Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Pendidikan di Mata Pena Andrea Hirata dan di Mata Hati Pembaca; Ulasan Buku Orang-orang Biasa

12 Januari 2023   09:34 Diperbarui: 12 Januari 2023   11:28 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan merupakan sesuatu hal yang istimewa bagi kelompok masyarakat tertentu di Indonesia. Sebutlah di Belantik (kampung fiksi dalam Novel Orang-Orang Biasa). Mungkin demikian di kampung lainnya yang masih menomorsatukan pendidikan dibanding aspek lain. Di sisi lain, pendidikan menjadi sulit bagi orang yang berada pada level ekonomi lemah. Untuk orang-orang yang berduit tentu biaya pendidikan sangatlah mudah baginya. Demikian juga akan menjadi hal biasa bagi orang yang punya kecukupan jaringan dan pemahaman yang baik.

Belantik adalah sebuah kampung yang teramat aman dan tentram. Sebuah wilayah fiksi dalam karya Hirata layaknya kota fiksi URK yang ada dalam DOTS buah tangan Lee Eung Bok. Dalam kamus Hirata pada karya Orang-Orang Biasa bahwa pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi yang baik dan Belantik akan menjadi semakin terdepan dari segala aspek. Karena pendidikanlah menjadi kunci kemakmuran Belantik dikemudian hari.

Pendidikan, kriminalitas dan ekonomi menjadi tiga hal yang bertalian satu sama lain dalam negeri Belantik. Di mata tokoh fiksi tersebut bahwa pendidikan baik dan pendidikan yang tinggi sekali diharapkan dapat merubah status sosial dan kesejahteraan (dalam hal kebebasan ekonomi). 

Di sisi lain bahwa ekonomi yang baik yang dimiliki anak-anak sejak lahir tanpa pendampingan yang baik bagi orang tua, akan menjadikan anak akan terjerumus pada dunia gelap. Keadaan seperti ini tentu berkaitan dengan kriminalitas. Dengan ketidakberdayaan secara ekonomi pula akan membuat orang mudah terpancing untuk melakukan kriminalitas. Ketiga aspek tersebut di tangan penulis menjadi cerita yang epic. Saling terkait satu sama lain, sehingga tokoh---tokoh dalam cerita tersebut melakoni nasib masing-masing dengan baik atas kuasa Andrea Hirata.

Dinah, ibu Aini terpaksa menghentikan sekolahnya karena ketidakmampuan secara ekonomi. Akhirnyapun ia terpaksa kawin muda. Tahulah jika seseorang kawin muda, entah banyak proses pendewasaan yang terpaksa ia lewati sebelum waktunya. Di sisi lain, ia juga tidak akan mampu menghadapi situasi akademik yang membuatnya menjadi manusia terkurung, manusia terbuli hingga tersisihkan dari geng-geng anak sekolah. Padahal bergabung dengan geng anak sekolah (geng elit) adalah salah satu prestice. 

Dinah ia selalu mendapatkan rapor buruk di sekolah. Predikat ini melekat di benak semua orang termasuk guru matematikanya. Hingga di usia tua pun, orang-orang masih mengingatnya sebagai orang yang tidak mampu menghitung tapi pada akhirnya ia bisa menjadi penjual mainan anak-anak. Yah penjual mainan anak-anak di pinggir jalan, di pasar malam, hingga di pasar rakyat. Profesi ini membuatnya juga saling main kucing-kucingan dengan petugas keamanan. 

Demikian pula suaminya (ayah Aini) juga berprofesi yang sama dan pada akhirnya ia meninggal di usia muda yakni pada saat Aini masih kecil. Ayah Aini menderita penyakit, sehingga Aini mengingat sepanjang ingatannya atas penyakit ayahnya. Ia pun dendam bahwa kelak ia akan menjadi dokter agar bisa menyelmatkan nyawa orang-ornag yang ia sayangi. Cita-cita itu berbanding terbalik dengan keadaan ibu Aini yang tidak paham sama sekali matematika. 

Sementara kedokteran harus bergelut dengan matematika. Aini bertekad, Aini melahap habis buku-buku pelajaran, Aini melawan nasib buruk yang menimpa keluarganya. Hingga pada akhirnya Aini menteror guru matematika yang dulu juga mengajari Ibunya. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ia membantah rumus itu.

Prestasi akademik Aini di sekolah merubah pandangan negatif guru-guru Ibu Aini dulu. Selain guru-guru Aini dan Ibu Aini, hal yang paling mengesankan adalah teman-teman sekelas Ibu Aini dulu yang sama sekali tidak percaya jikalau Aini bisa paham matematika apalagi peringkat teratas di sekolah. Dinah (Ibu Aini) sungguh semakin takjud saat mengetahui jika anaknya Aini lulus di Fakultas Kedokteran. 

Ia pun bingung sebab untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Sekolah kedokteran sangat membutuhkan biaya tinggi meskipun Aini mendapatkan beasiswa. Ia berfikir keras kadang pula putus asa atas situasi Aini. Tidak demikian dengan grup Dinah yang juga mengetahui kelulusan Aini. Teman-teman Dinah berjuang keras, jalan apapun mereka akan tempuh demi membantu Aini agar lanjut di perguruan Tinggi Negeri.

Seorang teman Dinah, kutu buku dan miskin. Orang ini yang akan memimpin perencanaan bagaimana Aini bisa kuliah. Ia tidak punya uang sama sekali tetapi ia telah melahap habis semua genre buku-buku. Sebutlah Debut yang Hirata namai ponggawa perampokan kelak demi mendapatkan uang kuliah Aini. Debut ternyata mampu melakukan perencanaan perampokan. Debut juga mampu memecahkan kasus kejahatan money laundry di Belantik. 

Padahal tak satupun di Belantik yang mampu pecahkan masalah itu. Baik penjahat kelas kakap yang berpengalaman maupun petugas keamanan. Debut dengan pengetahuan mumpuni yang ia dapatkan dari bacaan-bacaan selama jualan buku, pada akhirnya ia bermanfaat dengan baik dalam hal kasus besar tersebut, bahkan pada pemecahan kasus AINi ia pun mampu menyusunnya hingga bisa membantu orang cerdas itu untuk kuliah.

Melalui cerita Aini dan perjalanan membaca Debut, mata hati pembaca pada akirnya terbuka bahwa membaca itu penting. Aini bisa cerdas dan Debut bisa sesuatu karena membaca. Bahwa dengan membaca buku, dengan pendidikan serta tekad yang kuat kita pada akhirnya mampu menggapai impian kita.

Catatan; tulisan ini lebih menekankan aspek intrinstik dari  Novel Orang-Orang Biasa karya Andrea Hirata dan juga pengalaman pribadi pembaca lebih tepatnya pada aspek moral yang melekat pada diri saya. Tentunya ada harapan jua penulis yang melekat pada tokoh-tokoh tersebut. Ulasan ini merupakan ulasan kedua yang pertama lebih menekankan aspek ekstrinsik dan aspek teoritis karya Sastra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun