Mohon tunggu...
penahimpunan
penahimpunan Mohon Tunggu... Mahasiswa

Membaca, Menulis, Mendengar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menakar Kinerja Kadis PMD Pohuwato: Saatnya Evaluasi Sebelum Rotasi

10 Oktober 2025   16:58 Diperbarui: 10 Oktober 2025   16:58 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moh. Irfandi Djumaati, Ketua Bidang PAO HmI Cabang Pohuwato Periode 2023-2024. (Foto: Istimewa)


Oleh: Moh. Irfandi Djumaati, (Instruktur HmI Pohuwato)

Dalam momentum perombakan pejabat eselon ll di lingkungan OPD Pemerintah Kabupaten Pohuwato, masyarakat awam menunggu langkah tegas dari Bupati Saipul A. Mbuinga untuk melakukan evaluasi berbasis kinerja terhadap jajaran Kepala Dinas, bukan hanya pertimbangan politik dan kedekatan emosional semata.

Salah satu yang harus menjadi sorotan serius adalah kinerja Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Pohuwato, karna mengingat posisi strategisnya dalam memastikan arah pembangunan dalam dan pemberdayaan di 101 desa, 3 kelurahan yang ada di Kabupaten Pohuwato belum menyentuh masyarakat secara umum.

Bahkan dapat ditinjau dengan beberapa pertimbangan, diantaranya:

1. Dana desa besar, dampak masih terbatas.

Dalam tiga tahun terakhir, total anggaran alokasi dana desa dan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Pohuwato terus meningkat. Pada tahun 2022 dana mencapai sekitar Rp68 miliar, naik menjadi Rp70 miliar tahun 2023, dan kembali meningkat di tahun 2024. Akan tetapi data peningkatan anggaran ini belum sepenuhnya sejalan dengan perbaikan kualitas pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat. Banyak desa masih bergelut dengan masalah klasik seperti sanitasi, air bersih, pengelolaan sampah, serta lemahnya administrasi desa. Banyak masyarakat yang menyoroti minimnya pengawasan langsung dari Dinas PMD terhadap penggunaan dana desa, padahal fungsi pembinaan dan supervisi berada di bawah kewenangan langsung Kepala Dinas.

2. Workshop di luar daerah ialah cermin lemahnya efisiensi.

Akhir-akhir ini Dinas PMD mendapat sorotan dari publik, dan kritik semakin tajam ketika beberapa kegiatan workshop dan bimtek perangkat desa dilaksanakan di luar daerah, seperti Gorontalo, pada 2024 lalu hingga baru-baru ini kegiatan workshop digelar di Kota Gorontalo. Langkah ini jelas bertentangan dengan prinsip efisiensi anggaran di tengah kebijakan refocusing belanja daerah. Padahal Kabupaten Pohuwato memiliki sejumlah fasilitas representatif seperti hotel, aula, dan ruang pertemuan pemerintah yang bisa digunakan. Mirisnya, Dinas PMD justru ikut membiarkan pola lama birokrasi yang lebih menonjolkan kemewahan perjalanan dinas daripada esensi pelatihan. Jika efisiensi anggaran menjadi tolak ukur utama dalam evaluasi pejabat eselon II, maka Kepala Dinas PMD layak mendapat penilaian serius atas lemahnya kontrol kebijakan tersebut.

3. Pemberdayaan yang tidak terhubung dengan krisis nyata di lapangan.

Saat ratusan desa di Pohuwato masih menghadapi dampak sosial-ekonomi dari aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI), Dinas PMD justru tidak terlihat memimpin inisiatif pemberdayaan alternatif bagi masyarakat sekitar tambang.
Pun bisa kita lihat berdasarkan data Dinas Kesehatan Pohuwato per Oktober 2025 menunjukkan 702 kasus malaria sejak awal tahun, sebagian besar berasal dari desa-desa lingkar tambang seperti Desa Hulawa, buntulia, dengilo, teratai, bulangita, dan beberapa desa wilayah barat yang ada di daerah ini. Lubang-lubang bekas galian emas menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk malaria, tapi kita tidak terlihat program nyata desa tangguh lingkungan atau pemberdayaan berbasis mitigasi yang digagas dari Dinas PMD. Ketiadaan respon lintas sektor dari PMD menjadi bukti lemahnya kepemimpinan teknis dalam menghadapi krisis problematika lokal.

4. Minimnya inovasi dan partisipasi pemuda desa

Dalam hal inovasi kebijakan, Dinas PMD juga dinilai stagnan jalan ditempat. Belum ada terobosan nyata dan berarti yang melibatkan langsung pemuda desa, BUMDes, dan kelompok masyarakat kecil dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan. Padahal generasi muda desa seharusnya menjadi subjek utama dalam strategi pemberdayaan. Tapi sayangnya, selama ini Dinas PMD hanya berfokus pada rutinitas administratif dan seremonial, bukan pada inovasi sosial dan ekonomi desa, hal ini juga menjadi salah satu indikator lemahnya kepemimpinan transformasional.

Oleh karna itu, momentum evaluasi sebelum rotasi ini menjadi hal yang urgent. Rotasi pejabat eselon II seharusnya menjadi momen koreksi kinerja, bukan sekadar mutasi simbolik. Dinas PMD tidak boleh lagi menjadi "ruang nyaman" bagi pejabat yang gagal menghadirkan perubahan di desa.

Sementara itu, evaluasi terhadap Kepala Dinas PMD harus dilakukan dengan parameter yang terukur. Misalnya efektivitas penggunaan Dana Desa, efisiensi anggaran kegiatan nonproduktif (workshop luar daerah), kehadiran kebijakan responsif terhadap isu lingkungan dan kesehatan masyarakat desa, keterlibatan pemuda dan partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan. Jika indikator tersebut digunakan secara objektif dalam perobakan pejabat eselon ll, maka akan terlihat jelas apakah Kepala Dinas PMD layak dipertahankan atau perlu digantikan dengan figur baru yang lebih progresif, transparan, dan responsif, serta berorientasi pada kepentingan masyarakat secara umum.

Maka dari itu, pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Pohuwato harus berani melakukan rotasi berbasis evaluasi kinerja yang faktual, bukan berdasarkan loyalitas politik. Sebagai pemuda pohuwato, kami tidak menolak rotasi jabatan, tapi menolak bila pergantian dilakukan tanpa ukuran prestasi. Desa bukan hanya unit administratif, tapi desa merupakan jantung kehidupan masyarakat. Karena itu, siapa pun yang memimpin Dinas PMD harus diuji dan bahkan sudah teruji, bukan oleh kata-kata, tapi oleh hasil yang dirasakan rakya. Sebagaimana juga disebutkan dalam adagium hukum, "Facta sunt potentiora verbis -- Perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata."

Sudah terlalu lama Dinas PMD Kabupaten Pohuwato berjalan di tempat, sementara desa-desa kita berlari menghadapi kenyataan pahit, artinya dana yang besar, tapi hasil yang kecil. Kadis PMD hari ini seolah tenggelam dalam rutinitas seremonial, bukan keberpihakan nyata kepada masyarakat desa.

Pemda hari ini bicara efisiensi, tapi faktanya PMD menjadi contoh paling telanjang dari pemborosan dan ketidakpekaan birokrasi.
Desa bukan sekadar laporan kegiatan dan tanda tangan pencairan dana, tapi desa adalah ruang kehidupan, dan kehidupan itu kini sedang ditinggalkan oleh mereka yang seharusnya hadir paling depan. Sehingga pemuda hari ini tidak bisa diam melihat pemberdayaan desa berubah menjadi proyek citra para pejabat.

Dan kami menuntut:


1. Evaluasi total Kepala Dinas PMD Pohuwato sebelum rotasi eselon II dilakukan, bukan atas dasar kedekatan, tapi atas dasar kinerja.

2. Audit terbuka seluruh kegiatan bimtek dan workshop di luar daerah, agar publik tahu seberapa besar uang rakyat yang dihabiskan tanpa hasil nyata.

Kesimpulannya adalah pemberdayaan itu berpihak pada rakyat, bukan pada birokrat. Sudah cukup desa kita dijadikan panggung kegiatan formalitas, sudau muak rakyat dijadikan objek laporan tahunan. Saatnya Bupati Pohuwato membuktikan, apakah mereka masih berpihak pada rakyat atau pada kenyamanan kursi jabatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun