Mohon tunggu...
Andi Ronaldo Marbun
Andi Ronaldo Marbun Mohon Tunggu... Lainnya - Detektif informasi, pemintal cerita, dan pemuja mise-en-scène

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Serial "The People v. O.J. Simpson": Warisan yang Melampaui Persidangan, Menginspirasi Pencarian Keadilan

12 April 2024   17:58 Diperbarui: 12 April 2024   18:01 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pengadilan Kasus Pembuhunan dengan Terdakwa O.J. Simpson di Pengadilan Tinggi Los Angeles (Sky News)

Baru-baru ini, dunia dikejutkan oleh kabar meninggalnya O.J. Simpson di usia 76 tahun. O.J. Simpson merupakan mantan bintang sepak bola Amerika yang kemudian menjadi aktor terkenal dan pernah menjadi perhatian dunia karena dibebaskan secara kontroversial dari tuduhan pembunuhan ganda di Pengadilan Tinggi Los Angeles. 

Dengan pemberitaan tersebut, mustahil untuk tidak merenungkan kembali hiruk-pikuk pemberitaan media seputar "Persidangan Abad Ini" dan penceritaannya yang apik dalam serial FX berjudul "The People v. O.J. Simpson: American Crime Story". Serial TV ini lebih dari sekadar dokudrama kasus sensasional; serial ini menjadi titik nyala budaya, menyoroti ketidakadilan sistemik dan kekuatan narasi dalam membentuk opini publik. 

Sejumlah adegan ikonik terukir selamanya dalam ingatan budaya kita: mobil Bronco putih yang dikejar polisi dalam pengejaran yang surealis, seruan berapi-api Johnnie Cochran "If it doesn't fit, you must acquit", serta kehidupan yang hancur dalam pembunuhan ganda yang brutal. Selain itu, serial tersebut, yang berani mengupas lapisan sensasionalisme, mengungkapkan saraf mentah sebuah bangsa yang bergulat dengan ras, keadilan, dan kekuatan narasi dengan melibatkan selebritas.

Bagi saya pribadi, serial yang diakui secara kritis ini lebih dari sekadar menceritakan kembali persidangan terkenal tersebut. Serial ini menjadi pintu gerbang, sebuah ajakan yang meresahkan namun tak tertahankan untuk menjelajahi dunia sistem peradilan Amerika Serikat (AS) yang kompleks dan seringkali sensasional. Terinspirasi oleh acara tersebut, saya mendapati diri terpikat oleh aksi manuver hukum yang menegangkan, dilema etis yang dihadapi pengacara, dan yang terpenting, pertanyaan-pertanyaan abadi tentang keadilan dan kesetaraan yang menjadi jantung dari suatu sistem yang dibangun di atas cita-cita tetapi sering diuji oleh kenyataan.

Tontonan dan Substansi dari Serial "The People v. O.J. Simpson"


Pengadilan O.J. Simpson pada tahun 1994 merupakan sumber hiruk-pikuk media yang tak tertandingi pada masanya -- menginspirasi kelahiran siklus berita 24 jam yang terpaku pada satu kisah yang sangat mengenaskan. Serial FX "The People v. O.J. Simpson: American Crime Story" dengan cekatan membedah tontonan ini, menangkap absurditas pengejaran Bronco, suasana menegangkan di sekitar persidangan, dan peran selebritas dan ras dalam mendorong publik yang tak pernah puas untuk terus meminta perkembangan kasus terbaru. 

Akan tetapi, yang mengangkat derajat serial ini justru kedalamannya di luar ruang pengadilan. Serial ini berani mengkaji isu sosial, politik, dan hukum yang membara di bawah permukaan cerita sensasional. Luka pemukulan Rodney King dan kerusuhan Los Angeles berikutnya masih terasa, menyoroti perpecahan ras yang dalam yang akan memengaruhi jalannya persidangan. Fokus ini menjelaskan cara keadilan itu sendiri dapat dibelokkan, tergantung pada orang yang diadili dan yang melihat.

Salah satu kekuatan terbesar serial ini terletak pada cara tokoh-tokoh kunci yang terlibat dalam kasus ini dimanusiakan. Penggambaran Marcia Clark yang memilukan oleh Sarah Paulson mengungkapkan seksisme dan serangan pribadi tanpa henti yang dia hadapi sebagai seorang wanita yang menjadi sorotan publik. Cuba Gooding Jr. juga berhasil mewujudkan kompleksitas dari sosok Simpson yang menjadi tersangka. Akan mudah untuk melukisnya sebagai penjahat yang lugas, tetapi serial ini justru menawarkan sekilas cerita dari Simpson sebagai sosok pahlawan yang jatuh dan mati-matian bergulat dengan hidupnya yang hancur. 

Pengacara pembela "Dream Team" yang legendaris juga turut dipamerkan. Kecemerlangan Johnnie Cochran (diperankan oleh Courtney B. Vance) dan konflik internal Robert Kardashian (diperankan oleh David Schwimmer) menjadi studi karakter yang menarik lainnya. Penjelajahan terhadap tokoh-tokoh kehidupan nyata ini mengubah mereka dari nama-nama dalam siklus berita menjadi individu-individu beraneka segi, memicu keinginan dalam banyak orang untuk menggali lebih dalam tentang reputasi yang dibangun dan dihancurkan di pengadilan rakyat.

Labirin Hukum dan Kisah di Balik Pengejaran Keadilan

Sebagai seseorang tanpa latar belakang hukum yang luas, "The People v. O.J. Simpson" juga menjadi awal pengenalan bagi saya terhadap dunia hukum persidangan yang berisiko tinggi. Istilah-istilah seperti "admissibility", "objection", dan "burden of proof" memiliki arti yang dapat saya hadapi saat saya menyaksikan kedua belah pihak berjuang mati-matian atas setiap bukti. Hal ini menyoroti pentingnya penyajian yang cermat dan cara-cara dari pengacara yang terampil dalam memanipulasi narasi. Pertandingan "catur" berbasis hukum inilah yang mendorong minat saya pada drama hukum lainnya. 

"Suits", dengan fokusnya pada hukum korporasi, membuka mata saya pada kompleksitas dan strategi yang terlibat dalam menangani kasus-kasus bisnis berisiko tinggi. Serial ini menunjukkan aksi dari pengacara korporasi dalam menggunakan kecerdasan, ketajaman, dan bahkan taktik licik untuk memenangkan kasus bagi klien mereka. 

Saya terpesona oleh cara pengacara membangun argumen mereka, meneliti celah hukum, dan bernegosiasi dengan pihak lawan. "How to Get Away with Murder", di sisi lain, menyelami moralitas yang abu-abu dan dilema etika yang dihadapi oleh para pengacara pembela kriminal. Serial ini menunjukkan bahwa pengacara terkadang harus melanggar batas etika untuk melindungi klien mereka, bahkan jika itu berarti memanipulasi bukti atau berbohong di pengadilan. 

Pergulatan moral yang kompleks ini membuat saya mempertanyakan peran pengacara dalam sistem peradilan dan batas-batas yang harus mereka patuhi. Meskipun "Suits" dan "How to Get Away with Murder" merupakan karya fiksi, kedua serial ini membantu saya memahami konsep-konsep seperti negosiasi, teknik pemeriksaan silang, dan tarian halus antara etika dengan kesuksesan yang harus dinavigasi oleh para pengacara. Pengetahuan ini telah meningkatkan apresiasi saya terhadap kompleksitas sistem hukum dan peran penting yang dimainkan oleh para pengacara dalam menegakkan keadilan.

Pengalaman saya dalam menonton "The People v. O.J. Simpson", "Suits", dan "How to Get Away with Murder" telah menginspirasi saya untuk mempelajari lebih lanjut tentang hukum dan sistem peradilan, bukan hanya yang ada di AS tetapi juga Indonesia. Saya belajar tentang cara hukum bekerja, peran yang diterapkan dalam kasus-kasus nyata, dan peluang berbagai teori hukum untuk dapat digunakan untuk mencapai keadilan bagi semua orang. Saya percaya bahwa pengetahuan ini sangat penting untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan terlibat dalam masyarakat.

Peran Lintas-Budaya: Perbandingan dengan Hukum Indonesia

Meski mengakar kuat pada sistem peradilan di AS, "The People v. O.J. Simpson" mau tidak mau menarik perhatian saya pada perbedaan mendasar antara sistem hukum AS dengan kerangka hukum Indonesia. Perbedaan-perbedaan mendasar menjadi semakin jelas seiring saya meneliti lebih jauh. 

Sebagai contoh, AS menganut sistem adversarial, dengan jaksa dan pembela secara aktif bertarung untuk meyakinkan hakim atau juri. Sementara, Indonesia menerapkan sistem inkuisitorial, dengan pengadilan berperan lebih aktif dalam menyelidiki fakta dan menentukan kebenaran. Kontras ini membuat saya terpesona, terutama cara kedua sistem hukum tersebut dapat memengaruhi dinamika dan hasil persidangan. 

Persidangan Simpson terkenal dengan pengaruh yang dimiliki para juri, sedangkan Indonesia tidak menggunakan sistem yang cukup lazim di AS tersebut. Hal ini memunculkan pertanyaan bagi saya tentang cara putusan dapat dicapai di Indonesia dan bobot opini publik dibandingkan dengan peran hakim dalam memberikan keputusan. Sistem hukum AS juga berakar pada common law yang utamanya berasal dari Inggris, yang sangat bergantung pada preseden dan putusan lampau sebagai basis pembelaan/pendakwaan. 

Di sisi lain, kerangka hukum Indonesia berakar pada civil law, suatu sistem yang terkodifikasi dengan penekanan lebih besar pada undang-undang ataupun produk hukum tertulis. Perbedaan mendasar ini membuat saya tertarik, mengarahkan saya untuk mempertimbangkan cara undang-undang diciptakan dan ditafsirkan, serta peran sistem ini dalam menangani perubahan sosial yang ada. Dengan kata lain, "The People v. O. J. Simpson" memicu ketertarikan dalam perbandingan hukum lintas budaya, menyoroti betapa berbedanya struktur hukum, sekaligus menekankan tema universal berupa pembuktian, keadilan, dan upaya penegakan hukum yang mendasari semua sistem hukum di berbagai negara.

Melampaui Ruang Sidang -- Menganjurkan Pemikiran Kritis di Indonesia

"The People v. O.J. Simpson" bermakna lebih dari sekadar memaparkan kepada saya seluk-beluk sistem hukum Amerika atau menginspirasi perbandingan dengan hukum Indonesia sendiri. Kasus ini memicu kesadaran mendalam lainnya tentang pentingnya berpikir kritis, terutama ketika menganalisis masalah kompleks dan sarat emosi yang terkait dengan hukum. Persidangan terkadang menyoroti betapa mudahnya opini publik dimanipulasi, melampaui kasus Simpson. 

Di Indonesia, kita sering melihat liputan berita yang sensasional dan narasi media sosial yang dibuat berlebihan mempengaruhi persepsi masalah hukum sebelum semua fakta tersaji lengkap. Kesadaran ini mendorong saya untuk memperjuangkan pemikiran kritis di lingkungan sekitar saya sendiri. 

Saya selalu mendorong orang-orang di sekitar untuk mempertanyakan asal, motif, dan reliabilitas informasi yang mereka temukan, terutama jika menyangkut kontroversi hukum, termasuk yang bersumber dari media massa, postingan media sosial, dan bahkan bias pribadi yang seringkali diungkapkan sebagai opini pada berbagai platform. Saya juga mencoba mempromosikan pentingnya kemampuan untuk membedah argumen yang disajikan dalam berbagai isu, terutama yang merupakan kontroversi hukum. Hal ini akan melibatkan identifikasi kesalahan logika, seruan emosional, dan pemisahan fakta dari opini. 

Dan tentu, saya tidak lupa untuk selalu menekankan bahwa masalah hukum tidak dapat dipahami secara terpisah. Konteks sejarah, sosial, dan politik sangat mempengaruhi cara suatu sistem hukum dibentuk, proses hukum diterapkan, dan peran hasil persidangan yang dapat dirasakan oleh publik. 

Pada akhirnya, "The People v. O.J. Simpson: American Crime Story" berfungsi sebagai pengingat kuat bahwa mengejar keadilan tidak bisa hanya mengandalkan sistem hukum itu sendiri. Dibutuhkan masyarakat yang terinformasi dan terlibat secara kritis di dalamnya. Saya berharap masyarakat Indonesia akan memiliki keterampilan berpikir kritis yang lebih besar pada masa-masa mendatang, terutama yang berkaitan dengan masalah hukum dan konstitusi. Saya yakin bahwa hal ini akan berkontribusi pada wacana publik yang lebih bernuansa, hasil yang lebih adil, pemahaman yang lebih dalam tentang hukum yang membentuk masyarakat kita, dan proses pembangunan di Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun