Tren Ekspor CPO Indonesia ke AS
Indonesia merupakan produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Dalam tiga tahun terakhir, ekspor CPO Indonesia ke Amerika Serikat menunjukkan dinamika menarik. Â Pada 2022, volume ekspor CPO (dan produk turunannya) ke AS diperkirakan berkisar lebih dari 1,8 juta ton dengan nilai ekspor yang cukup tinggi, seiring lonjakan harga CPO global tahun itu.Â
Bahkan, meski volume ekspor ke AS tahun 2022 lebih rendah dari 2023, nilai ekspornya kemungkinan lebih besar karena harga CPO sempat memuncak akibat faktor geopolitik dan pasokan.Â
Pada 2023, volume ekspor CPO Indonesia ke AS mencapai titik tertinggi sekitar 2 juta ton. Angka ini naik tipis dibanding tahun sebelumnya, sejalan dengan pulihnya permintaan pasca-pandemi dan upaya Indonesia mendorong ekspor setelah sempat ada larangan ekspor minyak goreng pada 2022. Namun, seiring turunnya harga CPO pada 2023, value ekspor ke AS tidak meningkat secepat volumenya.Â
Memasuki 2024, volume ekspor CPO ke AS tercatat turun kembali menjadi sekitar 1,6 juta ton menurut data BPS. Penurunan ini menandai tantangan baru, salah satunya dipicu oleh kebijakan tarif impor Amerika Serikat yang kurang bersahabat.Â
Bahkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pangsa pasar Amerika Serikat bagi ekspor sawit Indonesia merosot pada 2024 - volume ekspor CPO dan turunannya ke AS hanya sekitar 1,6 juta ton, menempatkan AS di peringkat keempat tujuan ekspor setelah India, Tiongkok, dan Pakistan.
Dari sisi nilai, kontribusi pasar AS terhadap total ekspor sawit Indonesia sebenarnya tidak dominan namun tetap signifikan. Nilai impor produk minyak sawit (HS 1511) oleh Amerika Serikat pada 2024 tercatat sekitar USD 1,6 miliar. Indonesia menjadi pemasok terbesar untuk kebutuhan tersebut.Â
Pada 2023, pasar AS menyerap sekitar 6 persen dari total volume crude palm oil yang diekspor Indonesia, serta 7 persen dari total nilai pendapatan ekspor sawit. Pangsa yang tidak kecil ini menjadikan perkembangan kebijakan dagang AS faktor krusial bagi industri sawit nasional.
Tarif Baru Pemerintahan Trump dan Alasan di Baliknya
Di pertengahan 2025, industri sawit Indonesia diguncang oleh kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang agresif. Presiden AS Donald Trump (yang kembali menjabat) menerapkan tarif impor sebesar 32 persen untuk semua barang asal Indonesia, termasuk produk CPO.Â
Awalnya, pemerintahan Trump sempat mengumumkan ancaman tarif 32 persen untuk produk Indonesia. Jika skenario ini terjadi, dampaknya akan jauh lebih berat: harga CPO Indonesia bisa kehilangan daya saing di pasar AS dibanding minyak nabati lain seperti kedelai atau kanola. Namun, melalui diplomasi perdagangan, Indonesia berhasil menekan angka tersebut menjadi 19 persen.Â
Menariknya, tarif ini justru menempatkan Indonesia dalam posisi relatif lebih baik daripada Malaysia - kompetitor terdekat - yang saat ini masih dikenai tarif 25 persen untuk produk CPO. Artinya, meskipun ada beban tambahan, Indonesia kini punya selisih kompetitif yang dapat dimanfaatkan.