Sebuah Renungan di Pom Bensin
Beberapa waktu lalu, saya sempat diam agak lama di pom bensin. Bukan karena bingung pilih Ron 90 atau 92 Â tapi karena tiba-tiba teringat obrolan dan berita yang sempat ramai di media sosial soal harga BBM.Â
Saya juga sempat mengikuti berita soal dugaan pencampuran bahan bakar yang disebut-sebut bikin kerugian besar. Angkanya fantastis. Lalu saya berpikir, ini semua cuma soal ekonomi pasar? Atau sebenarnya ada benang panjang yang terhubung dari masa lalu?
Kebetulan, saya pernah ngobrol dengan seorang teman yang juga seorang pengamat sejarah, Mas Bambang Ariyo Damar. Dari obrolan ringan itu, ternyata saya masuk ke lorong waktu yang tidak saya duga: dari isu harga BBM ke cerita-cerita lama soal kekuasaan, kebijakan, dan penyimpangan yang ternyata... sudah lama  terjadi.
Bukan Cerita Baru, Tapi Pola Lama yang Terulang
Kalau bicara sejarah energi di Indonesia, nama Ibnu Sutowo pasti muncul. Di masa Orde Baru, beliau bukan cuma orang penting di Pertamina, beliau adalah Pertamina. Banyak yang bilang, kuasanya begitu besar, bahkan sampai disebut seperti "negara dalam negara".
Di masa kepemimpinannya, Pertamina memang tumbuh besar. Tapi pada akhirnya, persoalan muncul. Hutang menggunung, dan publik mulai bertanya-tanya.Â
Saya jadi bertanya-tanya, kenapa ya pola seperti ini sering muncul? Ganti orang, ganti zaman, tapi jenis masalahnya mirip. Apakah ini murni soal individu, atau ada budaya dan sistem yang masih terbawa sampai sekarang?
Lalu saya teringat satu cerita dari masa VOC. Waktu Daendels membangun Jalan Raya Pos dari Anyer ke Panarukan, para pekerja dijanjikan bayaran. Tapi kenyataannya, banyak yang tidak menerima hak mereka. Bukan karena Daendels tak membayar, tapi karena pejabat lokal di lapangan yang "memotong" di tengah jalan.