Mohon tunggu...
ANANDA ALFIKRO
ANANDA ALFIKRO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Walisongo Seorang Pengajar, Peneliti, dan Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Representasi dan Korelasi Lagu "Runtah" terhadap Perilaku Sex Bebas dalam Kultur Jawa Barat

18 Juni 2023   09:00 Diperbarui: 18 Juni 2023   09:06 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika dicermati filosofi Silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh pada suku Sunda memang sarat dengan perhitungan  spiritual, kerukunan dan kedamaian. Perhitungan tersebut harus hidup sampai saat ini, bukan nilai-nilai intoleran yang dipakai oleh masyarakat yang enggan menanggung akibatnya. Upayaqmemulainya adalah dengan mendukung keberadaan pembelajaran budaya. Guna tidak kehilangan adat-budaya yang dipunyai masyarakat Indonesia, jika kajian mendalam terhadap budaya lokal dapat menjadi dasar yang kokoh untuk menjalin kembali persatuan yang kini mulai hilang.

Pemuda didorong untuk aktif di bidang seni dan diberi akomodasi seluas-luasnya untuk membuka giliran unjuk kebiasaan. Dan menggandeng seluruh penduduk untuk belajar dan mempelajari istiadat lainnya, lantaran adat-budaya lainnya punya keunikan khasnya tersendiri. hadirnya rongga untuk mengklarifikasi dan memberitahu bagian mana yang tidak diperbolehkan/dilarang. 

Menceritakan proses menambah wawasan yang menghasilkan makna yang sungguh luar biasa. Selaku diantara wilayah terpusat di Indonesia, Jawa Barat telah menarik banyak pendatang untuk mencoba peruntungan, mewarisi keluarga dan mencari pengetahuan. Ketibaan penduduk hingga perantau darigberbagai latar belakang menjadi rintangan baru, meski di satu sisi dapat menopang keuangan hingga sanggup mencetuskan wilayah yang maju.

Proses perpindahan enggan dapat dihentikan, dan adat perantau bisa merampas kebudayaan yang eksis. Keberadaan para perantau ini seharusnya dijadikan sarana penyebaran filosofi Silih Asah, Silih Asih, dan Asuh. Ada pepatah mengatakan “Dimana bumi dipijak disitulah langit dijunjung”. Artinya dimana masyarakat tinggali, disitu memiliki tempat tinggal, maka penduduk perantauan mesti mengawal kebudayaan lokal (akulturasi). Ketika penduduk setempat dan pendatang diterima, diperlukan dialog yang intens untuk menghindari kecurigaan. Banyak anak yang sangat dekat dengan teknologi, informasi dan komunikasi.

Kemajuan technology yang sedang berlangsung telah menciptakan generasi orang yang telah mengembangkan keengganan terhadap pembangunan di sekitarnya, kemiskinan, kekacauan, banyak di antaranya segera ditangani dalam organisasi, sehingga menghasilkan generasi yang kurang berkarakter dan bermartabat. Penyusun menghimbau agar semboyan ini bisa menjadi filterisasi untuk diajarkan dari jauh jauh hari guna anak mempunyai sekat pembatas dalam berbuat di masyarakat. Lalu, pengaruh media juga harus diperhatikan dengan selalu mengontrol anak sesuai umur sehingga, anak bisa menonton atau mendengar hiburan sesuai dengan kadar usia yang dimiliki dan sesuai sasarannya. 

Adanya kenakalan remaja tidak semuanya disebabkan oleh lagu ‘ Runtah’ menurut penyusun yakni hal tertera ditimbulkan oleh berbagai unsur. Pertama, kurangnya pengawasan orangtua kemudian kedua, kurangnya filterisasi dalam kehidupan dan yang terakhir kurangnya pengaruh pendidikan agama dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun