Mohon tunggu...
Andi Alny Hilwany
Andi Alny Hilwany Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Product Manager di PT ISMUT FITOMEDIKA INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Seberapa Aman Obat-obatan Penekan Asam Lambung?

10 Februari 2021   15:26 Diperbarui: 11 Februari 2021   08:31 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah mendengar obat-obatan PPI? PPI atau Proton Pump Inhibitor adalah obat yang bekerja menekan produksi asam lambung dengan mekanisme penghambatan kanal pompa proton. Pompa proton inilah yang mengatur pengeluaran asam lambung. Obat-obatan yang tergolong PPI antara lain omeprazol, esomeprazol, lanzoprazol dan pantoprazol.

Asam lambung sendiri sebenarnya sesuatu yang alamiah terdapat pada tubuh. Fungsinya untuk membunuh mikroorganisme atau kuman yang tidak sengaja terikut bersama makanan ke lambung kita. Namun jika mekanisme perlindungan lambung gagal bekerja dengan baik, maka asam lambung bisa meningkat terus tanpa bisa dicegah.

Asam lambung yang berlebih inilah yang pada akhirnya akan mengikis dinding lambung, merusak ketahanan dinding lambung dan menyebabkan luka pada lambung (tukak lambung) dan juga bisa menyebabkan terjadinya GERD (Gastroesophageal Reflux Disease).

Gejala paling khas dari GERD adalah rasa panas atau terbakar pada dada (heartburn) akibat naiknya asam lambung secara berlebihan menuju ke kerongkongan (esophagus).

PPI tergolong aman untuk terapi jangka pendek bahkan pada usia lanjut dengan presentase pasien mengeluh mengalami konstipasi, diare, pusing dan sering buang angin hanya sebesar 10 %. Efek samping berat yang dapat dialami pasien pada penggunaan jangka panjang meliputi fraktur tulang, infeksi saluran cerna, pneumonia, defisiensi Vitamin B12, anemia dan hipomagnesemia (kekurangan magnesium).

Infeksi saluran pernapasan pada pasien yang mengonsumsi PPI adalah sebesar 4 %. Dalam keadaan normal biasanya memang bisa terjadi sedikit perpindahan asam lambung dari kerongkongan menuju ke tenggorokan lalu masuk ke paru-paru yang dinamakan aspirasi.

Proses aspirasi yang normal tidak berbahaya karena asam lambung ini hanya dalam jumlah sedikit yang terikut masuk paru-paru dan tubuh memiliki proteksi alamiah untuk mengeluarkannya yaitu dengan batuk atau silia. Ketika keasaman dari cairan lambung berkurang, maka kuman yang ada di dalamnya tentu tidak 'mati' dan bisa menimbulkan infeksi paru atau pneumonia.

PPI juga mengganggu penyerapan kalsium tulang, sehingga bisa memicu penyakit terkait tulang seperti osteoporosis dan patah tulang. Sebuah studi tahun 2012 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa perawat dengan usia pasca-menopause yang mengonsumsi PPI dalam 2 tahun terakhir memiliki resiko patah tulang panggul lebih tinggi 35 % dari kelompok yang tidak mengonsumsi PPI.

Fungsi lain dari asam lambung adalah membantu penyerapan vitamin B12 oleh tubuh. Asam lambung melepas ikatan Vitamin B12 dari protein pada makanan. PPI menyebabkan berkurangnya penyerapan vitamin B12 oleh asam lambung.

Beberapa studi ilmiah mengungkap adanya defisiensi vitamin B12 pada lansia yang mengonsumsi PPI. Defisiensi vitamin B12 menyebabkan terjadinya anemia, neuropati (kelainan saraf), gangguan berjalan dan demensia.

PPI juga mengganggu penyerapan zat besi utamanya besi non-heme (besi yang terdapat pada produk nabati). Asam lambung  ini melarutkan besi non-heme menjadi bentuk yang lebih mudah diserap oleh usus halus. Konsumsi PPI jangka panjang diklaim dapat menurunkan cadangan besi pada tubuh.

Kondisi-kondisi tersebut di atas memang jarang terjadi pada terapi PPI jangka pendek, namun demikian resiko tetap bisa meningkat jika terdapat obat lain yang dapat berinteraksi dengan PPI. Meskipun PPI memiliki waktu paruh yang singkat, obat ini masih dapat mengalami interaksi dengan obat-obat tertentu dengan jalur metabolisme yang sama, salah satu contohnya adalah Clopidogrel.

Metabolisme PPI dilakukan oleh enzim tertentu di hati. Clopidogrel memiliki jalur metabolisme yang sama dengan PPI, sehingga terjadi inhibisi atau penghambatan kerja enzim oleh PPI dan resiko penyakit kardiovaskular yang lebih parah meningkat.

Selain itu, penurunan keasaman lambung akibat PPI juga dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat seperti ketokonazol dan digoksin. Omeprazol dapat menghambat metabolisme diazepam (golongan obat tidur) dan fenitonin (golongan obat anti kejang), akibatnya waktu paruh menjadi lebih panjang dan efek pada sistem saraf menjadi lebih lama.

Lansoprazol dapat meningkatkan klirens teofilin (obat asma atau bronkodilator) sehingga obat cepat diekskresi dan efek terapi pun tidak dapat tercapai secara maksimal. Sedangkan rabefrazol dan pantoprazol tidak menunjukkan adanya interaksi obat yang signifikan. Interaksi obat seperti yang dijelaskan di atas, dapat diperburuk dengan penurunan fisiologis pada pasien-pasien berusia lanjut.

SUMBER REFERENSI

  • Chubineh, S. dan J. Birk. 2012. Proton Pump Inhibitors: The Good, the Bad and the Unwanted. Southern Medical Journal 105(11): 613-618.
  • Katzung, B.G. 2010. Basic and Clinical Pahrmacology 10th Edition. The McGraw Hill, Inc. USA. Terjemahan Nugroho, A.W., L. Rendy dan L. Dwijayanthi. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. EGC. Jakarta.
  • Lodato, F.D., et al. 2010. Adverse effects of proton pump inhibitors. Best Practice & Research Clinical Gastroenterology 24: 195-197.
  • Targownik L.E, et al. 2009. Gastroenterology.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun