4. Minimnya inovasi dan partisipasi pemuda desa
Dalam hal inovasi kebijakan, Dinas PMD juga dinilai stagnan jalan ditempat. Belum ada terobosan nyata dan berarti yang melibatkan langsung pemuda desa, BUMDes, dan kelompok masyarakat kecil dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan. Padahal generasi muda desa seharusnya menjadi subjek utama dalam strategi pemberdayaan. Tapi sayangnya, selama ini Dinas PMD hanya berfokus pada rutinitas administratif dan seremonial, bukan pada inovasi sosial dan ekonomi desa, hal ini juga menjadi salah satu indikator lemahnya kepemimpinan transformasional.
Oleh karna itu, momentum evaluasi sebelum rotasi ini menjadi hal yang urgent. Rotasi pejabat eselon II seharusnya menjadi momen koreksi kinerja, bukan sekadar mutasi simbolik. Dinas PMD tidak boleh lagi menjadi "ruang nyaman" bagi pejabat yang gagal menghadirkan perubahan di desa.
Sementara itu, evaluasi terhadap Kepala Dinas PMD harus dilakukan dengan parameter yang terukur. Misalnya efektivitas penggunaan Dana Desa, efisiensi anggaran kegiatan nonproduktif (workshop luar daerah), kehadiran kebijakan responsif terhadap isu lingkungan dan kesehatan masyarakat desa, keterlibatan pemuda dan partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan. Jika indikator tersebut digunakan secara objektif dalam perobakan pejabat eselon ll, maka akan terlihat jelas apakah Kepala Dinas PMD layak dipertahankan atau perlu digantikan dengan figur baru yang lebih progresif, transparan, dan responsif, serta berorientasi pada kepentingan masyarakat secara umum.
Maka dari itu, pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Pohuwato harus berani melakukan rotasi berbasis evaluasi kinerja yang faktual, bukan berdasarkan loyalitas politik. Sebagai pemuda pohuwato, kami tidak menolak rotasi jabatan, tapi menolak bila pergantian dilakukan tanpa ukuran prestasi. Desa bukan hanya unit administratif, tapi desa merupakan jantung kehidupan masyarakat. Karena itu, siapa pun yang memimpin Dinas PMD harus diuji dan bahkan sudah teruji, bukan oleh kata-kata, tapi oleh hasil yang dirasakan rakya. Sebagaimana juga disebutkan dalam adagium hukum, "Facta sunt potentiora verbis -- Perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata."
Sudah terlalu lama Dinas PMD Kabupaten Pohuwato berjalan di tempat, sementara desa-desa kita berlari menghadapi kenyataan pahit, artinya dana yang besar, tapi hasil yang kecil. Kadis PMD hari ini seolah tenggelam dalam rutinitas seremonial, bukan keberpihakan nyata kepada masyarakat desa.
Pemda hari ini bicara efisiensi, tapi faktanya PMD menjadi contoh paling telanjang dari pemborosan dan ketidakpekaan birokrasi.
Desa bukan sekadar laporan kegiatan dan tanda tangan pencairan dana, tapi desa adalah ruang kehidupan, dan kehidupan itu kini sedang ditinggalkan oleh mereka yang seharusnya hadir paling depan. Sehingga pemuda hari ini tidak bisa diam melihat pemberdayaan desa berubah menjadi proyek citra para pejabat.
Dan kami menuntut:
1. Evaluasi total Kepala Dinas PMD Pohuwato sebelum rotasi eselon II dilakukan, bukan atas dasar kedekatan, tapi atas dasar kinerja.
2. Audit terbuka seluruh kegiatan bimtek dan workshop di luar daerah, agar publik tahu seberapa besar uang rakyat yang dihabiskan tanpa hasil nyata.
Kesimpulannya adalah pemberdayaan itu berpihak pada rakyat, bukan pada birokrat. Sudah cukup desa kita dijadikan panggung kegiatan formalitas, sudau muak rakyat dijadikan objek laporan tahunan. Saatnya Bupati Pohuwato membuktikan, apakah mereka masih berpihak pada rakyat atau pada kenyamanan kursi jabatan.