar yakni di shelter (tempat menginap sementara bagi kelompok Imigran). Kelompok Imigran tersebut kini hidup berdampingan dengan masyarakat Kota Makassar.

Hingga awal tahun 2023, beberapa kelompok Imigran di Kota Makassar masih tinggal menetap sementara karena ketatnya peraturan di negara tujuan terkait status kewarganegaan Imigran baru. Periode akhir 2022 tercatat kurang lebih 1.536 jiwa. Angka tersebut sudah menurun sedikit demi sedikit dari tahun ke tahun. Dimana sebelumnya yakni periode 2017 tercatat 1.274 orang yang berasal dari Afganistan, menyusul Myanmar 217 orang, Somalia 170 orang, Iran 81 Orang, Sudan 76 orang, Irak 37 orang, Srilanka 30 orang, Ethiopia 33 orang, Pakistan 46 orang, Palestina 12 orang, Nepal 5 orang, Eritrea, Yaman, Syria dan Mesir masing masing 1 orang. 

Beberapa diantaranya berstatus pemegang Izin Tinggal Kunjungan (ITK), Izin Tinggal Terbatas (ITAZ), Izin Tinggal Tetap (ITAP), serta warga Negara asing pencari suaka. Angka Imigran di Kota Makassar merupakan angka terbesar kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta. 

Salah satu faktor jumlah pengungsi dan pencari suaka di Makassar cukup tinggi adalah karena kebijakan positif Walikota Makassar untuk mengeluarkan izin tinggal di Makassar bagi para pengungsi dan pencari suaka. Pemerintah Kota Makassar telah melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan IOM terkait penanganan pengungsi yang ada di kota Makassar pada tanggal 23 September 2015.

Kelompok Imigran dalam berinteraksi dengan satu sama lain, tentunya membutuhkan kompetensi bahasa. Mengingat bahwa kedatangan mereka tidak direncanakan dengan baik dan tidak formal sehingga penguasaan asing termasuk Bahasa Indonesia tidak dilakukan dengan baik. Di sisi lain juga bahwa masyarakat Kota Makassar sendiri terdapat beragam suku etnik yang tentunya dengan beragam bahasa. Sehingga dalam interaksi sehari-hari telah terjadi kontak bahasa-bahasa baik bahasa kelompok Imigran itu sendiri maupun bahasa-bahasa yang sudah hidup lama di Kota Makassar. 

Masyarakat Kota Makassar terdiri dari beberapa kelompok suku/ etnik yang berbeda baik berasal dari etnik yang ada di Sulawesi Selatan sendiri maupun di luar pulau Sulawesi seperti dari etnik Jawa, Bali, Papua, NTB dan NTT. Selain itu juga terdapat kelompok etnik Tionghoa yang sudah lama mendiami kota Makassar bahkan sejak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Situasi heterogenitas tersebut dengan berbagai bahasa membuat masyarakat penutur menjadikannya sebagai masyarakat multilungual. Sebab tidak hanya menggunakan Bahasa Daerah, melainkan juga menggunakan Bahasa Nasional dan Bahasa Asing.

Hidupnya beragam budaya dan bahasa menjadikan kelompok Imigran sebagai kelompok pendatang baru di Kota Makassar mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan baik. Atas situasi demikian bahwa bahasa merupakan sesuatu hal yang sangat krusial.

Tidak ada pilihan lain bagi kelompok Imigran selain menggunakan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Internasional. Namun dalam praktek komunikasi di lapangan bahwa tidak semua masyarakat Kota Makassar dapat berkomunikasi dengan baik menggunakan Bahasa Inggris. Terkecuali dalam ranah formal misalnya dalam situasi komunikasi di lingkungan kampus, tentu kelompok Imigran tersebut tidak akan mudah tersesat.

Sebagai kelompok mayoritas yakni penutur Bahasa Indonesia dengan dialek Melayu Makassar, menjadikan kelompok Imigran tersebut terjebak dalam situasi multilingual. Sebab mereka tidak hanya berasal dari satu negara melainkan dari beberapa negara Timur Tengah dan hidup bersama di Shelter dalam komplek pemukiman masyakat Kota Makassar. Tentunya kelompok Imigran juga memiliki bahasa dari etnis mereka, memiliki Bahasa Nasional dari negara mereka masing-masing, Bahasa Inggris.

Diitambah lagi mereka dituntut oleh keadaan untuk menguasai Bahasa Indonesia dialek Melayu Makassar selama mereka berada di Kota Makassar. Kelompok Imigran paling tidak harus beradaptasi dengan Bahasa yang hidup dan berkembang di Kota Makassar. Adaptasi bahasa tersebut tidak mudah bagi kelompok Imigran tetapi sebuah keharusan. Tentunya ketersinggungan bahasa dan budaya sangat sulit terhindarkan. Namun tidak ada pilihan bagi mereka selain menerima bahasa mayoritas yang digunakan oleh penutur mayoritas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun