Hal ini ternyata membawa kita pada permainan saling  menyalahkan terkait pendanaan. Kadang-kadang anggota keluarga yang lebih kaya yang sejak awal menjadi donatur, dibuat sadar oleh mertua yang berbisik-bisik bahwa ia juga harus mewajibkan anggota keluarga yang lain untuk turut serta juga.
Renungkan semua ini sebelum Anda bangun dari tempat tidur dan mengatakan ini adalah hari yang baik untuk dijalani.
Bayangkan Anda memiliki tubuh yang menua. Berjalan menuju klinik. Pulang dengan menenteng kantong plastik berisi semua jenis obat yang diresepkan.
"Uang sepertinya lolos dari genggamanku," adalah salah satu baris dari film "Amadeus" yang terlintas di benak kita ketika dana kecil yang kita simpan untuk perjalanan akhir kita semakin berkurang. Dengan inflasi, tidak akan pernah cukup untuk menanggung biaya mahal yang harus kita hadapi saat menunggu di ruang tunggu keberangkatan.
Mungkinkah membebani anak-anak kita yang juga kesulitan memenuhi kebutuhan hidup di masa inflasi seperti ini.Ini lebih merupakan masalah empati.
Kita melihat orang-orang di tanah air tercinta ini baik dewasa muda maupun paruh baya yang sudah menikah, kini memikul beban menghidupi dua keluarga, keluarga mereka sendiri dan orang tua mereka yang tinggal bersama mereka di bawah satu atap.
Bahkan ada seorang duda dengan dua anak yang tumbuh pesat, ragu-ragu untuk menikah lagi. Dia lebih memilih memberikan gaji ekstranya kepada orang tuanya yang memiliki masalah kesehatan tiada henti.
Maka dari itu selagi kita masih sehat, jagalah kesehatan itu agar tua nanti kita tidak menjadi beban bagi anak-anak kita kelak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI