Mohon tunggu...
Andi B Fransiska
Andi B Fransiska Mohon Tunggu... Guru Matematika Profesional, ASN di Pemerintah Provinsi Banten, Awardee Beasiswa Calon Pengawas Sekolah ( 2012), Awardee Beasiswa Pendidikan Indonesia (2022)

Berpengalaman lebih dari 10 tahun dalam mengajar Matematika di jenjang SMA/SMK. Awardee Beasiswa Calon Pengawas Sekolah tahun 2012 Awardee Beasiswa Pendidikan Indonesia Tahun 2022 Mahasiswa Program Doktor Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cawas Gagal : Sebuah Bahaya Laten Bagi Birokrasi

22 Juni 2025   08:36 Diperbarui: 22 Juni 2025   08:36 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cawas Gagal menghadang langkah Gubernur menuju Banten tidak Korupsi

 118 Calon Pengawas Sekolah yang gagal dilantik bukan sekadar angka. Mereka adalah bom waktu yang diam, tersebar di ratusan sekolah, menunggu meledak dalam bentuk apatisme, resistensi, bahkan desersi moral ASN.

Di tengah semangat reformasi birokrasi Tidak Korupsi yang digaungkan oleh pemerintahan Andra Soni di Provinsi Banten, sebuah ironi besar menganga di jantung dunia pendidikan: 118 Calon Pengawas Sekolah (Cawas) yang telah dinyatakan lulus seleksi resmi, justru tidak dilantik.

Secara teknis ini mungkin cuma dosa masa lalu. Tapi ini bukan soal teknis. Ini soal integritas institusi. Dan lebih dari itu, ini adalah potensi krisis kepercayaan ASN terhadap sistem yang selama ini diyakini adil.


Mereka Bukan Gagal—Mereka Dibatalkan

Cawas ini telah melalui seluruh tahapan seleksi nasional, dengan beban psikologis, administratif, dan profesional yang tidak ringan. Namun ketika proses itu selesai, justru yang hadir adalah penundaan, pembatalan, dan pengabaian. Ini adalah bentuk pengingkaran institusional terhadap kerja keras dan dedikasi para ASN.

118 Cawas ini kini kembali ke sekolah-sekolah mereka semula. Tapi mereka bukan guru biasa lagi. Mereka adalah simbol keadilan yang ditangguhkan.


Mereka adalah Bom Waktu yang Tersebar

Bayangkan: 118 orang dengan potensi, kredibilitas, dan semangat pengabdian, kini berjalan di lorong-lorong sekolah dengan luka tak terlihat. Bila mereka memutuskan untuk tetap bekerja, mereka melakukannya tanpa semangat. Bila mereka memutuskan diam, mereka telah mencabut satu elemen penting dari ekosistem pendidikan: harapan.

Ratusan sekolah kini menjadi ladang potensial ketidakpuasan terpendam. Ini bukan sekadar frustrasi personal, ini adalah kegagalan negara dalam menjaga marwah meritokrasi.


OCB yang Luruh, Loyalitas yang Membeku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun