Mohon tunggu...
edwin garingging
edwin garingging Mohon Tunggu... Freelancee Writer -

mantan buruh, beralih 'profesi' jadi pengangguran sambil sesekali berkhayal untuk melanjutkan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Derita Guru Honor di Simalungun, Bikin Ombudsman Tak Lebih Hebat dari Ombus-ombus

15 November 2016   04:30 Diperbarui: 15 November 2016   04:42 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Numpang cerita awak, boleh?

Jadi gini, di kampung kami kan, di Simalungun yang tetanggaan sama Siantar,ada lah sekarang isu panas! Iya, tapi nggak sepanas kopi susu di warung Mak Bores lah ces! Isu-nya soal 700-an guru-guru honor. Kalo kelen tanya kenapa heboh masalah guru-guru itu? Ya, karena di-PHK lah orang tu.

Karena kebetulan awak anak guru, awak prihatin kali lah sama nasib ibu – bapak guru-guru honor itu. Betul, sedih awak! Cemmana tak sedih, udahlah gaji honor orang tu kecil, bayarnya nyendat pula, eh, di PHK lagi. Apa tak ngerikali kelen rasa itu? Bah, so tanggung lah ces sakitnya.

 Jujur aja, belum bisanya awak masih membantu guru-guru honor itu (awak ni apalah?). Tapi, atas nama solidaritas keluarga Guru, sesekali awak sempatkannya berdo’a, mudah-mudahan ada solusi terbaiklah. Istilah modernnya kata dosen kami dulu, win-win solution gitu.  Udah  itu, awak usahakan pula lah mengikuti perkembangan persoalan itu (maklum, awak ‘Kepo’ kata anak sekarang)

Tapi, jujurlah ya, makin ke sininya kan, makin prihatin kali-nya awak dengan persoalan itu lah! Bukan apa-apa, awak perhatikan-kan, ada yang berusa bikin masalah honorer itu kek kuda. Maksud awak, mulai ditunggangi gitu. Kayaknya, adalah ‘joki-joki’ mulai nebeng,  terus menggiring opini. Menurut analisa (analisa ma ho) awak sih, beraroma politik juga nya ini.

Tujuannya apa? Awak pikir, jawaban paling tepat itu ya, biar masyarakat umum melihat perkara ini dari satu sisi aja, sisi yang dimaui penggiring opini tadi lah.  Kalau berhasil, terbangunlah opini di masyarakat kalau  pihak yang berseberangan sama penggiring opini itu nggak cuceng, nggak peduli sama masyarakat (kadang pihak ke-III pun jadi terpengaruh).

Point ini yang awak rasa tak pas. Padahal kan, biar fair,  menurut awak, persoalan itu idealnya dinilai dari dua sisi berbeda. (Harus objektif, kata kawan awak!) Gini, awak jelaskan sikit. Tapi, janji jangan kelen bilang awak penjilat, ya! Tapi seandainya kelen bilang, terus kelen anggap awak penjilat, awak cuma mau bilang, : maafkan mereka Tuhan, he-he-he-he.

 Kek-gini-nya itu; pangkal persoalan ini kan awalnya karena sekitar 700 guru honor (ada yang bilang 730 juga) di rumahkan Pemerintah Kabupaten Simalungun  sejak 1 Juli semalam karena nggak ada anggaran untuk gaji.  Gara-gara ini, muncullah anggapan kalau Bupati, itu, JR  Saragih menyakiti guru-guru honor yang sebenarnya sudah teraniaya.

Kalau kelen ditanya, menurut kelen betul kek-gitu? (Udah, jawab dalam hati aja!)  Kalau awak ditanya, awak pasti jawab gini: kurang pas kalau JR Saragih-nya yang dianggap paling bersalah! Pejabat Bupati sebelum JR, menurut awak malah punya andil besar.

 Apa hubungannya sama Pj Bupati? Jelas berhubunganlah, ces.. Kan, kebijakan merumahkan ini juga terpaksa diambil, karena  gaji mereka nggak ditampung di anggaran 2016. Waktu pembahasan APBD 2016, kalau awak tak salah, posisinya lagi masa-masa Pilkada, kan. Jadi, waktu itu, Pemkab Simalungun dipimpin Penjabat, amang Binsar Situmorang kek nya waktu itu.  

Jadi waktu itu, Pemkab yang dipimpin Pj Bupati menyusun anggaran 2016 terus meniadakan anggaran gaji honor. Salahnya, bisa pula lolos, udah gitu, tak  be-cakap kek nya dewan-dewan sana.  Padahalkan, udah rahasia umumnya kurang guru di Simalungun.  Udah gitu, nampak kali waktu itu, begitu tak dianggarkan gaji honor, jadi alat politik pula lah isu guru honor ini untuk nyerang Je eR.  Sampai di sini, ada empat catatan awak, ya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun